BARBARETO.com – Tahun ini terdapat beberapa kepala daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) akan segera mengakhir masa baktinya. Salah satu daerah tersebut diantaranya adalah Kabupaten Lombok Timur yang akan segera berakhir pada bulan September tahun 2023. Setiap pemimpin tentunya mengharapkan adanya warisan (legacy) positif yaitu berupa keberhasilan mencapai target-target pembangunan yang telah diamanatkan untuk dilaksanakan di berbagai sektor kehidupan masyarakat. Salah satu legacy yang saat ini coba dituntaskan oleh pemerintah Kabupaten Lombok Timur adalah menurunkan angka prevalensi stunting hingga mencapai 14 persen. Seperti diketahui bahwa prevalensi stunting di Lombok Timur saat ini menurut data dari Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) Lombok Timur mencapai 16,89 persen. Angka prevalensi stunting ini jauh persentasenya bila dibandingkan dengan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 dimana, persentase prevalensi stunting di Lombok Timur mencapai 35,6 persen.
- Penanganan Stunting dan Tantangan di Lapangan
Berbagai kebijakan saat ini terus diupayakan oleh pemerintah Kabupaten Lombok Timur didalam upaya mencapai target penurunan prevalensi stunting sebesar 14 persen. Namun dalam penanganan stunting ternyata tidak semudah yang dipikirkan. Oleh karena itu, pemerintah daerah sangat mengharapkan semua stakeholders pembangunan dari tingkat kabupaten sampai dengan tingkat desa saling mendukung untuk menangani persoalan gizi generasi Lombok Timur di masa depan ini.
Dalam pandangan Lombok Research Center (LRC) pemerintah daerah perlu memperhatikan beberapa persoalan rill yang sesungguhnya menjadi tantangan dalam upaya penurunan prevalensi stunting di Lombok Timur, terlepas dari benar salahnya hal tersebut.
- Aksi Nyata
Pertama, kami mencatat bahwa pemerintah daerah seharusnya lebih memperbesar program atau kegiatan-kegiatan yang mengarah pada upaya-upaya merubah perilaku masyarakat seperti, bagaimana pola konsumsi masyarakat khususnya ibu hamil dan ibu balita.
Kami sesungguhnya juga tidak alergi kepada berbagai program aplikasi serta kunjungan-kunjungan kepada keluarga yang membutuhkan hanya sekedar untuk memberikan bantuan pangan. Kebijakan yang LRC maksudkan dalam hal ini karena melihat masih banyak ibu hamil dan ibu balita yang konsumsi makanannya bukan karena paham melainkan karena tidak paham. Sejauhmana kita mengkapanyekan mengenai kolostrum, peran Air Susu Ibu (ASI) serta berbagai makanan yang mengandung protein tinggi. Persoalan stunting akan dapat diatasi secara permanen apabila aksi nyata tersebut telah menjangkau sampai tingkat individu.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan hingga tahun 2022 baru 56 persen bayi di Indonesia mendapatkan ASI eksklusif sehingga, dibutuhkan sosialisasi yang lebih masif lagi untuk mengkampanyekan manfaat asi eksklusif yang dapat dilakukan oleh konselor yang ada di setiap kecamatan. Bahkan BKKBN menyebutkan apabila setiap tahun lahir sekitar 4,8 juta bayi maka, sampai 2024 terdapat sekitar 12 juta bayi yang lahir dan akan lahir harus dikawal.
Kader serta petugas kesehatan yang kalau dalam sepak bola sebagai stiker atau ujung tombak penanganan stunting tentunya memiliki keterbatasan dan tidak semua dapat menjangkau sampai tingkat keluarga karena mereka juga memiliki rutinitas yang lain. Selain itu, peningkatan kapasitas para petugas juga tergantung sejauh mana anggaran yang tersedia sehingga mereka mampu memberikan edukasi kepada masyarakat. Ketersediaan anggaran juga akan sangat menentukan kualitas dari peralatan yang digunakan oleh para petugas di lapangan dan pada akhirnya akan berdampak terhadap keakuratan perhitungan yang dilakukan. Wakil Presiden Ma’ruf Amin (kompas.id, 6/12/2022) menyatakan dibutuhkan aksi nyata dalam upaya penurunan stunting, jangan ramai sebagai wacana dalam forum diskusi tetapi sepi dalam implementasi.
- Kebiasaan
Tantangan kedua yang bagi Lombok Research Center (LRC) penting untuk diperhatikan adalah terkait dengan “kebiasaan” masyarakat. Persoalan ini hampir sama dengan tantangan dalam berbagai program perlindungan sosial dimana, masyarakat memiliki kecenderungan lebih tertarik menerima bantuan daripada hanya sosialisasi atau kampanye kesehatan.
Siapa sih yang tidak senang mendapatkan bantuan secara percuma namun kebiasaan kita dalam memberikan bantuan juga sedikit tidak telah berdampak terhadap persepsi masyarakat daripada berpikir tentang perubahan perilaku. Diberbagai hasil riset-riset yang dihasilkan menyebutkan bahwa pemberian edukasi di lokasi atau wilayah yang paling sulit dalam hal ekonomi mampu memberikan dampak positif terhadap perbaikan pencegahan stunting secara signifikan.
Inilah persoalan yang sebenarnya juga menjadi tantangan didalam penanganan dan pencegahan stunting di Kabupaten Lombok Timur. Anggapan tentang pangan bergizi haruslah yang dibeli dan itu membutuhkan uang. Untuk itu sosialisasi mengenai pemanfaatan pangan lokal juga harus lebih ditingkatkan oleh pemerintah daerah. Satrio Pangarso Wisanggeni, dkk (2022) menyebutkan terdapat korelasi kuat (0,6) antara proporsi warga yang tidak mampu membeli bahan makanan gizi seimbang atau sehat dengan prevalensi stunting di provinsi tempat warga tinggal. Makin sedikit warga daerah tersebut yang mampu memenuhi gizi seimbang hariannya, makin tinggi risiko anak stunting di daerah tersebut.
- Persepsi
Tantangan terkahir yang menjadi catatan Lombok Research Center (LRC) adalah terkait dengan perbedaan data antara e-PPGBM dengan SSGI. Masih adanya sedikit “keberatan” terhadap hasil SSGI dibandingkan dengan e-PPGBM tentunya akan mempengaruhi sejauh mana tingkat efektivitas program penanganan stunting yang telah dilaksanakan.
Dari aspek penggunaan sebenarnya SSGI dengan e-PPGBM tidak dapat disandingkan karena SSGI digunakan sebagai dasar dalam menentukan besaran masalah sehingga cukup berbasis survei pada sampel bukan terhadap individu. Bagi LRC pemerintah kabupaten Lombok Timur dapat menjadikan data SSGI sebagai dasar untuk melakukan penanganan daripada harus bertekad untuk membantahnya.
Didalam melakukan survei seringkali dilakukan di wilayah yang didominasi oleh meraka yang mengalami stunting namun, hal tersebut tidak lantas menjadikan pemerintah memilih-milih bekerja di lokasi tertentu saja. Persoalan stunting sudah menjadi persoalan bersama, baik secara nasional maupun regional sehingga, hasil SSGI dapat menjadi pendorong atau penyemangat bagi pemerintah daerah untuk secara bersama-sama melakukan intervensi tanpa melihat data tersebut dihasilkan dimana dan oleh siapa.
- Kolaborasi Multi Pihak
Terlepas dari berbagai persoalan tersebut serta sebagai mitra pembangunan pemerintah Kabupaten Lombok Timur, Lombok Research Center (LRC) sangat berharap target penurunan stunting sebesar 14 persen dapat diwujudkan diakhir kepemimpinan H.M. Sukiman Azmy-H. Rumaksi Sj pada tahun ini atau satu tahun lebih cepat dari target secara nasional.
Untuk itu, kolaborasi multi pihak harus semakin ditingkatkan untuk dapat memastikan setiap ibu hamil memeriksakan kehamilannya secara rutin, kemudian bagi yang memerlukan makanan tambahan segera untuk diberikan , begitu pula kepada bayi dan balita. Namun selain hal tersebut kolaborasi multi pihak yang dibangun juga tidak mengabaikan kepada upaya-upaya yang mendorong adanya perubahan perilaku hidup masyarakat.
Dukungan anggaran terhadap berbagai pembangunan yang bersifat fisik seharusnya tidak melupakan pembangunan berarus utama gizi. Percepatan penurunan stunting yang saat ini menjadi prioritas pemerintah daerah tentunya memiliki konsekuensi terhadap kepastian dukungan anggaran.
Terkahir, pengetahuan tentang stunting juga perlu melibatkan tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat. Mereka perlu dilibatkan untuk membantu memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai upaya-upaya menjaga agar tidak terkenan stunting, termasuk didalamnya adalah bagaimana mengubah pola makan yang benar dengan gizi seimbang serta pentingnya air bersih. Semoga di akhir periode pengabdiannya, pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lombok Timur periode 2018-2023 ini mampu meninggalkan warisan yaitu adanya generasi Lombok Timur yang berkualitas yang menjadi penerus tongkat estafet kepemimpinan di masa yang akan datang.
Penulis: Herman Rakha adalah Direktur Lombok Research Center
Follow kami di Google News