Aset Untuk PAD : Pansus Aset DPRD Loteng

0

barbareto.com | Aset Daerah merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah Daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Dalam Permendagri No. 17 tahun 2007 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pengelolaan barang daerah adalah suatu rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap daerah yang meliputi: Perencanaan kebutuhan dan penganggaran; Pengadaan; Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran; Penggunaan; Penatausahaan; Pemafaatan; Pengamanan dan pemeliharaan; Penilaian; Penghapusan; Pemindahtanganan; Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian; Pembiayaan; dan Tuntutan ganti rugi.

Aset daerah juga menjadi sumberdaya penting bagi pemerintah daerah sebagai penopang utama pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah daerah untuk dapat melakukan manajemen aset secara memadai. Dalam manajemen aset, pemerintah daerah harus menggunakan pertimbangan sesuai dengan apa yang tertuang dalam Permendagri No 17 tahun 2007 agar aset daerah mampu memberikan kontribusi optimal bagi pemerintah daerah yang bersangkutan sehingga arah pembangunan di Bidang Pengelolaan Aset Daerah dapat terintegrasi dan terprogram dengan baik. 

Secara sederhana pengelolaan kekayaan (aset) daerah meliputi tiga fungsi utama, yaitu :

  1. Adanya perencanaan yang tepat.
  2. Pelaksanaan/pemanfaatan secara efisien dan efektif.
  3. Pengawasan (monitoring) (Soleh, 2010).

Namun demikian, hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan dari ketiga fungsi yang telah disebutkan di atas adalah berkenaan dengan upaya optimalisasi pengelolaan atau pemanfaataan kekayaan daerah. 

Untuk itu, diperlukan strategi yang tepat dalam pemanfaatan aset daerah. Sasaran strategis yang harus dicapai dalam kebijakan pengelolaan/pemanfaatan aset daerah antara lain :

  1. Terwujudnya ketertiban administrasi mengenai kekayaan daerah baik menyangkut inventarisasi tanah dan bangunan, sertifikasi kekayaan daerah, penghapusan dan penjualan aset daerah, sistem pelaporan kegiatan tukar menukar, hibah, dan ruislag.
  2. Terciptanya efisiensi dan efektifitas pembangunan aset daerah.
  3. Pengamanan aset daerah.
  4. Tersedianya data informasi yang akurat mengenai jumlah kekayaan daerah (Soleh, 2010).

Salah satu optimalisasi barang daerah/aset daerah yang dapat dilakukan agar tidak membebani anggaran pendapatan dan belanja daerah, bahkan meningkatkan PAD yaitu melalui: perjanjian sewa menyewa, kerjasama pemanfaatan, Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT); dan Bangun Serah Guna (Build Transfer Operate).

Terhadap pemanfaatan aset daerah tersebut dikenakan retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa yang disediakan pemerintah dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sesuai dengan harga pasar. 

Pengenaan retribusi atas pemanfaatan kekayaan daerah merupakan perwujudan kegotong royongan masyarakat untuk ikut serta dalam melaksanakan pembangunan di daerah, sehingga tujuan otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.

Namun demikian, perlu disadari bahwa mengelola aset daerah jangan seperti menangani harta warisan nenek moyang yang dapat dilakukan sehendaknya sendiri.

Aset daerah merupakan titipan generasi mendatang yang membutuhkan profesionalisasi dan political will yang kokoh. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa manajemen aset termasuk aset pemerintah pusat dan daerah merupakan bidang profesi atau keahlian tersendiri.

Sayangnya, pada saat ini belum berkembang dengan baik di lingkungan pemerintahan maupun di satuan kerja atau instansi.

Baca juga : LRC : Kecurigaan Dewan Lombok Tengah Terkait Penyelundupan Pajak Hiburan Logis

Pengelolaan Aset Daerah di Lombok Tengah

Beberapa minggu yang lalu, di media online kita disajikan dengan adanya berita terkait dengan bagaimana pengelolaan asset di kabupaten Lombok Tengah (Loteng).

Bahkan, di DPRD Lombok Tengah di bentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait dengan pengelolaan asset yang “Katanya” masih banyak yang belum jelas.

Asset Daerah Lombok Tengah yang dipertanyakan secara khusus dalam pansus Aset di DPRD Lombok Tengah yaitu terkait dengan lahan milik Lombok tengah yang berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.

Lahan milik Pemerintah daerah Lombok Tengah tersebut dulunya merupakan bangunan berbentuk Hotel, Dan saat ini pun lahan tersebut dibangun hotel baru. Yang menjadi pertanyaan dari pihak DPRD yaitu bagaimana mekanismenya sehingga hotel milik pemda tersebut di ratakan dan dibangun hotel baru dan dikelola oleh swasta.

Bahkan Pansus Aset DPRD Lombok Tengah akan menjadwalkan pemanggilan Badan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), untuk mengklarifikasi berapa banyak Aset milik Pemda. Termasuk, yang saat ini menjadi perbincangan publik yakni, Aset Tastura Hotel yang ada di Kuta Lombok.

Manajemen aset itu terbagi menjadi lima tahapan kerja yang satu sama lainnya saling berkaitan dan terintegrasi. Tahap yang pertama adalah Inventarisasi Aset. Terdiri atas dua aspek yaitu inventarisasi fisik dan yuridis atau legal.

Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain. Kemudian, yang dimaksud aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain-lain. Proses kerja yang dilakukan dalam tahapan pertama adalah pendataan, kodifikasi atau labelling, pengelompokan dan pembukuan (Haryanto, 2019).

Tahapan kedua adalah Legal Audit, merupakan satu lingkup kerja manajemen aset yang berupa inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi atas permasalahan legal.

Juga strategi untuk memecahkan berbagai permasalahan legal yang terkait dengan penguasaan ataupun pengalihan aset (Haryanto, 2019). 

Tahapan Ketiga adalah Penilaian Aset. Merupakan satu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasai. Biasanya ini dikerjakan oleh konsultan independen.

Hasil dari nilai aset tersebut akan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan harga bagi aset yang ingin dijual maupun untuk disewakan, dimanfaatkan, maupun dikerjasamakan dengan pihak ketiga. 

Tahapan keempat adalah Optimalisasi Aset. Merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan (potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi) yang terkandung dalam aset tersebut.

Dalam tahapan ini, aset-aset yang dikuasaipemerintah daerahdiidentifikasi dan dikelompokan atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi. 

Aset yang memiliki potensi dapat dikelompokan berdasarkan sector-sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi daerah, baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Tentunya kriteria untuk menentukan hal tersebut harus terukur dan transparan.

Sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari faktor penyebabnya. Apakah faktor permasalahan legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah ataupun faktor lainnya. Hasil akhir dari tahapan ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai (Antoh, 2017).

Tahapan yang kelima adalah Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Aset sebagai wahana untuk pengawasan dan pengendalian aset. Melalui wahana tersebut transparansi dalam pengelolaan aset dapat terjamin, sehingga setiap penanganan terhadap suatu aset dapat termonitor secara jelas. Mulai dari lingkup penanganan hingga siapa yang bertanggung jawab menanganinya (Arie, 2011).

Lebih lanjut, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik Negara/Daerah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 2016, tentang pedoman pengelolaan barang milik daerah, OPD, Pemerintah Daerah, wajib melaksanakan pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan norma, standar, pedoman, dan arah kebijakan yang telah diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan barang milik daerah tersebut.

Pelaksanaan pengelolaannya mulai dari tingkat Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan barang milik daerah hingga kepala OPD selaku pengguna barang, telah diatur tugas dan tanggungjawabnya dalam mendukung terciptanya tertib administrasi pengelolaan barang milik daerah.

Jadi, pada dasarnya. Pengelolaan asset di Lombok Tengah sudah melalui tahapan yang sangat jelas. Baik pada saat pembentukan panitia pelaksana, maupun pada proses pelelangan kerjasamanya. Sehingga, jika sekarang ini DPRD melakukan pansus terkait hal ini, malah penulis mempertanyakan kinerjanya selama ini, dalam arti yang sangat sederhana “Kemana saja selama ini”.

Terkait asset ini juga menjadi perhatian yang sangat serius dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sehingga setiap tahunnya semua daerah termasuk Lombok Tengah juga selalu berkoordinasi dengan pihak BPK dan pihak-pihak terkait lainnya. 

Yang penting bagaimana pengelolaan asset yang ada ini bisa dimanfaatkan sebaiknya untuk kepentingan masyarakat. Apakah dalam bentuk PAD ataupun hak kelola bagi masyarakat local dengan prinsip saling menguntungkan.

Penulis adalah Peneliti Lombok Research Center (LRC)

No comments

Exit mobile version