BARBARETO.com | Selain keindahan alam dan Gunung Rinjani, Sembalun juga terkenal dengan wisata memetik atau berburu buah Stroberi.
Momen liburan menjadi momen yang paling di tunggu bagi petani Stroberi yang ada di Sembalun, Kabupaten Lombok Timur.
Lebih-lebih mengacu pada dilonggarkannya peraturan Covid-19 tentang keramaian di tempat wisata, membuat bebrapa pelaku usaha di tempat wisata berharap lebih terhadap pendapatannya.
Tetapi tidak dengan petani Stroberi di Sembalun, pasalnya di bulan April hingga Mei ini, hujan deras menyebabkan buah Stroberi mudah busuk sehingga buah yang bisa dipetik pun sangat sedikit.
Ini di ungkapkan Widia (33), salah seorang petani Stroberi yang membuka jasa wisata petik Stroberi di Desa Sembalun Bumbung Kecamatan Sembalun, Lombok Timur.
“Buah Stroberi sangat sensitif dengan banyaknya air yang menggenangi tempat tumbuhnya, jika terlalu banyak air dan lembab, maka buahnya akan cepat busuk,” ucapnya Rabu (11/05/2022).
“Kerap kali wisatawan yang ingin petik Stroberi saya kasih tau kalau buahnya sedikit, takut kalau-kalau nanti dia kecewa sesudah masuknya,” ungkap Ibu dua anak ini.
Baca juga : Pondok Pelangi Sembalun, Penginapan Ramah Kantong Dengan Suguhan Gunung Rinjani
Ia mengaku agak kecewa dengan hal tersebut, pasalnya kurangnya buah Stroberi ini terjadi waktu dimana wisatawan sudah mulai ramai berdatangan di Sembalun.
“Ya kecewa sih ada, dua tahun kemarin normal, sekarang waktu ramainya pengunjung, buahnya jadi sedikut seperti ini,” tuturnya.
Dikarenakan sedikitnya buah, pun juga pedagang Stroberi yang biasanya berjejer sepanjang jalan di Desa Sembalun Bumbung itu tahun ini mulai berkurang.
Walaupun ada, harga yang di tawarkan permikanya 2x lipat dari harga normal.
“Kalau sekarang karna buahnya sedikit, permikanya yang dulunya harga Rp. 10 ribu sekarang bisa sampai Rp. 20 ribu hingga Rp. 25 ribu permika,” jelasnya.
Yami Ulandari (23) salah seorang pengunjung yang diketahui berasal dari Kopang mengatakan jikalau berkunjung ke Sembalun, oleh-oleh yang kerap di cari pasti Stroberi.
Iapun mengeluhkan karna sedikitnya buah yang ada di tahun ini, dan juga harga yang terlampau lebih mahal ketimbang tahun-tahun kemarin.
“Jarang buahnya sekarang, kalau dulu sepanjang jalan pasti warung pinggir jalan rata-rata jual, kalau sekarang ada beberapa tapi nggak semua, pun juga harganya mahal satu mika Rp. 25 ribu,” tutupnya.