BARBARETO.com | Sebanyak 300 petani se-Bali yang sebagian besar merupakan Petani Milenial melakukan pelatihan bersama di DPD Golkar Bali. Mereka dilatih melakukan Okulasi Alpukat dan juga meregistrasi kebun pertanian.
Para petani ini diantaranya datang dari Singaraja, Negara, Klungkung, Karangasem, Gianyar, Tabanan dan Bangli. Hebatnya lagi mereka ini para Petani Milenial. Ini menandakan kalau pertanian masih jadi harapan generasi muda Bali.
Selama ini terkesan menjadi Petani itu pekerjaan mereka yang sudah tua dan merupakan pilihan terakhir. Sebab jadi Petani identik dengan kemiskinan. Namun paradigma ini harus dirubah dengan para bertani secara modern dan cerdas.
Bali selama ini kerap menggandakan sektor pariwisata. Ternyata sektor ini sangat rentan berbagai isu seperti peperangan, bencana dan penyakit. Bahkan saat Pandemi Covid-19 melanda sektor pariwisata sangat terpuruk. Sehingga pertumbuhan ekonomi Bali mengalami minus 12 persen terparah di Indonesia. Ini tentunya pukulan telak buat Bali.
Untuk itu, Golkar telah mengundang kalangan intelektual dan cendikiawan untuk merumuskan sebuah solusi buat perekonomian di Bali.
Sehingga muncul gagasan Bali harus dibangun dengan keseimbangan baru dari sektor pertanian. Era sebelum pariwisata Bali juga dikenal memiliki sistem pertanian yang bagus. Gagasan ini langsung ditindaklanjuti Golkar.
Hanya saja bicara pertanian di Bali ada kendala. Warga Bali rata rata tidak punya lahan luas.
“Petani di Bali rata rata punya lahan sempit sekitar setengah hektar per KK,” ujar I Nyoman Sugawa Korry kepada para petani Senin (30/5/2022).
Selain itu kebun yang ada sekarang juga sudah ada banyak tanaman. Untuk itu diperlukan tanaman yang cocok dan bisa memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Diantaranya berkualitas ekspor.
Tanaman yang punya kwalitas eksport yang memungkinkan di Bali diantaranya adalah Alpukat dan Vanili.
Golkar sendiri telah mendistribusikan bibit Alpukat. Ada 5000 bibit Alpukat di Bali. Jenis Alpukat yang di sebar adalah jenis Hass yang cocok dengan geografis di Bali.
Baca juga : Golkar Bali Sumbangkan 4.000 Bibit Alpukat ke Petani Karangasem
Sementara itu, Jro Putu Tesan yang hadir sebagai narasumber mengatakan kalau pertanian adalah budaya Bali. Tessan sendiri adalah ketua asosiasi eksportir buah Indonesia yang juga.
Okulasi dilakukan adalah untuk menjamin kwalitas keaslian dari tanaman tersebut dalam hal ini Alpukat. Sementara registrasi kebun yang selama ini diabaikan di Bali adalah untuk menjadikan buah di Bali layak ekspor. Sehingga ini sangat strategis untuk kesejahteraan petani.
Selain petani hadir juga pada kesempatan itu dekat fakultas pertanian beberapa kampus di Bali. Bali harus serius pada pertanian namun dengan revolusi gaya bertani. Sehingga menjadi petani tidak lagi identik dengan kemiskinan dan sebagai pilihan pekerjaan terakhir bagi kerama Bali.
Diakui selama ini kegagalan pertanian di Bali karena mereka jalan sendiri sendiri. Diantaranya tidak sinkron dengan pasar dan juga pemerintah.
Untuk itu pola pikir petani harus diubah. Buah yang dihasilkan dari awal harus memiliki daya saing dan kwalitas eksport. Saat ini Indonesia masih mengimpor Alpukat dari Australia. Hal ini bisa diisi petani kita.
Alpukat jenis hass bisa berbuah pada usia 14 bulan dengan penanganan yang bagus. Harga Alpukat jenis ini per kilogram di swalayan mencapai 250 ribu.
Sementara itu narsum lainnya, Paksi Bali Dewa dan Nyoman Miladewi dari dinas pertanian Bali menjelaskan pentingnya registrasi kebun pertanian. Ini penting dilakukan untuk jaminan mutu dan keamanan pangan sehingga nantinya mudah untuk di ekspor.
Sehingga mendorong percepatan akses pasar. Karena pasar ekspor tidak main main dengan jaminan mutu. Hanya saja untuk bisa meregistrasi kebun ada persyaratan yang harus dipenuhi. Untuk diketahui Durian yang ada di Indonesia belum ada yang tergistrasi.
Sementara untuk Manggis dan Buah Naga sudah ada beberapa kebun yang teregistrasi. Sekarang ini berharap Alpukat juga ada yang teregistrasi.
Sementara cara okulasi diberikan langsung Wayan Suartana yang merupakan petugas kebun benih holtikultura Luwus, Singaraja.
Suartana mengatakan cara membuat bibit ada dua cara dari biji atau cara generatif dan dengan vegetatif berupa sambung pucuk atau okulasi dan juga menempel.
Dari biji kelemahan nya adalah bibit bisa punah hanya akar lebih kuat. Sementara dengan okulasi memiliki banyak keunggulan seperti jenis bervariasi atau kombinasi kwalitas bagus dan akar juga bagus.
Para peserta juga langsung diberikan praktek menyambung yang disambut baik para petani. Kerana mereka datang dari jauh-jauh ingin belajar terkait okulasi. Kegiatan ini dilakukan hampir satu hari penuh. (tra)