barbareto.com | Minggu ini, pertengahan April 2022, Pemerintah Daerah Lombok Timur kembali melakukan pergantian (Mutasi) beberapa eselon II dan III.
Kegiatan mutasi itu di hadiri langsung oleh Bupati Sukiman. Bahkan dalam kesempatan itu, Bupati Sukiman menyampaikan beberapa pesan yang secara tersirat bahwa ada “Kebijakan yang saling sikut” antara Bupati dan Wakil Bupati.
Ada tiga poin pokok yang disampaikan Bupati dalam pelantikan rotasi pejabat tersebut. Bupati menekankan pentingnya sektor pendidikan sebagai salah satu yang akan memperkuat pencapaian IPM Lombok Timur.
Karena itu ia berharap pejabat yang baru dilantik dapat melaksanakan tugas sebaik mungkin. Selain itu sekolah tidak layak yang tak kunjung direnovasi karena alasan kepala sekolah yang tidak mengisi Dapodik.
Bupati meminta UPT Dikbud dan jajaran lainnya, bahkan Kepala Dinas dapat bergerak langsung melihat kondisi sekolah-sekolah tersebut untuk kemudian mengingatkan Kepala Sekolah mengisi Dapodik.
Bupati meminta agar Kepala Sekolah yang tidak mengisi Dapodik dikenakan sanksi. Hal tersebut sebagai bentuk ketegasan dan upaya menegakkan aturan.
Terkait aturan ini, ia pun menyinggung penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang harus untuk kepentingan sekolah.
Selanjutnya, Bupati menekankan agar penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Bupati mengingatkan agar tertib administrasi, serta tidak disusupi pihak-pihak yang hendak mengambil kesempatan untuk merugikan masyarakat.
Dan yang terakhir yaitu, setiap perizinan yang dikeluarkan memperhatikan pula aspek kepentingan masyarakat. Dipesankannya agar pejabat baru dapat melihat isu perizinan yang sensitif dan melakukan konsultasi sebelum mengambil keputusan. Sehingga izin yang dikeluarkan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
Penataan sumber daya manusia (SDM) pada organisasi pemerintah berbentuk mutasi sebagai perwujudan dari dinamika organisasi. Menurut Mas‟udi dalam (Hidayati, 2012), Mutasi adalah kegiatan pemindahan pegawai dari suatu pekerjaan kepekerjaan lain, Pegawai Negeri Sipil dapat berpindah antar jabatan fungsional maupun jabatan struktural di intansi pusat dan instansi daerah berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
Ruang lingkup mutasi menurut Hasibuan dikutip (Kasiaheng, Kimbal, & Liando, 2017) mencakup semua perubahan baik posisi, pekerjaan, tempat karyawan, baik secara horizontal maupun vertikal (promosi dan demosi) yang dilakukan karena alasan personal transfer ataupun production transfer di dalam suatu organisasi.
Baca juga : Pemda Lotim Kembali Mutasi Ratusan Pejabat
Lalu, apakah dengan adanya kocok ulang pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kali ini di Lombok Timur akan mempercepat capaian pembangunan atau hanya untuk mengejar capaian yang diinginkan oleh Bupati semata?.
Padahal kalau kita merujuk kepada masa jabatan Bupati Sukiman, bisa kita katakan sudah dipenghujung masa jabatannya. Jabatan Sukiman akan berakhir pada pertengahan tahun depan yaitu pertengahan tahun 2023.
Selain itu, pembangunan di daerah memiliki garis yang jelas dan sudah disepakati bersama dalam bentuk peraturan daerah. Pembangunan harus mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang sudah disusun dan disepakati bersama.
Di awal-awal kepemimpinannya dahulu, setiap melakukan Mutasi apalagi memilih atau mengganti kepala dinas, Bupati selalu melakukan tahapan-tahapan sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan, yaitu UU no 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Untuk mutasi jabatan dari eselon 3 ke eselon 2 itu ada namanya tes jabatan pimpinan tinggi pratama, dimana orang yang mau jadi eselon 2 itu harus di tes, jadi tes pratama jabatan itu tidak asal di angkat saja. Kemudian untuk eselon 3, jadi eselon 4 ke eselon 3 untuk mutasi jabatan nah itu juga melalui tes, tes itu namanya tes kompetensi.
Namun akhir-akhir ini aturan-aturan tersebut secara berlahan-lahan mulai ditinggalkan. Jika ingin melakukan mutasi ya, langsung saja, sesuai dengan keinginan ataupun kebutuhan dari sang Bupati. Dan sampai sekarang ini sudah berapakali era kepemimpinan Sukiman ini melakukan kegiatan Mutasi, bisa dikatakan sudah tidak terhitung kalinya.
Walaupun pada dasarnya kewenangan Bupati dalam melakukan mutasi sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS menyebutkan bahwa Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Daerah (Gubernur, Walikota atau Bupati) memiliki wewenang untuk menetapkan dan memberhentikan Sekretaris Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota.
PPK Daerah Provinsi juga mempunyai kewenangan dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS dalam dan dari jabatan struktural eselon II ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu di lingkungan Pemerintah Daerah Propinsi.
Sedangkan, PPK Daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan dalam pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS dalam dan dari jabatan struktural eselon II ke bawah dan jabatan fungsional yang jenjangnya setingkat dengan itu di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Adanya kewenangan yang begitu besar dari PPK Daerah bagaimanapun telah pula memunculkan permasalahan-permasalahan dalam konteks pembinaan kepegawaian daerah, antara lain terdapat kecenderungan penerapan PP Nomor 9 Tahun 2003 yang kurang proporsional oleh PPK Daerah.
Dalam kaitan ini, seringkali terjadi pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian PNS dalam dan dari jabatan struktural yang berlangsung tanpa mengindahkan norma dan prosedur kepegawaian.
Situasi seperti ini seringkali menimbulkan permasalahan yang berkepanjangan diantara pejabat politis (Gubernur/Bupati/Walikota) dengan kalangan birokrasi di bawahnya. Bahkan, persoalan seperti ini sering menimbulkan pertentangan yang pada gilirannya berujung di pengadilan (PTUN).
Di lingkup Pemerintahan Daerah, kecenderungan penggantian, pemindahan atau penurunan jabatan lebih terasa dan menjadi kekhawatiran “yang luar biasa” bagi pejabat-pejabat karier.
Dalam hal ini, momen-momen yang dikhawatirkan adalah Pertama, saat terjadinya perpindahan kekuasaan dari pejabat lama kepada pejabat baru.
Tidak dipungkiri bahwa pergantian pejabat di suatu instansi pemerintah seringkali berdampak pada penggantian atau perpindahan pejabat-pejabat di bawahnya.
Kecenderungan seperti ini didasari oleh banyak hal yang lebih terkait pada kepentingan-kepentingan (interests) pejabat yang baru tersebut.
Di penghujung jabatannya, setiap kebijakan yang diambil Bupati akan banyak sekali interpretasi dari masyarakat. Apalagi saat ini Bupati Sukiman dinilai oleh masyarakat focus melakukan kegiatan untuk memenuhi hasrat politiknya maju ke NTB satu.
Sebagai seorang Politisi, memang sah-sah saja ingin maju ke jenjang yang lebih tinggi. Namun asal jangan mengabaikan sumpah janjinya saat dilantik menjadi Bupati dahulu. Masih banyak pekerjaan Rumah yang masih belum selesai di Lombok Timur.
Jika dilihat dari RPJMD Lombok Timur, pembangunan yang dilakukan masih bisa dikatakan sangat jauh dari kata memuaskan. Sebut saja pelayanan dasar seperti kesehatan dalam hal ini Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian bayi (AKB) masih tertinggi se-NTB.
IPM Lombok Timur pun masih berada di nomor buncit. Kemiskinan yang target RPJMD menurun satu persen setiap tahunnya pun tahun 2021 ini mengalami peningkatan.
Pantasan saja dalam setiap rapat dengan pimpinan OPD bupati Sukiman selalu marah-marah (Ngomel). Itu pun penulis mengetahuinya dari beberapa media.
Melihat hal ini, dalam mengambil keputusan yang penting di ujung masa kepemimpinannya, Bupati harus lebih jernih dalam berfikir dan bertindak. Agar keputusan yang diambil lebih tepat.
Ini pun untuk Bupati meninggalkan kesan yang baik dimasa akhir jabatannya. Karena pemimpin yang baik adalah pemimpin yang meninggalkan kesan yang baik bagi masyarakat. Caranya adalah dengan menempatkan orang yang tepat pada tempat yang tepat.
Penulis adalah Analis Kebijakan Lombok Research Center (LRC)