barbareto.com | Terkait dengan adanya rencana Pemerintah daerah Lombok Tengah memberikan keringanan pajak hiburan di Lombok Tengah mendapat kecurigaan dari salah satu Dewan Perwakilan Daerah (DPRD). Permohonan usulan pengurangan pajak itu dilayangkan oleh PT. Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).
Hal itu mendapat tanggapan dari salah satu anggota DPRD Lombok Tengah Suhaimi, M.H. Anggota Dewan dari PDI Perjuangan ini dengan tegas menyampaikan, jika pemkab sampai mengabulkan permohonan ITDC, maka sama artinya melanggar aturan.
Mengingat, semua turunan regulasi mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, hingga peraturan daerah telah menetapkan, bahwa pajak hiburan ini mencapai 30 persen. Berdasarkan aturan ini, tidak ada alasan bagi pemkab untuk memberikan keringanan pajak hiburan bagi pihak mana pun. Apalagi hendak diturunkan menjadi 15 persen sesuai permohonan ITDC.
Adapun yang menjadi dasar pertimbangan dalam rencana kebijakan memberikan keringanan pajak ini yaitu lagi lagi Covid-19. Bupati Lombok Tengah, Lalu Pathul Bahri di media memberikan keterangan bahwa, pengurangan pajak hingga menjadi 15 persen ini memiliki dasar. Salah satunya akibat pandemi Covid-19 yang masih terjadi.
Terlebih penurunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (DBHTB) saja saat ini boleh dilakukan. Dengan alasan itu, kemungkinan besar pemda akan menyetujui permohonan penurunan pajak hiburan ITDC saat event MotoGP menjadi 15 persen.
Selain itu, Pathul juga mengaku sudah mendapatkan informasi di beberapa negara juga melakukan hal yang sama, yakni pengurangan pajak hiburan. Dengan demikian, pihaknya memastikan bahwa keputusan untuk memberikan keringanan menjadi 15 persen dari 30 persen ini memiliki dasar aturan juga.
Baca juga : Amaq Ketujur Sesalkan Jajaran ITDC Tak Ada Dari Loteng
Salah satu peneliti dari Lombok Research Center (LRC) Maharani, menilai rencana kebijakan pengurangan pajak hiburan ini memberikan rasa ketidakadilan bagi masyarakat menengah ke bawah.
“Kita selalu memberikan karpet merah kepada Investor dan tidak sengaja sebanding bagi masyarakatnya sendiri,” ujar Maharani.
Sebagai contoh Ungkap Maharani, bahwa sejak kedatangannya atas dalih Investor selalu kita memberikan ruang yang berbeda bagi dan atas nama investor, sejak pengurusan ijin sampai saat beroperasi para pengusaha yang mengatasnamakan investor ini diberikan keringanan. Akan tetapi bagi masyarakat miskin misalnya, pembayaran pajak kendaraan bermotor yang telat dua bulan saja, langsung dikirimkan surat penagihan. Bahkan dijalan raya dihadang menggunakan operasi.
Sehingga menurut Peneliti dari LRC ini mengatakan bahwa, wajar saja para anggota Dewan merasa ada penyelundupan pajak yang dilakukan oleh para pengusaha jika diberikan keringanan sampai 15 persen dan ini bisa dilakukan investigasi dan pembenaran secara logis.
Hasil kajian yang dilakukan oleh LRC banyak modus yang dilakukan oleh para pengusaha untuk mengakali tagihan pajak antara lain dengan cara memanipulasi perijinan, memanipulasi jumlah pengunjung dan belanja pengunjung.
“Pelaku usaha hiburan malam menggunakan izin restoran. Pasalnya, pajak restoran lebih murah, hanya 10 persen,” ungkap Maharani.
Itu yang secara ekternal, belum lagi cara-cara kebocoran pajak secara internal yang dilakukan oleh oknum petugas pajak sendiri. Untuk itu, Maharani menambahkan bahwa jika benar Pemerintah Daerah Lombok Tengah memberikan keringanan pajak tersebut bagi pengusaha hiburan maka kecurigaan dewan ini patut dilakukan ivestigasi secara mendalam.
“Untuk mengurangi kebocoran dan kong kalikong,” tambah Maharani.