barbareto.com | Opini – Meskipun secara statistik terdapat kemajuan yang dicapai oleh pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) didalam mengurangi kemiskinan dan prevalensi stunting pada anak namun, capaian-capaian tersebut tidak boleh terhenti dan harus terus ditingkatkan lagi.
Selain berdampak pada ekonomi dan kesehatan, krisis pandemi Covid-19 yang telah berlangsung kurang lebih dalam 2 tahun terakhir ini juga memberikan pengaruh pada upaya mengatasi kemiskinan dan perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Mengingat sebagian besar masyarakat NTB yang miskin dan anak-anak dengan prevalensi stunting ada di wilayah pedesaan yang sebagian besarnya masih bergantung pada sektor pertanian. Untuk itu, diperlukan pendekatan sistem pertanian yang akan memberikan penekanan seimbang terutama pada dimensi permintaan dan penawaran (suplay and demand) untuk memastikan pola makan yang lebih sehat (gizi dan nutrisi terpenuhi) bagi kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin di NTB.
Mencari Sinergi Upaya Penanggulangan Kemiskinan dan Perbaikan Gizi Dalam Transformasi Sistem Pertanian (Pangan)
Kemiskinan dan permasalahan gizi menjadi tantangan bagi pemerintah Provinsi NTB dalam upaya mewujudkan visi NTB Gemilang 2023 serta tujuan pembangunan berkelanjutan. Secara statistik menunjukkan bahwa angka kemiskinan di NTB dalam periode tahun 2018-2020 terjadi penurunan sebesar 23.573 jiwa (2,10%). Kemajuan lainnya adalah kemampuan pemerintah daerah menurunkan angka prevalensi stunting dimana, pada tahun 2019 jumlah angka stunting di NTB mencapai 27,75 persen turun menjadi 20,9 persen pada tahun 2020.
Meskipun capaian untuk mengurangi kemiskinan dan permasalahan gizi menunjukkan angka positif namun, sebenarnya masih banyak yang harus ditingkatkan. Hal ini disebabkan oleh karena upaya menurunkan tingkat kemiskinan dan kekurangan gizi memerlukan serangkaian kebijakan dan program yang lebih luas serta koordinasi yang tepat antar semua pihak untuk mengatasinya. Sehingga, kemajuan yang telah dicapai tidak terhenti.
Adapun pelambatan penanganan kemiskinan akibat dampak krisis pandemi Covid-19 telah berdampak terhadap peningkatan kemiskinan di NTB. BPS menyebutkan, hingga bulan Maret tahun berjalan (2021) jumlah penduduk miskin NTB mencapai 746.656 jiwa atau meningkat sebesar 32.769 jiwa dari jumlah penduduk miskin NTB pada tahun 2020 yang mencapai 713.887 jiwa (BPS, 2021). Sesuai dengan laporan Bank Dunia (2020) yang menunjukkan terjadi pelambatan tren penurunan kemiskinan yang belum pernah terjadi, bahkan sebelum adanya krisis pandemi Covid-19.
Ikhtiar memerangi kemiskinan dan permasalahan gizi di NTB semakin berat tentunya akibat krisis Covid-19 yang menyebabkan pelambatan ekonomi, ditambah lagi dengan adanya perubahan iklim telah menambah kompleksitas penanganannya serta memerlukan respon yang kuat dari kebijakan dan program pemerintah daerah.
Baca juga : Pengelolaan Air Hujan Yang Inovatif Dalam Pertanian Tadah Hujan di NTB
Antara kemiskinan dan kekurangan gizi memiliki keterkaitan yang erat, sehingga didalam penanganannya saling mempengaruhi. Mengurangi kekurangan gizi sangat penting untuk mengatasi faktor penentu utama kemiskinan, dan mengurangi kemiskinan adalah kondisi yang diperlukan untuk memperbaiki gizi. Seperti diketahui bahwa, 31,4 persen penduduk miskin NTB usia 15 tahun ke atas ada pada sektor pertanian dan 46,38 persen tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar dan/atau SMP (BPS-Susenas, 2021).
Artinya, sebagian besar penduduk NTB yang miskin ada di daerah pedesaan yang sangat tergantung pada sektor pertanian sebagai sumber penghidupan. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan sistem pertanian dan pangan sebagai salah satu upaya pemerintah daerah didalam mengurangi angka kemiskinan dan permasalahan gizi dan nutrisi.
Menurut Lombok Research Center (LRC), upaya penanganan kemiskinan dan permasalahan gizi di NTB melalui pendekatan sistem pangan dan pertanian akan memberikan penekanan terhadap aspek penawaran dan permintaan, dimana selama ini masih menjadi ‘pekerjaan rumah’ yang belum menemukan solusi. Selain itu, melalui pendekatan sistem pangan dan pertanian juga dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk memastikan pola makan yang sehat dan nutrisi yang lebih baik terutama bagi kelompok miskin dan rentan miskin di NTB.
Kemudian dari aspek pemasaran akan memberikan peluang kesempatan kerja yang dimulai dari fase produksi sampai dengan distribusi. Selain itu pula, melalui pendekatan sistem pangan dan pertanian akan memberikan peluang untuk melakukan diversifikasi produksi makanan, meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan makanan bergizi sekaligus memperbaiki manajemen pasca panen.
Selanjutnya dari aspek permintaan, hal ini tentunya sangat membutuhkan pembentukan perilaku konsumen melalui kampanye dan promosi tentang, pendidikan gizi, kesadaran konsumen untuk mengikuti peraturan/kebijakan pemerintah, serta dibarengi dengan kebijakan pemerintah daerah melalui program pelabelan makanan dan gizi.
Kemampuan pemerintah propinsi NTB dan kabupaten/kota untuk mengatur sistem pangan sangat dibutuhkan seiring dengan sistem ini yang terus mengalami ekspansi dan perkembangan yang pesat. Pendekatan melalui sistem pangan ini juga akan mengintegrasikan kebijakan yang dimulai dari tahap perencanaan dan penerapan kebijakan dimana, antara program dan investasi harus memiliki keterkaitan serta terkoordinasi untuk menjangkau masyarakat NTB yang paling rentan terhadap kemiskinan dan kekurangan gizi serta pola makan yang tidak berkualitas.
Penting bagi semua pihak untuk memiliki persamaan persepsi dan tujuan didalam mengidentifikasi hubungan konseptual antara kebijakan dan program sistem pangan, kemiskinan, dan penanganan permasalahan gizi di NTB. Hal ini tentunya penting bagi pemerintah daerah pada seluruh level pemerintahan daerah di NTB untuk dapat menghasilkan narasi umum mengenai bagaimana peran sistem pangan didalam mempromosikan gizi serta mengurangi angka kemiskinan terutama di pedesaan.
Baca juga : Kemana Arah Pembangunan Pertanian Lombok Timur?
Terkait dengan hal tersebut maka, peranan sistem pertanian dan pangan NTB harus terus ditingkatkan untuk menghasilkan gizi yang lebih baik bagi kelompok rentan gizi adalah melalui perbaikan rantai pasokan makanan. Melalui pendekatan rantai nilai diharapkan dapat mempengaruhi kompleksitas sistem pangan melalui pemilihan komoditas pertanai yang berpotensi untuk meningkatkan nilai gizi sekaligus mampu meningkatkan pendapatan bagi petani.
Terdapat 666.375 rumah tangga pertanian di NTB yang merupakan bagian penting dari sistem pangan daerah dimana, umumnya petani lainnya di Indonesia merupakan petani kecil dengan penguasaan lahan kurang dari 2 hektar. Namun, sebagian besar para petani di NTB masih kekurangan sumber daya untuk bersaing di pasar.
Untuk itu, Lombok Research Center (LRC) berpendapat untuk perlunya pemerintah daerah mempertimbangkan pengembangan pasar teritorial (pasar desa) serta organisasi pedagang pasar (cenderung perempuan) untuk dapat memproduksi serta memasarkan beragam makanan yang dapat memenuhi tujuan ganda (peningkatan gizi dan peningkatan pendapatan).
Selain menyasar petani, Lombok Research Center (LRC) juga berpandangan bahwa pelibatan sektor swasta sangatlah penting untuk dapat memastikan ketersediaan dan akses terhadap keberagaman pangan. Data Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah provinsi NTB, hingga tahun 2021 terdapat 103.284 jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di seluruh NTB.
Untuk itu, Lombok Research Center (LRC) mengusulkan agar potensi ini dapat dimanfaatkan terutama bagi pelaku umkm yang bergerak di sektor pangan dan pertanian agar dapat menjangkau masyarakat NTB yang rentan dengan makanan sehat dan bernutrisi.
Hal ini sangat penting untuk menjadi bahan pertimbangan karena sebagian besar konsumen, baik yang ada di daerah perkotaan maupun pedesaan, pasar, warung, ritel-ritel tradisional maupun ritel modern, merupakan salah satu sumber terhadap akses dan ketersediaan pangan/makanan. Semua itu merupakan instrumen bagi konsumen dalam berinteraksi dengan sistem pangan/makanan.
Artinya, keberadaan pasar, warung, ritel dan sebagainya itu merupakan bagian dari lingkungan makanan/pangan dalam konteks fisik, ekonomi, politik, dan sosial budaya. Namun, permasalahannya adalah selama ini perhatian terhadap semua itu sangat kurang terutama dalam mendukung upaya mempromosikan pola konsumsi yang lebih sehat serta mengurangi kesenjangan sosial terutama yang berkaitan dengan kesehatan dan gizi.
Diperlukan komitmen politik dan kebijakan berbasis pengetahuan untuk dapat membentuk sistem keamanan pangan terutama dalam konteks peningkatan kapasitas masyarakat dan peningkatan jumlah penduduk NTB.
Tidak bisa dipungkiri bahwa standar keamanan dan kualitas pangan kita masih kurang dimana, didalam mengatasi permasalahan nutrisi merupakan bagian yang sangat penting. Memperhatikan sistem keamanan pangan NTB yang efektif sangatlah penting untuk dapat mempertahankan serta membirikan penambahan nilai di sepanjang rantai nilai pangan.
Kebijakan mengatasi permasalahan gizi dan kemiskinan di NTB melalui pendekatan sistem pangan dapat berjalan efektif apabila dilakukan melalui kerjasama dan koordinasi yang sejalan dengan memperluan pelibatan sektor-sektor di luar sektor pertanian seperti, ketenagakerjaan dan kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Salah satu contoh didalam mengintegrasikan stakeholders pemerintah daerah dan praktisi pembangunan lainnya adalah melalui pemberian makanan di sekolah-sekolah yang ditanam sendiri oleh siswa sekolah.
Artinya, sektor pendidikan juga memberikan sentuhan lingkungan sebagai upaya didalam mempromosikan mengenai pendidikan, air, sanitasi dan kebersihan. Pendekatan holistik dan terkoordinasi ini akan mendukung sinergitas lintas sektoral dalam jangka panjang untuk mengatasi kemiskinan dan kekurangan gizi.