Transformasi Sistem Pangan Dalam Pengembangan Rantai Nilai Dan Peningkatan Gizi
Mengatasi permasalahan gizi berarti juga membahas mengenai keterjangkauan, keberagaman, keamanan, dan kualitas dari makanan yang dikonsumsi. Pola makan yang baik tidak hanya tentang pengurangan konsumsi lemak, gula, dan garam, akan tetapi juga mengenai bagaimana meningkatkan asupan makanan yang bergizi. Hal ini tidak hanya untuk daerah perkotaan saja namun, juga berlaku untuk daerah pedesaan.
Seiring dengan keterbukaan informasi yang merupakan dampak dari kemajuan teknologi serta menjamurnya ritel-ritel modern telah memberikan pengaruh terhadap masyarakat pedesaan dimana, panganan-panganan lokal telah mulai tergantikan dengan olahan makanan dalam kemasan.
Untuk itu, penting bagi Pemerintah daerah didalam kebijakannya mengenai sektor pertanian supaya lebih diarahkan kepada upaya peningkatan gizi dengan cara memastikan dukungan terhadap kemudahan akses ke arah pola makan berkualitas, yang diproduksi dan didistribusikan secara berkelanjutan baik, secara ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Memastikan sistem pangan yang berkualitas dan berkelanjutan merupakan suatu hal yang kompleks, karena menyangkut kegiatan produksi, penyimpanan, pemrosesan, transportasi, distribusi, dan pemasaran pada berbagai produk komoditas pertanian. Kompleksitas ini disebabkan juga karena beberapa produk pertanian memiliki rantai nilainya sendiri (GBD 2017 Diet Collaborators 2019).
Lombok Research Center (LRC) mencatat bahwa seringkali program-program pemerintah, baik nasional maupun daerah beserta bersama dengan mitra pembangunannya menggunakan pendekatan rantai nilai didalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama bagi petani-petani kecil.
Upaya-upaya ini secara tidak langsung juga ternyata mendorong pada spesialisasi satu komoditas saja dimana, upaya ini tentunya akan mempengaruhi bahkan dapat mengurangi keanekaragaman hayati pertanian. Selain itu, juga akan meningkatkan kerentanan petani terhadap perubahan iklim, guncangan harga, penurunan kesuburan tanah, dan meningkatkan hama dan penyakit tanaman.
Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan rantai nilai sensitif gizi yang bertujuan sebagai upaya pembentukan suatu sistem pangan yang lebih peka terhadap upaya pemenuhan kebutuhan nutrisi, yaitu suatu sistem pangan yang berkelanjutan baik, secara ekonomi, lingkungan, dan sosial serta dapat memberikan kepastian bahwa pangan yang bergizi, beragam, dan aman dapat diakses oleh masyarakat, sehingga dapat membantu didalam meningkatkan gizi dan nutrisi masyarakat.
Menurut Lombok Research Center (LRC), selama ini pemerintah daerah didalam melakukan analisis rantai nilai selalu dimulai dari petani dan menjadikan permintaan pasar serta potensi pendapatan sebagai bahan pertimbangan. Untuk itu, LRC mengusulkan pemerintah daerah agar dapat mengembangkan pendekatan rantai nilai dengan menambahkan kriteria responsif gizi dimana, prosesnya dimulai dengan cara melakukan analisis permasalahan gizi terhadap populasi target/masyarakat.
Mengidentifikasi karakteristik permasalahan gizi dalam sistem pangan penting untuk dilakukan karena terkait dengan ketersediaan dan keterjangkaun masyarakat terhadap pangan. Pendekatan ini juga dapat dijadikan untuk mengidentifikasi komoditas pangan tertentu yang memiliki potensi sebagai upaya mengatasi permasalahan gizi di NTB sekaligus juga akan meningkatkan kualitas pangan. Mekanisme ini tentunya juga dapat direflikasi pada beberapa rantai nilai dan dalam jangka panjang akan memberikan kontribusi terhadap upaya transformasi sistem pangan daerah.
Oleh karena itu, didalam pemilihan suatu komoditas pertanian dalam pengembangan rantai nilainya maka, pemerintah daerah dapat mempertimbangkan pada komoditas yang tidak hanya mampu meningkatkan gizi masyarakat namun juga masuk akal untuk dikembangkan secara bisnis.
Adapun komoditas yang dapat diprioritaskan dan dipromosikan oleh pemerintah daerah minimal harus memiliki beberapa potensi, antara lain seperti; (a) mampu mengatasi permasalahan gizi di NTB, (b) diminati oleh pasar, (c) memberikan keuntungan dan dapat membantu mengurangi risiko produksi terutama bagi petani skala kecil dan penduduk pedesaan, (d) kesetaraan dan pemberdayaan perempuan, dan (e) lingkungan.
Baca juga : Pengelolaan Air Hujan Yang Inovatif Dalam Pertanian Tadah Hujan di NTB
Selanjutnya apabila analisis komoditas pertanian telah teridentifikasi maka, pendekatan rantai nilai yang responsif gizi dapat dilakukan sebagai dasar mengidentifikasi peluang dan tantangan dalam pengembangan pendekatan rantai nilai masing-masing komoditas pertanian tersebut.
Untuk itu, didalam strategi pengembangan rantai nilai yang responsif gizi dimaksudkan juga sebagai upaya meningkatkan pasokan, permintaan, serta nilai gizi dari komoditas pangan yang dipilih. Hal ini terkait juga dengan aspek ketersediaan, keamanan, dan kehilangan atau pemborosan makanan.
Keyakinan dan budaya masyarakat mengenai pangan, preferensi atau keterbatasan daya beli juga dapat mempengaruhi permintaan pangan. Sementara untuk strategi penawaran dan permintaan pada pendekatan transformasi sistem pangan yang menggunakan pendekatan rantai nilai responsif gizi dapat dilakukan dengan cara fokus pada peningkatan penwaran atau konsumsi dari komoditas pertanian pangan yang dipilih yang tentunya juga harus dibarengi oleh upaya memberikan nilai tambah gizi pada komoditas pangan tersebut. salah satu contohnya adalah melalui pengembangan beras fortifikasi.
Pada akhirnya, analisis rantai nilai yang responsif gizi adalah bertujuan untuk mengidentifikasi peluang dan potensi investasi pada setiap fase rantai nilai sekaligus juga meningkatkan gizi melalui jaminan ketersediaan, keterjangkauan, keberagaman, kualitas nutrisi, kemaanan, dan penerimaan pangan bergizi.
Untuk pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota di NTB) perlu terus mempromosikan pengembangan praktik-praktik pasokan dan distribusi pangan yang aman dan ramah lingkungan untuk memastikan produksi pangan di NTB beragam dan berkualitas.
Kemudian pada tahap pemasaranan, pemerintah daerah juga dapat mengembangkan ekosistem ekonomi yang berkelanjutan antara produsen dan konsumen (fokus pada rantai nilai yang pendek). Selain itu, menggalakkan program pangan sekolah juga dapat dipertimbangkan karena memiliki peluang dan potensi menjadi pasar yang menjanjikan bagi pangan bergizi yang dihasilkan oleh para petani di NTB.
Kesimpulannya adalah pendekatan rantai nilai yang responsif gizi akan sangat berguna untuk membantu transformasi sistem pangan daerah dari perspektif gizi atau nutrisi. Hal ini karena didalam rantai nilai responsif gizi dimulai dengan mengidentifikasi serta menganalisis kebutuhan gizi dan nutrisi sekaligus juga mengidentifikasi pilihan komoditas pertanian pangan sebagai upaya mengatasi kesenjangan pola makan.
Untuk setiap komoditas yang dipilih juga akan mengidentifikasi peran setiap orang dalam setiap fase rantai nilai sehingga, langkah ini akan memastikan keberlanjutan dan inklusif dari petani dan perempuan, mengatasi permasalahan lingkungan dan mengidentifikasi kebijakan dan program yang tepat bagi tansformasi sistem pangan daerah untuk memberikan hasil terutama pada peningkatan gizi masyarakat.