Mengurai Kemiskinan Masyarakat Lingkar Hutan Lombok Timur

0

barbareto.com | Angka kemiskinan di lingkar kawasan hutan Nusa Tenggara Barat (NTB) masih terbilang sangat tinggi.

Begitupun juga yang terjadi Kabupaten Lombok Timur (Lotim).

Berdasarkan hasil Penelitian yang dilakukan oleh Lombok Research Center (LRC) dari Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) tahun 2021 meningkat 0,14 persen dibanding tahun 2020 (Sumber: BPS Lotim 2021).

Angka kemiskinan tahun lalu 15,24 persen atau sebanyak 183.840 jiwa, naik  menjadi 15,38 persen atau 190,840 jiwa.

Dari angka tersebut, terdapat 6.244 penduduk miskin Lotim yang baru selama masa pandemi Covid-19.

Dan sekitar 55 persennya berada di lingkar kawasan hutan.

Meskipun kekayaan sumber daya alam terutama hutan melimpah (64,5 ribu ha), pada kenyataannya Lombok Timur belumlah mampu menjamin kehidupan dan penghidupan yang lebih baik bagi sebagian besar masyarakatnya. 

Sedangkan untuk garis kemiskinan di Lombok Timur sebesar Rp 472,304. Garis kemiskinan ini naik dari sebelumnya Rp 447,263. Tingkat keparahan kemiskinan naik dari 1,84 tahun 2020 menjadi 2,88 tahun 2021. 

Walaupun Modernisasi dan dinamika pembangunan di Lombok Timur terus berlangsung, namun peran hutan dan kebun bagi masyarakat lingkar hutan belum tergantikan untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga.

Sebagian besar sumber penghasilan keluarga berasal dari hutan dan kebun, baik untuk konsumsi maupun sebagai sumber penghasil uang tunai. 

Nurkse (1961) menjelaskan tentang fenomena lingkaran setan kemiskinan yang menjerat masyarakat miskin di negara-negara miskin.

Lemahnya tingkat pendapatan riil menyebabkan rendahnya kemampuan menabung dan lemahnya kapasitas modal untuk investasi yang berdampak pada rendahnya produktifitas dan akhirnya menyebabkan lemahnya tingkat pendapatan.

Proses melingkar itu menyebabkan masyarakat miskin sulit keluar dari kemiskinannya jika tidak ada intervensi dari luar. 

Dalam konteks ekonomi wilayah, Myrdal (1964) memiliki pemikiran yang serupa dimana lemahnya total tabungan di wilayah miskin menyebabkan minimnya investasi di wilayah itu yang kemudian menyebabkan rendahnya produktifitas wilayah dan kemudian berujung pada lemahnya pendapatan wilayah.

Pendapatan wilayah yang lemah kemudian menyebabkan rendahnya tingkat tabungan wilayah dan terus mengikuti lingkaran setan semacam itu.

Wilayah pedesaan adalah wilayah yang paling rentan mengalami lingkaran setan kemiskinan semacam itu. 

Kemiskinan masyarakat bersifat multidimensi dengan faktor penyebab yang kompleks.

Secara umum penyebab kemiskinan masyarakat di Kawasan lingkar Hutan Lombok Timur dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. 

Faktor internal antara lain: Sumber daya manusia rendah, Budaya masyarakat, Motivasi lemah, Pola hidup konsumtif.

Rendahnya sumberdaya masyarakat lokal turut mengkondisikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat setempat.

Meski secara historistradisional mereka memiliki ketangguhan untuk bertahan hidup di tengah hutan lengkap dengan kemampuan meramu pengalaman menjadi sebuah kearifan lokal dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya hutan di lingkungannya, belum cukup menjadikan mereka kuat menghadapi berbagai intervensi pihak luar yang memanfaatkan kekayaan sumber daya alam di sekitarnya. 

Rendahnya sumberdaya masyarakat berpengaruh pula terhadap kecilnya peluang dan daya saing masyarakat secara ekonomi dan sosial termasuk memanfaatkan kesempatan untuk bekerja di lingkungan pemerintahan, bahkan kemampuan mengakses birokrasi.

Ketidaksiapan masyarakat lokal dalam menghadapi modernisasi juga menjadi salah satu faktor yang semakin memarjinalkan posisi mereka secara ekonomi politik.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan di Lombok Timur.

Salah satu upaya itu adalah mendorong peningkatan investasi di wilayah Lombok Timur, terutama investasi dalam bidang pariwisata dan pertanian.

Sebagaimana dikatakan Roy dan Pal (2002) bahwa investasi di bidang pertanian jauh lebih efektif dalam meningkatkan produksi pertanian dari pada kebijakan subsidi dimana peningkatan produksi pertanian sangat diperlukan untuk pengentasan kemiskinan di pedesaan.

Baca juga : Pembangunan Kawasan Utara Lotim Harus Terintegrasi

Investasi bidang pertanian yang berkembang di wilayah Lombok Timur umumnya berupa perusahaan pengepul produk hasil pertanian, bukan perusahaan industri pengolahan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan beberapa program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah masih belum mampu menurunkan angka kemiskinan di masyarakat desa terutama masyarakat pinggir hutan.

Yang paling utama persoalan kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat lingkar kawasan hutan yang masih rendah.

Memang jika bicara program, sudah cukup banyak yang diluncurkan bagi masyarakat lingkar kawasan hutan dalam upaya menekan angka kemiskinan.

Salah satunya program Hutan Kemasyarakat (HKm). Di mana masyarakat lingkar kawasan hutan diberikan hak mengelola kawasan hutan.

Dengan harapan bisa menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat lingkar kawasan hutan itu sendiri.

Hanya saja, karena tidak ditopang kualitas SDM masyarakat yang baik sehingga target dari program tersebut belum bisa maksimal dalam mendukung upaya pengentasan kemiskinan di lingkar kawasan hutan. 

Secara garis besar strategi mengurangi beban masyarakat melalui berbagai bansos dan strategi meningkatkan produktivitas melalui pemberdayaan tak berubah, hanya perlu disesuaikan dengan pola pemulihan dan tahapan penanganan krisis.

Upaya penanggulangan kemiskinan juga harus mempertimbangkan tiga tahapan pemulihan sebelum perekonomian dapat pulih dan mencapai pertumbuhan yang sesuai dengan potensinya, yakni tahap bertahan (survival), pemulihan (recovery), dan transformasi (transformation).

Ketiganya dapat berjalan paralel dengan penekanan yang berbeda.

Dilihat dari kacamata ekonomi, hanya sektor pertanian dan perdagangan yang masih bertahan dimasa pandemi ini dan sektor ini yang paling cocok bagi masyarakat lingkar kawasan hutan dan bagian utara Lombok Timur. 

Pertanian memberikan kontribusi yang nyata bagi pertumbuhan ekonomi dimasa yang sangat sulit ini.

Terutama peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Ini terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan.

BPS menyebutkan pada Maret 2020, sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 74,71 persen di perkotaan dan 74,73 persen di pedesaan.

Lombok Timur harus berani membuat suatu trobosan konkrit dibidang pertanian ini untuk menghambat peningkatan jumlah kemiskinan di daerah.

Maka, langkah utama yang perlu dilakukan adalah meningkatkan produksi petani melalui kebijakan input dan memberikan intensif bagi harga komoditi andalan daerah.

Tidak hanya satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) teknis yang harus berbuat. Semua SKPD pun harus focus dalam menjalankan program yang dibuat.

Jangan ada ego sektoral yang terjadi. Program harus terkoneksi dan melibatkan semua pihak seprti akademisi, privat sektor maupun lembaga sosial yang ada di Daerah.

Semoga dengan adanya program yang langsung efektif terhadap petani memberikan pengaruh yang nyata bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan mampu menekan angka kemiskinan di Kabupaten Lombok Timur, khususnya bagian Utara.

Penulis: Maharani – Peneliti Lombok Research Center

No comments

Exit mobile version