Menuju Masyarakat Inklusif bersama Program INKLUSI 

0

BARBARETO.com | Pembangunan dianggap sebagai cara terbaik manusia untuk mendatangkan kesejahteraan hidup. Namun, pembangunan tidak selalu ramah terhadap semua kelompok sosial. Ketidakramahan pembangunan terhadap kelompok tertentu bahkan mendapat legitimasi dalam penafsiran agama, hukum, dan budaya yang dianggap lebih tinggi, lebih bermoral, dan lebih beradab.

Diskriminasi dan kekerasan berlapis sering dialami oleh perempuan, anak, dan disabilitas. Jika seorang perempuan dewasa mengalami kekerasan dan diskriminasi maka dia hanya mengalaminya sebagai perempuan. Demikian juga jika seorang anak laki-laki yang mengalami kekerasan dan diskriminasi, maka dia mengalaminya sebagai anak. Namun berbeda jika seorang perempuan penyandang disabilitas atau seorang anak perempuan penyandang disabilitas yang mengalami kekerasan dan diskriminasi. 

Perempuan penyandang disabilitas mengalami diskriminasi dan kekerasan sebagai perempuan dan sebagai penyandang disabilitas. Sedangkan seorang anak perempuan penyandang disabilitas mengalami diskriminasi dan kekerasan karena tiga status yang disandangnya, yakni sebagai anak, sebagai perempuan, dan penyandang disabilitas.

Inilah yang disebut diskriminasi dan kekerasan bertingkat dan berlapis. Diskriminasi dan kekerasan masih akan bertambah, jika perempuan atau anak perempuan tersebut berasal dari suku minoritas atau penganut agama atau keyakinan minoritas, apalagi yang tidak diakui negara.

Diperlukan upaya  bersama dalam pembangunan untuk menghapuskan diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok rentan dan minoritas, menghubungkan dan membuka akses layanan pemerintah, mendorong dan memperkuat keberdayaan masyarakat untuk mengadvokasi hak-haknya sebagai warga negara.

Program Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif (INKLUSI) adalah satu dari upaya penghapusan diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok rentan dan minoritas demi pembangunan yang inklusif.

Baca juga : INOVASI NTB Gelar Lokakarya Pendidikan Inklusif dengan Universitas Hamzanwadi

Program INKLUSI akan diimplementasi di Indonesia oleh delapan mitra nasional hingga tahun 2028. Yayasan BaKTI  sebagai salah satu mitra nasional Program INKLUSI, akan berfokus pada penghapusan kekerasan yang didasarkan pada kondisi kekerasan terhadap perempuan, pemenuhan hak disabilitas, dan kelompok rentan dan marjinal. 

Dalam acara peluncuran Program INKLUSI – Yayasan BaKTI di Hotel Melia Makassar pada 10 Juni 2022, Konsul-Jenderal Australia Brownwyn Robbins menyampaikan harapannya agar program ini dapat berkontribusi pada tujuan pembangunan yang lebih luas, dimana tidak ada satupun yang tertinggal dalam pembangunan, dan lebih banyak kelompok marjinal berpartisipasi dalam pembangunan, serta mendapat manfaat dari pembangunan di bidang sosial budaya, ekonomi, dan politik di Indonesia.

Kabupaten Maros, Kota Parepare, Kabupaten Tana Toraja, Kota Kendari, Kabupaten Lombok Timur, Kota Ambon, dan Kabupaten Kupang adalah lokasi dimana Program INKLUSI akan dikerjakan oleh Yayasan BaKTI bersama enam mitranya.

Foto: Muhammad Yusran Laitupa, Direktur Yayasan BaKTI.

“Kolaborasi merupakan pendorong utama dari tercapainya berbagai tujuan pembangunan. Oleh karena itu dalam melaksanakan Program INKLUSI ini, Yayasan BaKTI berkolaborasi bersama mitra-mitra LSM di wilayah kerja program,” jelas Muhammad Yusran Laitupa, Direktur Yayasan BaKTI.

Enam mitra Yayasan BaKTI dalam menjalankan program INKLUSI adalah YLP2EM (Yayasan Lembaga Pengkajian Pengembangan Ekonomi dan Masyarakat) Parepare, YESMa (Yayasan Eran Sangbure Mayang) Tana Toraja, Rumah Generasi Ambon, RPS (Rumpun Perempuan Sulawesi Tenggara) Kendari, UDN (Yayasan Ume Daya Nusantara) Kupang, dan LRC (Lombok Research Center) Lombok Timur. Program ini juga melanjutkan kerja pemerintah, organisasi  masyarakat sipil (OMS) dan gerakan sosial di Indonesia, termasuk gerakan perempuan untuk memajukan kesetaraan gender, pemenuhan hak penyandang disabilitas, dan inklusi  sosial.

Dalam pelaksanaan program, Yayasan BaKTI dan mitra lokal di masing-masing wilayah, akan membangun kemitraan dan kerjasama empat stakeholder kunci, yaitu DPRD, OPD terkait, media massa melalui Forum Media, dan kelompok masyarakat marginal dan rentan dan disabilitas melalui Kelompok Konstituen pada tingkat desa/kelurahan.

Peluncuran Program INKLUSI Yayasan BaKTI dihadiri dan dibuka oleh Kepala Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan Andi Darmawan Bintang. Acara ini juga dihadiri oleh Team Leader INKLUSI-Cowater Erin Anderson dan perwakilan dari enam mitra Yayasan BaKTI.

Perempuan, anak, disabilitas, dan kelompok minoritas lainnya adalah kelompok-kelompok yang harus dirangkul dan menjadi subyek dalam pembangunan. Pembangunan yang inklusif dan masyarakat yang inklusif adalah menempatkan semua manusia sebagai manusia dan memanusiakan manusia.

No comments

Exit mobile version