barbareto.com | Jakarta – Perkembangan kasus Kejahatan Seksual yang diduga dilakukan pendiri sekaligus pemilik Sekolah Selamat Pagi Indonesia di Kota Batu Malang JE (49) memasuki tahap proses pemeriksaan konfrontasi keterangan saksi JE dan korban.
Untuk melengkapi berkas-berkas yang dapat dijadikan sebagai barang bukti, Rabu 30/07 dua orang korban didampingi Komnas Perlindungan Anak dan Tim LBH Surabaya serta Tim Advokasi dan Litigasi SMA Selamat Pagi Indonesia diperiksa kembali untuk dikonfrontir terhadap kesaksian JE dan dilanjutkan dengan penyerahan dan menyaksikan barang bukti berupa fashdisk yang berisi testimoni korban, video, CCTV dan dokumen lainnya yang diharapkan oleh korban dapat dijadikan bukti petunjuk dan bukti saksi yang mengetahui peristiwa namun tidak berbuat.
Oleh karennya, setelah konfontir keterangan korban dengan keterangan kesaksian JE , dan demi kepastian hukum, Komisi Nasional Perlindungan Anak berharap status kejahatan seksual yang diduga dilakukan JE ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka.
Kemudian demi keadilan bagi korban, Komnas Perlindungan Anak juga meminta atensi Kapolda Jawa Timur agar kasus kejahatan seksual yang diduga dilakukan JE berjalan dengan berkeadilan dan tidak bergeser dari tindak pidana kejahatan seksual ke perkara lainnya yang dimungkinkan mengorbankan orang lain.
Kemudian diharapkan memeriksa dan meminta keterangan dari pengelolah Sekolah Selamat Pagi Indonesia yang mengetahui dan mendapat laporan dari korban sejak sekolah ini didirikan tahun 2007, namun tidak berbuat dan justru terjadi pembiaran.
Atas peristiwa dugaan kejahatan seksual yang terjadi Sekolah Selamat Pagi Indonesia Kota Batu ini, demi keadilan dipastikan mendapat atensi dari pak Kapolda Jatim dan jajaran Direskrimum yang memeseriksa perkara ini, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak kepada sejumlah media selepas mendampingi pemeriksaan korban oleh Unit Renakta Polda Jatim Rabu 30/06.
Untuk memudahkan pemeriksaan terhadap terduga pelaku JE, lebih lanjut Arist meminta agar dilakukan pencekalan terhadap JE.
Kemudian untuk mendapat kepastian kesehatan mental dan jiwa korban seperti yang dituduhkan JE melalui penasehat hukumnya yang menyatakan bahwa pelapor perlu diperiksa kehatan jiwanya, dalam waktu segera Tim Advokasi dan Litigasi SMA SPI yang memeriksanya secara independen sebagai “secon opinion” untuk dijadikan dokumen visum.
Dalam proses pemeriksaan ini berlangsung di Polda Jatim pelapor resah karena mendapat ancaman melalui media sosial.
Nah, untuk kepentingan perlindungan sebagai saksi dan korban, Komnas Perlindungan Anak telah meminta kehadiran negara melalui LPSK untuk melindungi korban mendapat perlindungan fisik dan perlindungan lainnya.
“Inilah situasi dan posisi perkara dugaan kejahatan seksual yang diduga dilakukan JE yang sedang berproses di Polda Jatim. Mudah-mudahan kasus tindak pidana ini terang berderang, cepat dan berkeadilan karena kasus ini merupakan kasus tindak pidana khusus dan luar biasa. Mengingat kasus ini merupakan kasus tindak pidana luar biasa (extraordinary crime) maka penyelesaiannya pun juga harus luar biasa, karena terduga pelaku sesuai dengan UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan PP No. 70 Tshun 2020 tentang Tatalaksana Kebiri dapat diancam pidana seumur hidup dan tambahan sanksi berupa kebiri suntik kimia,” jelas Arist.