barbareto.com | Lombok Timur – Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Kabupaten Lombok Timur (Lotim) H. Mugni merespon persoalan sampah yang selalu merusak pemandangan di Pantai Labuhan Haji, Kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur.
Menurutnya persoalan sampah tersebut harus dibarengi dengan kerja sama yang baik antar semua elemen masyarakat. Bukan hanya urusan pemerintah saja, namun itu juga membutuhkan kesadaran bersama.
“Sampah itu harus menjadi gerakan, gerakan bersih sampah,” ucap H. Mugni ketika ditemui barbareto.com setelah acara Ekspose Potensi dan Promosi Pariwisata di Kabupaten Lotim yang berlokasi di Gedung Wanita. (29/6/21)
Sebab kata Dia, bagaimanapun upaya Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Lotim bersinergi dengan Dispar Lotim untuk membersihkan sampah di Pantai Labuhan Haji, maka hal itu tidak akan berdampak signifikan selama tingkat kesadaran masyarakat masih rendah.
Apalagi menurutnya, masih banyak masyarakat yang membuang sampah di sungai sehingga menyebabkan penumpukan sampah di Pantai Labuhan Haji. Sebagaimana diketahui bersama, Pantai Labuhan Haji merupakan mura dari sungai tersebut.
“Selama masih ada orang pancor membuang sampahnya di sungai sanggeng, maka selama itulah akan tetap kotor di sana (Pantai Labuhan Haji – red),” sebut Mugni.
Oleh sebab itulah, Ia mengajak semua masyarakat untuk membangun kesadaran bersama mengenai dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah.
“Mari kita bergerak bersama, sampah itu merupakan kewajiban kita untuk bersih,” pungkasnya.
Dia juga mengklaim selama ini pihaknya selalu mengadakan gotong royong menggandeng Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat untuk membersihkan Pantai Labuhan Haji.
“Tapi tidak bisa dengan gotong royong terus, selama sampahnya masih mengalir dari sungai. Itulah persoalan kita,” ucap Kadispar.
Lebih lajut, Mugni mengatakan untuk mengembangkan potensi wisata di Pantai Labuhan Haji diperlukan kesadaran bersama. Mengingat, Pantai Labuhan Haji merupakan distinasi wisata yang selalu dikunjungi oleh masyarakat Lotim diakhir pekan.
“Satu, kita buat regulasi dan yang kedua kita sadar bersama sepanjang aliran sungai. Barulah bisa diselesaikan, jadi dia harus menjadi gerakan,” tandsnya. (gok)