barbareto.com | Sabtu 19 Maret 2022, bertempat di Pura Luhur Batukau, Penebel, Tabanan. Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan pidatonya prihal memuliakan keluhuran kebudayaan Bali guna meningkatkan krama Bali niskala – skala.
Bali memiliki warisan adiluhung berupa Adat Istiadat, Tradisi, Seni, Budaya, serta Kearifan Lokal yang sangat kaya, unik, unggul, agung, dan luhur.
Adat Istiadat Bali menyatukan Manusia/Krama atau masyarakat Bali dalam tata-titi hukum adat, kebudayaan, tata pemerintahan, dan tata kemasyarakatan.
Kebijaksanaan luhur hukum adat menata Krama Bali dalam dimensi Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan.
Etik dan etos, serta swagina Krama Bali membentuk kebudayaan yang khas, lentur, dan berdayaguna dalam membangun kesejahteraan bersama.
Tata pemerintahan Desa Adat dikelola dalam semangat gotong royong sesuai dengan linggih, sesana, swadharma, dan swadikara.
Adat Istiadat Bali yang terlembagakan dalam wadah Desa Adat sejak ribuan tahun telah menjadi benteng pertahanan peradaban Bali dari berbagai bentuk ancaman, guncangan, dan intervensi serta persaingan global.
Pada setiap Desa Adat terdapat beragam tradisi luhur yang terwarisi turun temurun.
Ragam tradisi berupa permainan rakyat (dedolanan), olahraga (cacepetan), pengobatan (usadha), pengetahuan (kawicaksanaan), arsitektur (undagi), kuliner (boga) dan tradisi lisan (satua) telah terwarisi sebagai sarana membangun jiwa dan raga Krama Bali.
Pada beragam tradisi Bali tersebut terkandung nilai-nilai universal, sehingga kecakapan dan keterampilan Krama Bali di bidang tradisi dapat menjadi media untuk berprestasi baik tingkat lokal, nasional, maupun internasional.
Selain itu, tradisi Bali seperti usadha dan kuliner juga dapat dikembangkan menjadi industri produk olahan yang berdaya saing.
Nilai tradisi juga terwujud dalam seni-budaya yang merupakan kekayaan genuine Bali, antara lain: Seni Tari (Sasolahan), Seni Karawitan (Tetabuhan), Seni Pedalangan (Reringgitan), Seni Lukis (Meranggi), Seni Patung (Nogog), Seni Kriya (Pepatran), Bahasa-Aksara-Sastra (Nyastra), Desain (Reriptan), dan Busana (Wewastran).
Kesenian Bali yang menyatu dalam tata-titi/tatanan kebudayaan Bali berfungsi baik Sakral (Wali), Semi Sakral (Bebali), maupun Profan (Balih-Balihan), telah menarik perhatian, kekaguman, dan kecintaan masyarakat dunia terhadap Bali.
Hal ini menyebabkan Bali menjadi pulau yang sangat terkenal di dunia (Kaloktah ring Satungkeb Bhuwana). Ragam karya, capaian estetika, beserta teknik artistik yang khas, detail, berkarakter, mewujud dalam sistem pengetahuan yang dialihgenerasikan dalam tata-titi kemasyarakatan Desa Adat bahkan telah menjadi sumber pengetahuan masyarakat berbagai negara.
Pewarisan Seni-Budaya Bali menjadi tanggung jawab geneologis Krama Bali dari zaman ke zaman, karena bakat seni-budaya bagi masyarakat Bali merupakan titipan Bhatara Sasuhunan, Guru-Guru Suci, Leluhur, dan Lelangit kepada setiap generasi Bali.
Peneguhan geneologis Krama Bali senantiasa ditopang warisan kearifan lokal yang suci, luhur, dan agung, diantaranya: tata nilai, norma, kebijaksanaan luhur, Upakara dan Upacara.
Kearifan lokal telah menyatu padu dalam sanubari masyarakat Bali.
Setiap pribadi manusia Bali sejak dalam kandungan, lahir, tumbuh, dewasa, tua hingga meninggal dunia dituntun, disucikan, serta dimuliakan melalui tata-titi kearifan lokal Bali sehingga terbentuk pribadi berkarakter budi luhur.
Upakara dan Upacara menjadi tata-titi kehidupan yang mesti dilaksanakan sebagai wujud dreda bhakti kepada Hyang Widhi Wasa, Bhatara Sasuhunan, Guru-Guru Suci, Leluhur, dan bukti welas asih kepada Alam Semesta beserta Isinya.
Pada setiap wujud Dreda Bhakti, Krama Bali mempersembahkan Upakara.
Upakara merupakan simbol-simbol suci, wujud ekspresi, wahana, sekaligus sarana untuk mendekatkan diri kepada Hyang Pencipta, Guru-Guru Suci, Leluhur, Sesama, dan Alam Semesta.
Upakara dilaksanakan/dilakoni dengan landasan tulus ikhlas, semangat kebersamaan, Desa Kala Patra, Desa Mawacara, dan menjunjung nilai Kebenaran (Satyam), Kesucian (Siwam), dan Keindahan (Sundaram).
Upakara dari yang Alit, Madya, dan Agung/Utama dirangkai dari hasil bumi dan swagina Krama Bali, seperti: berbagai jenis dedaunan, bunga, buah, akar, batang, duri, umbi-umbian, telur, olahan daging, olahan sayur, dan olahan jajan.
Upakara dijaga kerajegannya dengan dasar Tatwa, Ajaran, dan Etika yang tersurat dalam Pustaka Suci Lontar, diantaranya: Lontar Pelutuk Banten, Yadnya Prakreti, Widhi Sastra, Dharma Caruban, dan berbagai Dresta Lokal lainnya di Bali.
Bali mewarisi bermacam jenis Upakara yang Sakral, Suci, dan Indah, dari Canang Sari, Pejati, Soroan, Gebogan, Pajegan, Dangsil, Gayah, Sarad, Pulogembal, hingga Bagia Pulakerti dan Panyejeg.
Persembahan Upakara dilaksanakan melalui Upacara Yadnya yang dipimpin oleh Sulinggih atau Pamangku. Upacara Yadnya didasarkan pada siklus: wewaran, pawukon, sasih, dan tahun.
Mulai dari Lima Harian (setiap Kliwon), Lima Belas Harian (Kajeng Kliwon), Tiga Puluh Harian (Purnama dan Tilem), Tiga Puluh Lima Harian atau Satu Bulan Bali (setiap Tumpek), Enam Bulanan atau 210 Hari Sekali (seperti Galungan Kuningan; Saraswati; Pagerwesi; dan lain-lain), Setahun Sekali (Ngusaba, Nyepi), 10 Tahun Sekali (Pancawali Krama), 100 Tahun Sekali (Eka Dasa Rudra), sampai 1000 Tahun Sekali (Baligya Marebhu Bhumi).
Upacara Yadnya dilaksanakan dalam skala tempat (Satuan Palinggih), Ruang (Pura, Setra, Perempatan/Catusphata atau Pertigaan, Pantai, Laut, Danau, Hutan, Mata Air, Sawah, dan Tegalan), dan Wilayah (Pekarangan, Desa Adat, Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Negara).
Berdasarkan jenis, Upacara Yadnya meliputi: Yadnya untuk memuliakan Hyang Pencipta (Dewa Yadnya), memuliakan Leluhur (Pitra Yadnya), memuliakan Guru-guru Suci (Rsi Yadnya), memuliakan Sesama (Manusa Yadnya), dan untuk memuliakan Alam Semesta (Butha Yadnya).
Pada setiap pelaksanaan Upacara Yadnya ditampilkan seni-budaya sakral, yakni: Tarian Sakral (seperti: Tari Sanghyang, Tari Rejang, Tari Baris, Topeng Sidakarya, dan/atau Wayang Lemah), Gamelan Sakral (seperti: Selonding, Gong Gede, Saron, dan lain-lain), Nyanyian Sakral (seperti: Kidung, Wirama, Palawakya, dan lain sebagainya).
Selain Upakara yang meliputi berbagai jenis banten juga dilengkapi wahana ritus: Sanggar Surya, Sunari, Penjor, Lelontek, Pangawin, Bebandrangan, Bade, Jempana, dan lain-lain.
Pada momen bersamaan juga diusung Pralingga, Pratima, Pusaka dan Arca-arca Suci.
Upakara dan Upacara Krama Bali memiliki tata-titi sangat unik yakni menyatukan Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya dan Kearifan Lokal.
Upakara dan Upacara yang sangat unik ini dilakukan sebagai wujud Rasa Bhakti dan terima kasih kehadapan Hyang Pencipta, Guru-guru Suci, dan Leluhur serta welas asih kepada Alam Semesta beserta Isinya.
Bersamaan dengan itu keberadaan Upakara dan Upacara menjadi perekat kohesi sosial Krama Bali dari zaman dahulu hingga kini, sekaligus memutar roda perekonomian masyarakat.
Banyak Industri Kecil dan Menengah serta Usaha Mikro Kecil dan Menengah milik Krama Bali yang bergerak di bidang produksi, distribusi, jasa, dan jual beli sarana Upacara.
Penguatan ekosistem Upakara dan Upacara Dresta Bali telah ditata dari hulu sampai hilir.
Baca juga : Gubernur Koster Serahkan Bantuan Wayang Kulit dan Gambelan Gender ke Pengempon Pura Agung Besakih
Di hulu, Pemerintah Provinsi Bali Bersama Desa Adat saling bersinergi dalam pengembangan Taman Gumi Banten; konservasi tanaman langka endemik Bali untuk sarana Upacara dengan memanfaatkan telajakan pekarangan rumah dan tanah palaba milik Desa Adat.
Di tengah, dilakukan sinergi Majelis Desa Adat se-Bali dengan berbagai Lembaga terkait di semua tingkatan dalam sosialisasi, pembinaan, serta pelatihan kepada Serati Banten.
Di hilir mulai dikembangkan Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) dalam unit usaha penyediaan sarana Upakara dan Upacara Dresta Bali.
Berefleksi dari sejarah peradaban Bali yang panjang, bahwa keberadaan Upakara dan Upacara yang menyatu padu langsung dengan seluruh Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya, serta dilandasi Kearifan Lokal yang luhur dan suci terbukti tidak menjadikan Krama/Masyarakat Bali kekurangan pangan dan miskin.
Sebaliknya melalui Upakara dan Upacara yang menyatu padu dalam Kebudayaan Bali justru membuat Alam Bali menjadi lestari; Krama Bali memiliki jati diri, berkarakter, dan berkepribadian, serta kreatif-inovatif; dan Kebudayaan Bali menjadi semakin berkembang.
Aktivitas Upacara terbukti telah mampu mendorong perekonomian lokal Krama Bali terus tumbuh, serta telah menjadikan Krama Bali sejahtera.
Upakara dan Upacara Dresta Bali benar-benar merupakan fondasi eksistensi peradaban Bali sepanjang zaman, yang telah teruji menjadikan Bali eksis dan survive dengan kokoh, lentur, dan berkelanjutan serta memberi manfaat kesejahteraan dan kebahagiaan Krama Bali secara niskala-sakala dari dahulu sampai saat ini, berlanjut sampai masa mendatang, sepanjang zaman.
Inilah tata-titi kehidupan Krama Bali yang telah diwariskan oleh Leluhur yang harus Kita jaga bersama keberlanjutannya sepanjang zaman.
Bayangkan betapa tidak mudah Guru-Guru Suci Kita menentukan lokasi Pura di puncak-puncak gunung, betapa sulitnya Pendahulu/Panglingsir Kita dalam membangun Pura di puncak-puncak gunung itu, berikut betapa loyal dan konsisten Krama Bali dalam melaksanakan Upacara Piodalan atau Pujawali dengan perangkat Upakara yang lengkap, yang dilaksanakan secara berkala sejak ribuan tahun hingga saat ini.
Tidak pernah sekali pun, Beliau mengeluh, lelah, menyerah, apalagi secara sengaja mengabaikan dan meninggalkan Upakara dan Upacara Suci tersebut.
Tantangan, masalah, dan kondisi yang dihadapi justru semakin menebalkan rasa bhakti Beliau kepada Hyang Maha Pencipta.
Spirit dari seluruh rangkaian perjuangan dan wujud bhakti Guru-Guru Suci, Leluhur, dan Panglingsir Bali inilah yang mesti Kita hormati, Kita junjung tinggi, Kita muliakan dengan meneladani dalam sikap dan semangat hidup kita bersama.
Alangkah tidak bijak, jikalau sampai berani menyatakan bahwa Upakara dan Upacara Suci itu sebagai bentuk pemborosan, pemiskinan, apalagi sampai menghasut orang untuk meninggalkan tata-titi warisan Upakara dan Upacara Suci ini.
Sungguh merupakan tindakan tidak terpuji mengagung-agungkan budaya luar, berikut membawa budaya luar itu ke Gumi Bali, membenturkan dengan budaya Bali, apalagi sampai meninggalkan dan menenggelamkan Kebudayaan Bali.
Hal ini benar-benar bertentangan dengan masyarakat dunia yang justru sangat mengagumi, mencintai, dan menghormati Kebudayaan Bali. Bahkan mereka sampai berulang kali mengunjungi Bali hanya untuk melihat kekayaan, keunikan, dan keunggulan Kebudayaan Bali.
Dalam arus deras dinamika zaman secara lokal, nasional, dan global saat ini, Bali tengah menghadapi permasalahan dan tantangan berat serta kompleks yang berpengaruh terhadap eksistensi dan keberlanjutan Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya, juga Kearifan Lokal Bali.
Krama Bali agar senantiasa eling, waspada, tragia, dan pageh dalam menghadapi ancaman baik internal maupun eksternal yang berupaya merongrong, melemahkan, bahkan berniat menggantikan keberadaan Kebudayaan Bali beserta tata-titi Upakara-Upacara Dresta Bali ini.
Kita patut bersyukur, Bali memiliki Desa Adat yang diwariskan oleh Leluhur Bali, di mana Krama Desa Adat secara konsisten terus melaksanakan Upakara dan Upacara dengan tata-titi yang menyatukan Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya, dan Kearifan Lokal, sehingga secara otomatis kehidupan Seni-Budaya Bali terpelihara secara permanen dan berkelanjutan.
Seni-Budaya Bali tidak akan pernah mati, tidak akan pernah punah, dan tidak akan pernah redup, tetapi justru akan terus hidup dan berkembang di tengah-tengah kehidupan Masyarakat sepanjang zaman.
Inilah yang menjadi kekuatan inheren Alam, Krama, dan Kebudayaan Bali, sehingga Bali menjadi pulau yang sangat religius, kultural, tenget, dan mataksu.
Dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru, Saya berkomitmen sungguh-sungguh menjadikan Kebudayaan sebagai hulu pembangunan Bali, guna mewujudkan Gumi dan Krama Bali benar-benar berkepribadian dalam Kebudayaan sesuai Prinsip Trisakti Bung Karno.
Saya memastikan bahwa Saya senantiasa berada di garda terdepan dalam penguatan dan pemajuan Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya dan Kearifan Lokal Bali.
Arah dan pola kebijakan Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali telah dituangkan dalam Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur Bali, serta telah diimplementasikan secara nyata dan berkelanjutan dalam berbagai program.
Adapun kebijakan yang dilaksanakan untuk memajukan Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya, dan Kearifan Lokal Bali yaitu: Memperkuat Desa Adat melalui Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali.
Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali melalui Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2020.
Menerapkan Hari Penggunaan Busana Adat Bali melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018. Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018.
Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan Bali melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 25 Tahun 2020.
Menyelenggarakan Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat (SIPANDU BERADAT) melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020.
Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 24 Tahun 2020.
Pelestarian Tanaman Endemik Bali sebagai Taman Gumi Banten, Puspa Dewata, Usada, dan Penghijauan melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 29 Tahun 2020.
Memberdayakan Minuman Khas Bali melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
Bali Energi Bersih melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019.
Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 48 Tahun 2019.
Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 55 Tahun 2019. Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018.
Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019.
Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2021.
Pemanfaatan Produk Garam Tradisional Lokal Bali melalui Bali melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 17 Tahun 2021.
Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali Berdasarkan Nilai-nilai Kearifan Lokal Sad Kerthi dalam Bali Era Baru melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 04 Tahun 2022.
Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Provinsi Bali melalui Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 05 Tahun 2022.
Oleh karena itu, sebagai Gubernur, Saya mengajak segenap Krama Bali di mana pun berada, mari bersama-sama dengan penuh kesadaran berguru kepada Leluhur dan Panglingsir Kita tentang kekuatan Rasa Bhakti, yang diwujudkan dengan sikap pageh, kukuh, tidak pernah lelah, dan tidak pernah menyerah dalam kondisi seberat apa pun.
Mari bersama-sama kita menjaga dan memuliakan keluhuran serta kesucian Upakara dan Upacara Dresta Bali dalam keutuhan Kebudayaan Bali yang telah teruji dan terbukti rajeg sekaligus bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman.
Sebagai generasi penerus yang bertanggung jawab terhadap warisan Alam, Manusia/Krama, dan Kebudayaan Bali, Saya mengajak: Mari dengan penuh keyakinan dan ketangguhan, bergerak serentak, bersatu padu, bersama-sama terus memperkokoh, memperkuat, dan memajukan Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya, dan Kearifan Lokal Bali karya adi luhung Ida Bhatara Sahununan, Guru-guru suci, Ida Dalem Raja-raja Bali, Leluhur, Lelangit, Kawi Wiku, serta Panglingsir Bali.
Marilah Kita dengan terhormat menjadikan Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya dan Kearifan Lokal Bali yang adiluhung sebagai sumber nilai-nilai kehidupan yang kokoh, membangun Sumber Daya Manusia Bali unggul yang memiliki jati diri, berkarakter, dan bermartabat dalam menghadapi arus deras perubahan zaman.
Ayo dengan penuh bangga, Kita jadikan Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya dan Kearifan Lokal Bali yang adiluhung sebagai sumber inspirasi dalam mengembangkan karya-karya seni-budaya secara kreatif dan inovatif yang mencerahkan masyarakat sejagat.
Mari Kita dengan percaya diri tinggi menjadikan Adat Istiadat, Tradisi, Seni-Budaya dan Kearifan Lokal Bali yang adiluhung sebagai basis untuk mengembangkan perekonomian lokal Krama Bali dengan Ekonomi Kerthi Bali, guna meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan Krama Bali niskala-sakala.
Dengan keseluruhan cara, pola perilaku demikian, yang dilakukan secara bersama-sama dengan konsisten dan teguh pendirian oleh segenap komponen Krama Bali, Saya meyakini bahwa Gumi Bali dengan Kebudayaannya akan tetap kokoh dan lentur dalam menghadapi arus deras perkembangan zaman, termasuk munculnya permasalahan dan tantangan dalam skala lokal, nasional, dan global. (rls)