Utang dan Strategi Fiskal Lombok Timur di Masa Pandemi

0

barbareto.com | Opini – Mamasuki semester kedua di tahun 2021, geliat perekonomian Kabupaten Lombok Timur belum menunjukkan ke arah yang menggembirakan. Apalagi dengan di keluarkannya peraturan oleh pemerintah daerah dengan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level II.

Perubahan istilah dari zona warna ke level tersebut berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 26 Tahun 2021 Tentang PPKM penggunaan level di semua wilayah Indonesia.

Kebijakan ini secara tidak langsung akan berdampak kepada semua aktivitas masyarakat. Khususnya sector ekonomi. Tidak hanya sektor rill. Beberapa sektor skala besar seperti perdagangan besar dan eceran kebutuhan rumah tangga pun mengalami dampak yang cukup signifikan.

Kebijakan pembatasan sosial dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat secara luas yang mengakibatkan perlambatan ekonomi dan turunnya daya beli masyarakat, mendorong daerah-daerah yang ada di Indonesia termasuk Lombok Timur ke dalam resesi pada tiga triwulan terakhir.

Pemerintah Pusat melalui kebijakan fiskal segera mengambil langkah pencegahan dan penanganan Covid-19 serta program pemulihan ekonomi nasional. Kebijakan fiskal berperan sebagai countercyclical bagi perekonomian, menahan laju perlambatan ekonomi serta peningkatan kemiskinan dan pengangguran. 

Melihat hal ini, seharusnya Lombok Timur pun harus mampu berbenah dan membuat strategi dalam pengelolaan fiskal daerah. Kita bisa mengatakan bahwa saat ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sedang diuji.

Turunnya penerimaan akibat perlambatan ekonomi dihadapkan dengan kenaikan kebutuhan belanja pemerintah dalam rangka mendukung PC PEN (Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional). Hal ini tentunya meningkatkan potensi melebarnya defisit anggaran pemerintah. 

Keadaan Fiskal Lombok Timur

Kemandirian fiskal merupakan indikator utama dalam mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk membiayai sendiri kegiatan pemerintah daerah, tanpa tergantung bantuan dari pihak luar, termasuk dari pemerintah pusat (BPK, 2020).

Dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih luas untuk mengumpulkan PAD melalui perluasan objek 

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta adanya pemberian diskresi didalam penentuan tarif pajak. Tercapainya kemandirian fiskal akan menjadikan pemerintah daerah memiliki kesempatan yang lebih besar dalam memajukan wilayahnya. Selain itu, penguatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga membuat keuangan daerah lebih stabil apabila keuangan 

Derajat desentralisasi fiskal atau otonomi fiskal adalah kemampuan pemerintah dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah guna membiayai pembangunan. Derajat desentralisasi fiskal menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari terselenggaranya desentralisasi fiskal antara lain untuk memperkecil kesenjangan antara keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik Rasio dirumuskan Desentralisasi Fiskal dengan membagi antara Pendapatan Asli Daerah dengan Total Penerimaan Daerah.

Sejak terjadinya Pandemi dari tahun 2020 sampai saat ini sangat berimbas terhadap pendapatan Lombok Timur. Saat ini pendapatan dianggap tidak mampu menutupi berbagai rencana pembangunan dan pembiayaan pemerintah daerah Lombok Timur. Dari target awal PAD sekitar 400 milyar, kini pemerintah daerah sudah mulai melunak. Ini dilihatd ari beberapa rapat OPD akhir-akhir ini Bapak Bupati sudah mulai menurunkan targer penerimaan asli daerah menjadi sekitar 280 milyar.

Dengan melihat defisit yang ada, Pemerintahan Sukiman-Rumaksi (SUKMA) membuat skema pinjaman dan mengusulkannya kepada DPRD melalui skema Pemulihan ekonomi Nasional (PEN). Pada tahun 2021 ini, postur APBD Murni Lombok Timur sebesar Rp 2,822 Triliun dengan PAD sebesar Rp 415,32 Miliar. Tetapi kemudian kebutuhan mengalami pengurangan di APBD perubahan 2021 menjadi Rp 2,815 Triliun. 

Berdasarkan kajian Lombok Resarch Center (LRC) yang menyatakan tingkat desentralisasi fiskal Lombok Timur tergolong kurang. Hal ini dibuktikan dengan mengukur rasio antara PAD dengan total penerimaan daerah. Dari data yang ada, tingkat desentralisasi Lombok Timur pada 2019 adalah sebesar 10 persen. Hal ini juga menandakan bahwa pemerintah Lombok Timur masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah pusat dalam kemandirian keuangan daerahnya. Dilihat dari derajat desentralisasi fiskal Lombok Timur tahun 2016-2018, rata-rata tingkat penerimaan PAD terhadap Total Penerimaan daerah sebesar 12 persen.  

Jumlah ini merupakan jumlah yang relatif kurang, kerena tingkat pencapaian kinerja keuangan daerah dari PAD terhadap Total Penerimaan Daerah yang rendah menunjukan masih besarnya ketergatungan yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pemerintah pusat berarti menunjukan adanya konstribusi yang rendah terhadap pembiayaan pembangunan pada pemerintah Lombok Timur.

Utang dan Tantangannya 

Pinjaman daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi Pemerintah Daerah, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah.

Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. (Pasal 1 Angka 1 PP Nomor 56 Tahun 2018). 

Lombok Timur sudah mengambil keputusan untuk melakukan pinjaman pada tahun 2021 ini. Pinjaman pertama sebesar Rp155 Miliar kepada PT. Sarana Muliti Infrastruktur (SMI. Dan yang kedua yaitu kepada PT. Bank NTB Syariah sebesar 90 miliar. 

Hal ini tentunya harus menjadi perhatian terutama terhadap tantangan yang harus dihadapi yaitu pengembalian pokok dan bunga dari pinjaman tersebut. Pengembalian pokok pinjaman dan bunga akan menjadikan permasalahan kedepan jika tidak mampu di rencanakan dengan baik. Perencanaan yang baik akan menjadi kunci kesuksesan dalam pengembalian baik pokok pinjaman maupun bunga karena penerimaan daerah baik yang berasal dari PAD dan Transfer Ke Daerah bisa saja mengalami fluktuasi. 

Berdasarkan pada Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.07/2021 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK. 07/2020 tentang Pengelolaan Pinjaman Pemulihan ekonomi Nasional Untuk Pemerintah Daerah terdapat beberapa syarat seperti; (1) biaya pengelolaan pinjaman per tahun sebesar 0,185% (nol koma satu delapan lima persen) dari jumlah Pinjaman PEN Daerah; dan (2) biaya provisi sebesar 1% (satu persen) dari jumlah Pinjaman PEN Daerah. 

Masih dalam Pasal 2 (3) PMK No. 43/PMK. 07/2021 Tingkat suku bunga Pinjaman PEN Daerah diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: 

  1. Untuk dana pinjaman yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2020 dan Perjanjian Pemberian Pinjaman ditandatangani pada tahun 2020, tingkat suku bunga diberikan sebesar 0% (nol persen); dan 
  2. Untuk dana pinjaman yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2021 dan tahun-tahun berikutnya dan Perjanjian Pemberian Pinjaman ditandatangani pada tahun 2021 dan tahun-tahun berikutnya, tingkat suku bunga ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 

Karena melihat rencana waktu peminjaman berada pada tahun anggaran 2021 maka, skema suku bunga yang ditetapkan mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan; (1) Pinjaman PEN dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun sebesar 5,30% (lima koma tiga nol persen); (2) Pinjaman PEN dengan jangka waktu 5 (lima) tahun sebesar 5,66% (lima koma enam enam persen); dan (3) Pinjaman PEN dengan jangka waktu 8 (delapan) tahun sebesar 6,19% (enam koma satu sembilan persen).

Berdasarkan uraian singkat tersebut, Lombok Research Center (LRC) berpendapat wacana mengenai rencana Pemprov NTB untuk menyehatkan APBD melalui pinjaman kepada PT. SMI dan PT. Bank NTb Syariah telah melalui analisis market discipline, direct administrative control, cooperative control, dan rule – based control. 

Untuk itu, diperlukan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar menjadi lebih kreatif dan inovatif didalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sehingga tingkat kemandirian serta kapasitas fiskal daerah menjadi lebih meningkat. Pinjaman daerah akan berfungsi optimal bagi pembangunan daerah bila disertai dengan tata kelola yang baik. Pembangunan sistem yang baik menjadi penting karena tidak hanya bisa menyinergikan orientasi pembangunan, tapi juga konsekuensinya terhadap tujuan peningkatan kesejahteraan 

Kebutuhan pembiayaan pembangunan di Lombok Timur yang terus meningkat terutama seiring dengan Lombok Timur yang menjadi daerah penyangga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika memang tidak mungkin dapat ditanggung sepenuhnya oleh APBD saat ini. apalagi dengan semakin kompleksnya pembangunan yang harus diselesaikan di 21 kecamatan yang ada. Pembiayaan melalui hutang sebagai sumber alternatif untuk kepentingan daerah memang masih dimungkinkan.  

Namun, meskipun dimungkinkan sesuai aturan perundang-undangan seharusnya Lombok Timur juga tidak boleh terlena dengan kemudahan yang difasilitasi oleh pemerintah pusat tersebut, karena masih banyak potensi sumber daya yang ada di Lombok Timur belum dimaksimalkan. Sebagai contoh, Lombok Timur memiliki potensi yang sangat luar biasa di bidang Pertanian dan sumberdaya alam. Hal ini dilihat dari begitu besarnya sumbangan sector pertanian ini dalam menjaga kestabilan ekonomi daerah. Sector pertanian mampu memberikan kontribusi sebesar 27% bagi PDRB Lombok Timur.   

Belum lagi di sektor pariwisata. Desa-desa di Lombok Timur memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh desa di daerah lain di NTB nahkan di Indonesia. Namun sampai saat ini dari 3,7 Juta kunjungan wisatawan ke NTB tahun 2019 yang lalu, hanya 1 persen yang mampu di gaet untuk datang ke Lombok Timur. Ini menjadi catatan penting kita kedepannya.

Belum lagi asset yang dimiliki oleh Lombok Timur yang mencapai lebih dari 3 triliun. Apabila keberadaan aset-aset tersebut mampu dimanfaatkan secara produktif maka, akan sangat membantu sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Pengelolaan aset daerah merupakan salah satu kunci dari keberhasilan pengelolaan ekonomi daerah. Untuk itu, LRC berpendapat bahwa sangat penting untuk melakukan pengelolaan aset secara tepat dan berdayaguna dengan didasari prinsip pengelolaan yang efektif dan efisien. 

Penulis Adalah Peneliti Lombok Research Center (LRC) 

No comments

Exit mobile version