barbareto.com | Wakil Bupati (Wabup) Kabupaten Lombok Utara (KLU) berinisial DKF tidak dapat memenuhi panggilan dari penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dengan alasan sakit.
Penyidik Kejati NTB sebelumnya telah melayangkan surat pemanggilan terhadap Wakil Bupati KLU aktif tersebut, pemanggilannya sebagai tersangka (TSK) atas kasus dugaan korupsi penambhan pembangunan ruang ICU RSUD KLU pada tahun 2019.
Namun DKF melalui pengacaranya menyampaikan tidak dapat memenuhi pemanggilan.
DKF rencananya akan menjalani pemeriksaan sebagai TSK pada hari ini, Selasa 12 April 2022.
Namun demikian, pemeriksaan perdana sejak ditetapkan sebagai TSK terhadap DKF terpaksa ditunda.
“Tidak hadir karena Wabup sedang sakit,” ucap Juru Bicara Kejati NTB, Efrien Saputra, Selasa 12 April 2022.
Efrien mengatakan alasan itu disampaikan langsung penasihat hukum DKF yang disertai surat keterangan dengan nomor 11.04/LBH-LH/IV/2022.
Dalam surat keterangan tersebut DKF diminta untuk istirahat selama lima hari sampai kondisi kesehatannya membaik.
“Sebenarnya kemarin dipanggil sebagai saksi atas kasus penambahan ruang IGD dan hari ini rencananya akan diperiksa sebagai tersangka atas kasus ICU,” jelas Efrien.
Baca juga : Soroti Kasus RSUD KLU, Pengamat Hukum: Harusnya Ada Upaya Penahanan
DKF terseret dalam kasus dugaan korupsi tersebut bersama empat tersangka lain, yakni Direktur RSUD KLU berinisial SH, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Direktur PT. Batara Group berinisial MF serta Direktur CV. Indo Mulya Consultant.
DKF bertindak sebagai staf ahli konsultan pengawas pada CV. Indo Mulya Consultant serta mengawasi pembangunan IGD. Ketika itu, DKF belum menjabat sebagai Wakil Bupati KLU.
Efrien mengatakan, meski harus tertunda penyidik bakal mengagendakan ulang pemeriksaan DKF.
“Nanti akan kita layangkan panggilan lagi,” jelasnya.
Penasihat Hukum DKF, Hijrat Priyatno dikonfirmasi wartawan via telefon membenarkan telah menyerahkan surat penundaan pemeriksaan kliennya karena alasan sakit.
“Kita minta tunda pemeriksaan pekan ini. Panggilan kedua nanti akan hadir, kita akan kooperatif,” pungkasnya.
Terkait dengan proyek pembangunan di RSUD KLU ini, Kejati NTB saat ini mengusut dua perkara.
Pertama proyek penambahan ruang IGD dan ICU di tahun 2019. Selanjutnya proyek penambahan ruang operasi dan ICU juga ditahun yang sama.
Untuk kasus pertama penyidik Kejati NTB telah menetapkan lima tersangka diantaranya, SH selaku Direktur RSUD KLU, HZ selaku PPK, MR Kuasa PT Bataraguru (Penyedia), dan LFH selaku Konsultan pengawas serta DKF selaku Staf Ahli CV Indo Mukya Consultant.
Untuk diketahui DKF saat ini masih menjabat sebagai Wakil Bupati di Kabupaten Lombok Utara. Kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp. 742.757.112,79.
Pada kasus kedua penyidik menetapkan empat tersangka, yakni SH selaku Direktur RSUD KLU, EB selaku PPK pada Dinas Kesehatan (Dikes) KLU, DT selaku Kuasa Direktur PT. Apromegatama (penyedia) dan DD selaku Direktur CV Cipta Pandu Utama (konsultan pengawas). Kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 1.757.522.230,33.