26 C
Lombok
Jumat, Desember 13, 2024

Buy now

Menyikapi Maraknya Perundungan di Sekolah

barbareto.com | Opini – Pendidikan bertujuan untuk menciptakan generasi yang berkualitas dan mempunyai karakter kuat sehingga generasi penerus negeri ini memiliki pandangan yang luas dan positif dalam memandang masa depan untuk mencapai satu cita-cita yang diharapkan serta mampu beradaptasi dengan segala kondisi yang ada secara cepat dan tepat dan termotivasi untuk terus berbenah untuk maju dalam berbagai aspek kehidupan.

Namun realitanya yang terjadi di dunia pendidikan seperti apa yang diungkapkan oleh Menteri Pendidikan, Bapak Nadiem Makarim pada saat memperingati Hari Perempuan Internasional tanggal 8 Maret 2021 lalu “Pendidikan masih dihantui oleh tiga dosa besar dunia Pendidikan”, yaitu :

  • Intoleransi.
  • Kekerasan Seksual.
  • Perundungan.

Ketiga hal tersebut diharapkan tidak ada lagi di semua jenjang pendidikan dan tidak ada kata terlambat untuk terus membenahi dunia pendidikan agar terbebas dari Intoleransi, Kekerasan Seksual dan Perundungan. Sehingga disetiap jenjang pendidikan anak merasakan situasi lingkungan Sekolah yang aman, nyaman dan bersahabat ketika belajar. Namun yang menjadi pertanyaan adalah sudahkah anak-anak kita dalam merdeka belajar menemukan Sekolah dengan segala kenyamanannya?.

Karena berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam kurun waktu 9 tahun terakhir yaitu dari tahun 2011 sampai 2019 terjadi 37.381 pengaduan kasus yang terkait dengan kekerasan terhadap anak dan diantara pengaduan tersebut terdapat kasus yang berkaitan dengan perundungan di dunia pendidikan baik itu yang langsung terjadi di Sekolah maupun perundungan yang terjadi di sosial media (cyberbullying) sebanyak 2.473 laporan.

Baca juga : Umi Rohmi Berpesan Sekolah Harus Bisa Memberikan Manfaat

Naifnya fenomena kekerasan kadang muncul karena berawal dari perundungan verbal dimana anak-anak bercanda kelewat batas dan menimbulkan ketersinggungan atau kesalahpahaman yang berujung beradu fisik. Hal ini terjadi karena anak-anak kadang-kadang terbiasa menonton cara menyelesaikan masalah dari media televisi yaitu dengan kekerasan. Walaupun kadang di Sekolah diajarkan bagaimana cara menyelesaikan kesalahpahaman yang baik namun yang terjadi anak-anak tidak mampu mengontrol emosinya karena ada sebagian teman-temannya yang mendukung perilaku yang tidak semestinya dilakukan oleh anak.

Namun ada juga anak-anak yang bersikap pasif ketika melihat terjadinya perundungan dan kekerasan yang terjadi disekitarnya bahkan tidak melaporkan kejadiannya pada Bapak-Ibu Guru. Sehingga kondisi ini akan berulang-ulang terjadi  tanpa mendapatkan penanganan penyelesaian kasus yang semestinya bisa diatasi.  

Menjadi pertanyaan kita semua adalah sampai kapan kita hanya akan menjadi penonton dan tidak peduli dengan perkembangan psikis anak yang terluka batinnya karena mengalami perundungan?.

Lebih-lebih sekarang ini perundungan begitu marak terjadi di lingkungan di Sekolah. Hal ini terjadi bukan tanpa alasan, mengingat jumlah anak-anak di Sekolah begitu banyak dan berasal dari lingkungan yang berbeda dengan pola asuh orang tua yang berbeda pula sehingga mempengaruhi perilaku anak dalam berinteraksi dengan teman sebayanya di Sekolah.

Baca Juga :  Ribuan Mahasiswa Baru Universitas Hamzanwadi Ikuti PKKMB, Rektor Ingatkan Kunci Sukses

Masih banyak penyebab munculnya perundungan di Sekolah, seperti anak tidak merasakan keharmonisan dalam keluarga sehingga cenderung berperilaku seenaknya, pergaulan yang salah di luar lingkungan Sekolah dan Rumah. Keinginan seorang anak atau sekelompok anak untuk menguasai teman-temannya yang lemah, pengaruh sosial media yang tidak terkontrol dari orang tua maupun dari Bapak-Ibu Guru yang memunculkan perundungan di dunia maya.

Maka bukan waktunya lagi untuk saling menyalahkan dengan kondisi yang terjadi di dunia pendidikan dengan maraknya perundungan pada anak. Namun yang harus kita lakukan adalah bergerak bersama menyikapi keadaan tersebut dengan membuang rasa skeptis dalam menangani masalah perundungan. Langkah awal dimulai dari semua komponen yang ada di Sekolah untuk terlibat aktif tanpa terkecuali dalam memantau perkembangan dan perilaku anak-anak ketika berinteraksi dan berkomunikasi di lingkungan Sekolah.

Tenaga pendidik dan kependidikan harus memiliki tingkat kepedulian yang sama dalam menghadapi perilaku anak yang mengarah pada aksi perundungan tanpa harus saling melempar tanggung jawab dengan alasan jika ada perundungan maka itu hanya tugas Guru Bimbingan dan Konseling (BK) untuk menanganinya. Karena jika kepedulian dalam menyikapi perundungan dipandang sebelah mata maka akan banyak masalah perundungan yang tidak terselesaikan dan akan memunculkan perundungan-perundungan yang baru dikalangan anak-anak. 

Menyikapi maraknya perudungan di Sekolah perlu respon segera dengan memperhatikan beberapa tahapan yang bisa dilakukan oleh Sekolah jika terjadi perundungan antar Siswa. Tahapan dalam menyikapi penanganan masalah perundungan yang bisa dilakukan oleh Sekolah antara lain :

1. Kemana Siswa Harus Melapor Jika Melihat atau Menjadi Korban Perundungan.

Sekolah harus sigap mensosialisasikan atau menginformasikan pada semua siswa jika mengalami perundungan untuk harus berani melaporkannya dan menjamin keselamatan anak yang melapor agar tidak mengalami perundungan lagi. Anak-anak didorong untuk melaporkan kejadian perundungan yang dialaminya kepada bapak-ibu guru atau ke tenaga kependidikan yang ditemui pada saat kejadian perundungan terjadi. Sehingga perundungan yang terjadi segera tertangani.

2. Penanganan Segera atau Langsung Oleh Bapak-Ibu Guru atau Tenaga Kependidikan.

Jika Bapak-Ibu Guru atau tenaga kependidikan mendapatkan laporan perundungan yang dilaporkan oleh anak yang melihat kejadian atau anak yang menjadi korban perundungan maka pihak sekolah memberi respon segera tanpa penundaan waktu karena alasan tertentu dengan melakukan beberapa cara antara lain :

  • Menghentikan perundungan yang terjadi pada siswa.
  • Melerai siswa yang terlibat dalam perundungan agar tidak terjadi tindakan kekerasan.
  • Memisahkan anak yang menjadi korban perundungan dengan anak yang menjadi pelaku perundungan.
  • Memastikan keamanan anak yang menjadi korban perundungan dan jika tidak mampu diatasi maka anak-anak baik itu yang menjadi korban atau pelaku perundungan dibawa ke Guru Bimbingan dan Konseling (BK) untuk mendapatkan bimbingan.
3. Segera Melaporkan Insiden Perundungan ke Pihak Sekolah.

Bagi Bapak–Ibu Guru dan tenaga kependidikan yang menemukan kasus perundungan yang terjadi di sekolah jika tidak mampu untuk menanganinya maka segera melaporkan kejadian perundungan tersebut ke tim kesiswaan, Guru Bimbingan dan Konseling (BK) atau tim khusus yang dibentuk oleh Sekolah untuk menangani masalah kekerasan dan perundungan. Serta pastikan laporan yang dibuat memiliki data-data atau bukti yang kuat serta ada saksi yang melihat terjadinya perundungan tersebut dan jangan lupa mencatat tanggal dan tempat terjadinya perundungan.

Baca Juga :  Polres Bima Kota Laksanakan Patroli KRYD di Wilayah Hukumnya

Harus tahu siapa pelaku dan korbannya dan kronologis awal terjadinya perundungan sehingga tidak terjadi kesalahpahaman yang memunculkan masalah baru. Dalam menyelesaikan masalah anak yang terkait dengan perundungan diharapkan semua pihak bisa terlibat dalam penanganannya melalui diskusi baik itu dari pihak sekolah (Kepala Sekolah, tim kesiswaan dan wali kelas) dan berkolaborasi dengan orangtua anak yang menjadi korban atau pelaku perundungan 

sehingga masalah bisa terselesaikan dalam suasana kekeluargaan dan tidak meniggalkan rasa dendam pada anak dan orang tua yang menjadi korban perundungan. Dan terakhir yang harus diingat oleh bapak-ibu guru atau tenaga kependidikan yang membuat laporan tentang perundungan tersebut harus merahasiakan identitas anak yang melaporkan kejadian tersebut untuk melindunginya dan mencegah potensi balas dendam.

4. Mencatat dan Mendokumentasikan Laporan Kasus Perundungan Yang Terjadi di Sekolah.

Dalam hal ini pihak sekolah, Guru Bimbingan dan Konseling (BK) serta tim kesiswaan memastikan beberapa hal yang tidak boleh diabaikan yaitu :

  • Ketika melakukan investigasi atau wawancara hendaknya antara korban dan pelaku perundungan tempatnya dipisah.
  • Menggali informasi sebanyak-banyaknya mengenai kronologis,intensitas kejadian dan dampak dari perundungan tersebut.
  • Memberikan rekomendasi ke pihak Sekolah untuk menghubungi orangtua dari pelaku atau korban perundungan untuk mengantisipasi kesalahpahaman antara Sekolah dalam menangani kasus perundungan.
  • Menyusun langkah-langkah dalam menyelesaikan kasus perundungan dengan memperhatikan kepentingan terbaik untuk anak dengan tetap memperhatikan hak-haknya untuk tetap mendapatkan pendidikan.
5. Membuat Keputusan Dengan Mengusulkan Berbagai Opsi.

Sekolah membuat keputusan dengan mengusulkan berbagai opsi yang terbaik untuk semua pihak dan dalam memberikan sanksi diusahakan yang bersifat edukatif tanpa mengurangi hak-hak anak untuk mendapatkan hak pendidikan dan layanan bimbingan konseling. Dan jika permasalahannya tidak bisa diselesaikan oleh pihak sekolah maka sekolah mengambil opsi referal atau alih tangan kasus ke lembaga yang lebih kompeten dalam menangani masalah perundungan.

6. Melakukan Evaluasi dan Tindak Lanjut.

Sekolah melakukan evaluasi dan tindak lanjut dari penanganan kasus perundungan yang terjadi disekolah dan terus mengkampanyekan Sekolah anti perundungan ke semua pihak agar pencegahan perundungan bisa terlaksana secara maksimal dengan keterlibatan semua komponen Sekolah tanpa terkecuali.

Penulis adalah Guru Bimbingan dan Konseling (BK) SMA Negeri 1 Masbagik 

Barbareto
Barbareto
Informatif dan Menginspirasi

Related Articles

Stay Connected

2,593FansSuka
344PengikutMengikuti
112PengikutMengikuti

Latest Articles