barbareto.com | Opini – Setelah diumumkannya finalis dalam Acara tahunan oleh digelar United Nation World Tourism Organization (UNWTO) ini merupakan ajang bergengsi di pariwisata dunia tadi malam (2/12/2021) di laman website resminya, kita harus belajar banyak dari kegagalan desa Tetebatu.
Memang Tetebatu merupakan Desa yang menjadi wakil kita dari Lombok Timur dan menjadi harapankita kedepannya.
Harapan dalam arti sebagai salah satu penggerak pariwisata dan penggerak Desa wisata kedepannya jika Tetebatu Lolos.
Namun, hasil sudah diumumkan. Kita sebagai masyarakat Lombok Timur pun harus rela menerimanya.
Akan tetapi, ini harus kita jadikan “cambuk” penyemangat untuk berbenah lagi. Dimana kekurangannya, apa kendala teknisnya. Mari kita sama sama perbaiki.
Ada sebuah pepatah Lombok yang mengatakan “Panas-panas tain manok”, kita jangan sampai seperti itu.
Di awal-awal diumumkannya Tetebatu mewakili Indonesia di ajang UNWTO, semua bereforia. Semua mengambil peran untuk berbuat.
Bahkan, Pemerintah Daerah Propinsi dan pemerintah Kabupaten seolah-olah berlomba-lomba ingin mencari panggung.
Semua dinas, focus diminta berbuat di tetebatu. Akan tetapi, belum ada yang melakukan sesuatu memiliki konsep jelas dan berkelanjutan.
Yang penting berbuat dan yang penting ada yang dilaporkan kepada pimpinannya.
Hal ini jelas kelihatan dari model program yang dikerjakan. Semuanya instan. Apalagi dua bulan terakhir ini, pemerintah propinsi malah melupakan Tetebatu, Pemerintah Propinsi kembali ke lokasi lain dan focus juga disana. Lokasi itu, yaitu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
Mandalikan diberikan kepercayaan untuk menjadi tuan rumah Evant Internasional. Yaitu menjadi tuan rumah ajang World Superbike (WSBK).
Dengan diadakannya WSBK ini di Lombok, kita seolah-olah melupakan Tetebatu. Atau memang kita sebagai Tuan rumah baik masyarakat maupun pemerintah daerah belum siap jika menghadapi lebih dari satu event Internasional.
Hal ini, harus menjadi renungan kita bersama untuk berbenah. Tahun 2022 ini kita pun sudah mempromosikan diri melaksanakan beberapa kegiatan Evant internasional.
Jika tidak berbenah, takutnya akan membuat kita tidak bisa maksimal sehingga meninggalkan kesan buruk nantinya.
Mari kita belajar di tetebatu. Dimana letak kekurangan kita. Apakah di tingkat pengelolanya, di tingkat masyarakatnya ataukah kita belum menampilkan sesuatu yang unik dari Tetebatu.
Jangan kita membuang energy untuk memikirkan sesuatu yang tidak teknis. Seperti ribut karena Menteri Pariwisata tidak berkunjung ke Tetebatu, misalnya.
Atau malah Kepala Dinas Pariwisata masih sibuk dengan dukung mendukung calon presiden?.
Energy kita banyak terbuat untuk hal-hal yang tidak substansi. Sehingga kita melupakan inti dari apa yang harus kita selesaikan. Mari kita coba mendalami kriteria dalam ajang UNWTO ini.
Tujuan utama UNWTO adalah untuk meningkatkan dan membangun pariwisata sebagai kontributor untuk pembangunan ekonomi, saling pengertian internasional, perdamaian, kemakmuran universal, HAM dan kebebasan dasar untuk semua tanpa memandang perbedaan ras, jenis kelamin, bahasa dan agama.
UNWTO telah membantu para anggotanya dalam industri pariwisata dunia, yang berperan sebagai faktor penting dalam perkembangan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, menyediakan insentif bagi pembangunan lingkungan dan warisan sejarah, serta mendukung perdamaian dan saling pengertian antar negara.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, UNWTO melaksanakan berbagai program yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, memperjuangkan kesetaraan gender, dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Program-program pengembangan kepariwisataan oleh UNWTO kontribusi langsung bagi keberhasilan pembangunan milenium (MDGs) MDG 1 (MDG 1), MDG 3 (kesetaraan gender), MDG 7 (kelestarian lingkungan), dan MDG 8 (kemitraan global untuk pembangunan) .
Suka tidak suka saat ini sektor pariwisata telah menjadi primadona baru didalam pembangunan NTB.
Segala upaya dilakukan oleh pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota, misalnya dengan menggalakkan pengembangan desa wisata, penyelenggaraan acara atau event pariwisata, pembangunan infrastruktur pariwisata dan pendukung dibangun serta ditata yang dimaksudkan agar wisatawan merasa betah berlama-lama di NTB.
Semua itu tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dan memberikan dampak terhadap kontribusi sektor pariwisata pada berbagai aktivitas perekonomian NTB lainnya.
Kabupaten Lombok Timur yang merupakan salah satu dari 10 kabupaten/kota di NTB saat sedang semangat-semangatnya mengembangkan sektor pariwisatanya.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah melalui pengembangan desa wisata.
Pemerintah daerah tentunya memiliki asumsi bahwa melalui pengembangan desa wisata maka, harapan dan tujuan dari pemerataan pembangunan ekonomi daerah Lombok Timur dapat diwujudkan.
Selain itu, melalui desa wisata diharapkan akan menciptakan lapangan kerja, pengurangan pengangguran dan, ujungnya adalah pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Lombok Timur.
Namun, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dareh Lombok Timur ini diikuti oleh kebijakan anggaran?.
Sampai saat ini, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Lombok Research Center (LRC) kabijakan anggaran dalam bidang pariwisata masih belum maksimal dilakukan oleh Pemimpin daerah yaitu Bupati Sukiman.
Tiga tahun terakhir, anggaran dibidang pariwisata di Lombok Timur tidak pernah sampai 3 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Ini menunjukkan bahwa bupati Lombok Timur hanya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sifatnya regulasi dan belum diikuti oleh kebijakan penganggaran.
Kalau dalam bahasa nyelenehnya “Nafsu besar tenaga kurang”.
Masih ada waktu, jika pemerintah daerah menginginkan sebuah perbaikan tata kelola pariwisata di Lombok Timur. Tentunya dengan melihat dan belajar dari pengalaman yang ada di Tetebatu.
Sampai dengan bulan September 2021, setidaknya terdapat 91 desa di Lombok Timur yang telah mendapatkan Surat Keputusan (SK) sebagai desa wisata.
Desa wisata memiliki empat klasifikasi, mulai dari rintisan, berkembang, maju, dan mandiri dengan indikator berupa jumlah kunjungan, industri pariwisata yang berkembang, kesiapan keterampilan dan sumber daya manusia (SDM), diversifikasi produk dan aktivitas wisata, serta amenitas pariwisata.
Untuk dapat dikatakan sebagai desa wisata setidaknya harus dapat memenuhi berbagai unsur, antara lain seperti memiliki objek wisata alam, budaya, wisata buatan/ekonomi kreaatif, dan tentunya juga harus didukung oleh adanya atraksi, akomodasi serta berbagai fasilitas penunjang lainnya.
Yang paling penting dari desa wisata adalah adanya unsur kearifan lokal serta partisipasi semua unsur masyarakat.
Keterlibatan semua pihak mutlak dilakukan dalam dunia pariwisata. Karena pariwisata akan berjalan sesuai dengan relnya jika semua terlibat.
Namun tetap Politik anggaran di bidang pariwisata menjadi keharusan dan itu bolanya ada di pemerintah daerah. Mari kita jadikan Tete Batu ini menjadi sebuah awal dan jangan menjadi akhir pengembangan pariwisata di Lombok Timur.
Penulis adalah Peneliti Lombok Research Center (LRC)