“Kami melihat dengan adanya SPI, maka komersialisasi pendidikan di dalam kampus semakin dilanggengkan”
BARBARETO.com, Denpasar – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana, Darryl Dwi Putra, mendukung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Bali untuk melakukan pengusutan dugaan penyalahgunaan Dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) yang diberlakukan untuk mahasiswa jalur mandiri.
“Saya sudah mendengar terkait berita yang beredar. Dimana Kejati sudah memanggil beberapa pejabat di Unud untuk melakukan pemeriksaan terkait dugaan adanya penyalahgunaan SPI. Saya mendukung Kejati untuk segera melakukan pengusutan kasus ini,” terang Darryl saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (07/10/2022).
Sebagaimana yang dikabarkan, diketahui Asisten Bidang Pidana Khusus Kejati Bali telah memanggil sejumlah pejabat di lingkungan Unud diantaranya, Kepala Biro Keuangan, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Kepala Biro Akademik, Kerjasama dan Hubungan Masyarakat, Koordinator Akademik dan Statistik, serta Koordinator Keuangan pada Fakultas Kedokteran.
Lebih lanjut, Darryl mengatakan bahwa BEM Universitas Udayana, DPM Udayana, BEM Fakultas, DPM Fakultas, dan Mahasiswa Unud, sudah pernah melakukan upaya pengusutan terkait dana SPI.
Menurutnya ketika SPI pertama kali diterapkan di Unud hampir seluruh Mahasiswa menolak adanya SPI sebagai sumber keuangan universitas.
“Mengapa?. Karena kami melihat dengan adanya SPI, maka komersialisasi pendidikan di dalam kampus semakin dilanggengkan,” ucapnya.
Disamping itu, Ketika SPI berjalan sampai tahun 2022, pihaknya belum melihat efektifitas kebermanfaatan SPI yang sudah diambil dari mahasiswa jalur mandiri Unud. Sementara itu terkait transparansi pemanfaatan SPI, Darryl mengungkapkan, bahwa pihaknya sudah pernah meminta kepada Unud.
Pihaknya pun bertanya-tanya tentang transparansi pemanfaatan dana SPI. Hal ini lantaran segala pembangunan yang dilakukan Unud hari ini banyak menggunakan dana anggaran Kementerian Pendidikan Budaya Ristek dan Teknologi (Kemenristek).
“Saya sebenarnya sempat bertanya-tanya kemana anggaran SPI ini, karena sampai ratusan juta dari berbagai Fakultas. Kalau boleh bercerita itu dari Fakultas kedokteran harus serahkan ratusan juta untuk masuk ke dalam kampus sebagai prasyarat,” terangnya
Lebih lanjut, Darryl menjelaskan, bahwa perjuangan untuk menghapuskan SPI tidak berhenti, ia mengatakan, bahwa tahun Lalu BEM Unud pernah melakukan audiensi agar SPI tidak jadi penentu mahasiswa diterima masuk kampus.
“Walaupun Unud memiliki level SPI Rp. 0 (nol), tetapi SPI masih diletakan di depan yang artinya mahasiswa tidak bisa masuk ke dalam kampus melalui jalur mandiri apabila belum menentukan nominal SPI,” terangnya
Ini menjadi pertanyaan besar mengapa hari ini kampus melakukan grading (pemeringkatan) pada SPI yang ditentukan, nol sampai empat juta, empat sampai sepuluh juta, sepuluh sampai lima belas juta, dan seterusnya.
Kalau memang ini sumbangan yang sifatnya sukarela, seharusnya mahasiswa bebas untuk menentukan nominalnya, bahkan dua ribu pun silahkan saja seharusnya.
“Jadi kami sangat khawatir sejak dulu SPI ini disalahgunakan tidak ada transparansi yang jelas dan justru meningkatkan asumsi kita bahwa ada indikasi korupsi di titik ini,” tutup Darryl. (Tim).