BARBARETO.com | Gubernur Bali Wayan Koster menyerahkan sertifikat tanah untuk masyarakat di Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Kamis 3/6/2022.
Sertifikat Tanah itu menjadi perjuangan bersejarah kali kedua yang dilakukan oleh Gubernur Bali yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini.
Sebelumnya, Gubernur berhasil menuntaskan konflik Agraria di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng yang berlangsung sejak tahun 1960.
Kini, Koster juga berhasil menuntaskan masalah Agraria di Kelurahan Tanjung Benoa yang telah terjadi sejak Tahun 1920 atau sudah terjadi lebih dari 100 tahun lalu. Selama ini warna Tanjung Benoa tidak mendapatkan status tanah yang jelas.
“Saya minta pihak Kanwil BPN Bali segera proses sertifikatnya, jika ini selesai dan sertifikat tanahnya diberikan secara gratis. Maka 100 tahun lebih bapak/Ibu menunggu kepastian akhirnya terealisasi,” ujar Gubernur Koster.
Baca juga : Dikukuhkan Sebagai Tsunami Ready Community, SDN 3 Tanjung Benoa Siaga Menghadapi Tsunami
Sertifikat tanah yang diserahkan total seluas 21.455 meter persegi atau sebanyak 90 bidang tanah. Koster meminta kepada warga yang sudah mendapatkan sertifikat tanah di Tanjung Benoa untuk menjaga sertifikat tersebut dengan sebaik-baiknya.
“Jangan digadaikan dan di jual atau dialihfungsikan, namun harus menjadi warisan secara turun temurun sampai ke anak cucu berikutnya, supaya tidak beralih ke orang lain,” imbuh Gubernur.
Sementara, sejumlah warga setempat memberikan kesaksian bahwa mereka mendapatkan keuntungan dengan sertifikat tanah yang telah mereka dapatkan.
Seperti halnya Ketut Tami Wijaya (71) dari Banjar Tengah, Tanjung Benoa. Ia mengaku menempati lahan seluas 1,4 are namun justru mendapatkan 1,8 are setelah tanahnya diukur ulang.
“Saya dapat untung dari Pemerintah. Jadi terima kasih banyak Bapak Gubernur Wayan Koster,” kata Ketut Tami Wijaya.
Sedangkan, Wayan Gantil Artana (57) mengaku dirinya telah menempati tanah seluas 4,50 are. Untuk mengurus sertifikat tanahnya, ia harus merogoh kocek hingga Rp 13 juta. Namun, surat tanahnya tak pernah dimilikinya.
“Hampir Rp 13 juta saya harus mengeluarkan uang untuk mendapatkan sertifikat tanah pada tahun 1992,” pungkas Wayan Gantil. (*/b)