Lombok Timur-NTB. BARBARETO – Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKK NU), Kabupaten Lombok Timur, Johari Marjan akhirnya angkat bicara terkait carut-marut pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai di Lotim (BPNT).
Dia menilai, kekisruhan yang terjadi dalam pelaksanaan program sosial tersebut disebabkan karena Dinas Sosial Lombok Timur abai terhadap tugasnya selaku pengawas.
Menurutnya, selama ini Dinsos tidak melakukan evaluasi dan monitoring terhadap E-Warong sebagai penyalur dalam program sosial yang sekarang disebut Bantuan Pangan Sosial (BPS) tersebut.
“Kalau memang ada evaluasi dan monitoring dari Dinas kenapa sampai sekarang item sembako yang diterima KPM seperti dipaketkan dan ada item sembako yang rusak atau tidak layak konsumsi,” ujarnya. Selasa, 8/12/2020.
Padahal, lanjutnya, Berdasarkan Pedoman Umum (Pedum) pelaksanaan Bantuan Sosial Pangan perubahan tahap 1 tahun 2020 sangat jelas dikatakan bahwa Keluarga Penerima Manfaat (KPM) harus diberikan pilihan saat melakukan pencarian.
“Bukan diberikan sembako yang sudah dipaketkan dan tidak bisa diotak-atik,” tegasnya.
Tak hanya itu, katanya, dalam proses penyaluran BPS itu, E-warong harus bertanya kepada KPM mengenai item sembako yang dibutuhkan.
“Tapi selama ini kita lihat, KPM seperti tidak berdaya, mereka menerima apapun yang diberikan oleh Agen E-Warong,” ketusnya.
Karena itulah, lanjut Pria yang akrab disapa Marjan itu, meminta supaya Dinsos Lotim melakukan evaluasi dan monitoring secara serius terhadap agen E-Warong yang menjadi ujung tombak dalam proses penyaluran bantuan pangan itu.
Terhadap solusi yang diberikan Dinsos Lotim selama ini, yakni dengan cara mengganti atau mengembalikan setiap item sembako yang sudah tidak layak konsumsi yang diterima KPM dinilai tidak solutif.
“Itu sama sekali tidak solutif,” tandas Marjan sembari membayangkan jika Dinas tegas, serta melakukan evaluasi dan monitoring terhadap agen E-Warong supaya benar-benar bekerja berdasarkan Pedum maka tidak akan ada lagi KPM yang mengeluh soal kualitas item sembako yang diterima.
Menurutnya, yang terjadi sekarang adalah transaksi yang dipaksakan. Padahal, kata Dia, kalau proses pelaksanaannya mengikuti Pedum, maka transaksi itu sudah jelas mengacu pada konsep transaksi syariah.
Marjan menduga bahwa proses pelaksanaan program BPNT di Lotim berpotensi melanggar Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 Tentang Bantuan Non Tunai, yakni Pasal 9 poin 4 tentang Penarikan uang dan/atau pembelian barang/jasa menggunakan dana dari rekening penerima bantuan sosial dapat dilakukan setiap saat sesuai kebutuhan penerima bantuan sosial
“Kita belum bicara terkait kriteria Brilink yang bisa menjadi E-Warong, di dalam pedum itu jelas dikatakan bahwa yang boleh jadi E-Warong adalah agen Brilink yang menjual Sembako,” tutupnya.