Penulis: Eko Rahady, SH.
Dalam menghadapi Pilkada NTB 2024, ternyata Rohmi-Firin lebih percaya diri daripada paslon yang lain, karena pasangan Rohmi-Firin tidak mengendorse nama kakeknya yang pahlawan nasional, Rohmi-Firin juga tidak mengendorse nama adiknya yang seorang ulama besar dan mantan Gubernur NTB dua periode.
Berbeda halnya dengan paslon lainnya, yang sepertinya tidak mempunyai kepercayaan diri untuk mengikuti kontes pilkada NTB, terbukti dengan pencatutan nama Prabowo Subianto di baliho, padahal sudah jelas-jelas, Presiden Prabowo tidak akan intervensi pilkada.
Begitupun paslon yang lain, dari awal selalu memframing bahwa paslon ini di dukung TGB, padahal sudah sangat jelas dan terang bahwa TGB tidak akan mungkin meninggalkan saudarinya, kakaknya Hj Sitti Rohmi Djalillah, TGB tidak mungkin meninggalkan Uminda Siti Rauhun ZAM, TGB juga tidak mungkin meninggalkan PB NWDI.
Selain itu, bentuk ketidakpercayaan diri paslon peserta pilkada NTB selain Rohmi-Firin adalah dari awal selalu memframing isu pemimpin perempuan, tapi mereka lupa, ketika paslon sebelah jadi Dubes, bosnya itu perempuan, yaitu bu Retno Marsudi.
Begitupun paslon pilkada NTB yang berkampanye jangan pilih pemimpin perempuan, tapi di pilkada Sumbawa, Paslon ini justru mendukung pemimpin perempuan, karena adik perempuannya maju sebagai calon Bupati Sumbawa, ini kan standar ganda.
Terkait pemimpin perempuan ini, justru kita harus berkaca dari Jawa Timur, salah satu provinsi yang punya populasi paling besar di Indonesia, kurang lebih sekitar 41 juta jiwa, ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) pusatnya di Jawa Timur, banyak kiyai dan wali dari Provinsi ini, namun ada fenomena menarik di pilkada 2024 ini, peserta Pilkada Jawa Timur semua calon Gubernur nya adalah perempuan, mulai dari bu Khofifah Indar Parwansa, Tri Rismaharini dan Luluk Nur Hamida, semua berjenis kelamin perempuan.
Artinya apa, ini menunjukkan bahwa isu pimpin perempuan itu sudah tidak relevan dan tidak layak di pilkada kali ini, karena masyarakat sudah paham bahwa urusan pemimpin itu tidak melulu harus laki-laki.
Justru ketika isu pemimpin perempuan ini menyeruak dari paslon lain, itu semakin menunjukkan bahwa mereka tidak percaya diri.