Mataram, barbareto.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB membidik para pihak yang menerima aliran kasus dugaan gratifikasi alias dana “siluman” Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTB.
Kepala Kejati NTB, Wahyudi, mengatakan saat ini pihaknya sedang menelusuri niat jahat atau mens rea dari belasan Anggota Dewan yang diperiksa sebagai saksi beberapa waktu yang lalu.
“Kita lihat nanti, memang masih dalam analisa teman-teman penyidik. Sejauh mana mens rea (niat jahat – red),” katanya saat melakukan konferensi pers peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) mengutip dari ntbsatu.com pada Selasa, 09 Desember 2025.
Dia juga menjelaskan, pihak yang menerima gratifikasi bisa terjerat dalam kasus ini. Sebagaimana Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Wahyudi menegaskan, Kejati NTB terus menjalankan proses hukum pada kasus dana “siluman”. Hal itu dapat dilihat dari pemeriksaan saksi-saksi oleh penyidik hingga saat ini.
“Yang jelas semua proses masih berjalan, agenda pemeriksaan masih dilakukan,” sebutnya.
Selanjutnya, sebelum melangkah ke penambahan pasal, pihaknya tetap mengacu pada pemenuhan alat bukti yang sah, sesuai aturan Pasal 184 KUHP.
“Yang namanya tindak pidana itu, tidak bisa dilepaskan dari pemenuhan asas mens rea, itu harus tetep melekat dan harus ada unsur-unsur itu. Jadi, nanti kita lihat sejauh mana. Apakah layak untuk lari ke penerima gratifikasi itu. Kita lihat nanti,” paparnya.
Sebagai informasi, pada kasus ini penyidik Pidsus telah menerima pengembalian uang senilai Rp2 miliar lebih dari 15 orang Anggota Dewan NTB. Uang miliaran itulah yang kemudian dibagi-bagikan oleh para tersangka kepada rekan-rekan anggota dewan lainnya.
Saat ini, penyidik Pidsus Kejati NTB menetapkan tiga anggota DPRD Provinsi NTB sebagai tersangka. Mereka adalah Hamdan Kasim, Muhammad Nashib Ikroman alias Acip, dan Indra Jaya Usman alias IJU. (gok)

