Penulis: Gito
Otonomi daerah dan pilkada serentak di orde reformasi ini pada akhirnya telah membuka jalan lebar bagi demokratisasi di Indonesia, Pun setelah keluarnya putusan MK terkait ambang batas syarat pencalonan calon kepala Daerah pada pilkada 2024 ini.
Proses ini pada akhirnya juga membuka ruang kuasa bagi lahirnya Raja-Raja kecil dan orang lokal berpower strong yang diikuti atau patron klien.
Sehingga mereka turut ambil bagian dalam ruang terang dan gelap bahkan remang-remang pesta demokrasi ini dengan terbangunnya koalisi-aliansi antara patron-klien bersama pejabat publik serta elite politik.
Lombok Timur tahun 2024 ini adalah salah satu daerah yang ikut dalam proses pilkada serentak.
Demokrasi berjalan baik dan dinamis dengan fakta bahwa ada 5 pasangan calon bupati/wakil bupati yang muncul dan lahir dari entitas parpol (Politikus), entitas structural (birokrat) maupun entitas kultural (ormas, red).
Tiga entitas yang ada ini memiliki kekuatan yang sangat signifikan dalam politik pilkada lombok timur 20 Tahun terakhir.
Dengan sosio politik masyarakat Lombok Timur yang sosial, religius dan berpatron, entitas kultural (ormas) masih memegang kendali dalam pesta 5 tahunan ini.
Kita sebut NU, NWDI, NW, Muhammadiyah, Maraqitta’limat, Salafi, Tarekat dllx adalah beberapa entitas kultural yang menentukan arah leadership Lombok Timur.
Pertarungan Patron Klien
Dalam politik elektoral, Entitas kultural ini melahirkan patron klien yang menjadi ikutan konstituen. Flasback pada 1940-2000 Patron ini bisa dari kalangan Tuan tanah dan pemilik lahan, namun diatas tahun 2000-an sejak pemilihan langsung, patron ini bergeser ke pelukan Tuan guru, ustadz, cerdik pandai dan tokoh intelektual serta ketua organ taktis.
Pun pilkada 2024 di Lombok Timur tahun ini, menjadi ajang pertarungan entitas ormas dalam hal ini patron klien yang disebutkan diatas.
Diatas kertas, terbaca 5 pasangan calon di lombok timur dibackup oleh entitas ormas, tokoh ormas, tokoh agama dan kaum intelktual. Kunci akhirnya nanti adalah patron-klien entitas mana yang lebih dominan dan powerfull.
Perebutan Hasil Survei
Hasil survei menjadi sangat urgent dalam pilkada bagi pasangan calon karena mendasarkan kerja pada basis ilmu dan data.
Namun yang terjadi pada minggu ini adalah perbedaan data pada hasil survei pasangan calon yang sangat Jomplang dari 2 lembaga survei.
Satu lembaga survei Lokal dan satu lembaga survei nasional.
Saya tidak akan membahas hasil surveinya karena hasil survei harus dibantah dengan hasil survei juga. Tapi ingin saya sampaikan adalah para timses yang di baca adalah hasil survei sementara tetapi tidak membaca Trend positive dan trend negative tahapan hasil persurvei yang di lakukan berkala.
Jika kemudian para timses berebut hasil survei, maka bisa kita pastikan itu bagian dari kerja untuk penggiringan opini Publik dan Onani politik (merasakan kenikmatan sendiri).
Naifnya Pilkada Lombok Timur
Kenaifan politik Lombok Timur sangat terlihat dari Visi-misi yang megah di tekstual namun nihil makna dan realisasi.
Fakta bahwa pasangan calon saat ini ada 3 mantan wakil bupati, mantan anggota DPRD lotim dan mantan anggota DPRRI. Terutama mantan wakil bupati yang pernah menjabat, terbaca memang jika wakil bupati adalah jabatan Tatkala, tidak ada konsep, ide dan gagasan yang bisa dilaksanakan saat menjabat.
Tetapi saat ini mereka terlihat strong dan powerfull pada visi-misi yang semestinya mereka bisa laksanakan saat menjabat sebagai wakil bupati. soal Pendidikan, kesehatan, ekonomi dan infrastruktur, tetapi faktanya adalah bukan rakyat yang sejahtera tapi timses yang kaya raya, Nepotisme, Kolusi Dinasti politik dan kenaifan2 lainnya.
Issue apa yang mau di jual ke publik? semua hanya lipsinc saja, dibicarakan tetapi tidak dilaksanakan. Dia yang berjanji, dia pula yang mengingkari (nestapa mantan Wakil Bupati Lotim).
Berita lainnya klik di sini