barbareto.com | Opini – Pernyataan Kepala Dinas Pariwisata Lombok Timur (Lotim) yang mengatakan bahwa konsep pembangunan pariwisata di Lombok Timur mengusung konsep wisata WTM. Apa itu WTM?.
Pembangunan Wisata Tanpa Maksiat (WTM) merupakan konsep pembangunan pariwisata yang sudah tidak baru lagi. Namun, apakah Lombok Timur bisa menerapkan itu?
Lebih tegas lagi Kepala Dinas Pariwisata mengatakan bahwa jika ada masyarakat yang melanggar hal tersebut maka akan dikenakan sanksi. Karena sejak dahulu Lombok Timur sudah dikenal dengan daerah yang mengedepankan sopan santun dalam berwisata. Seperti apakah maksud dari Bapak Kepala Dinas Pariwisata itu?.
Tidak hanya itu, dalam waktu yang bersamaan, Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Lombok Timur melakukan operasi dan penertiban kepada semua pemandu lagu atau lebih populer dengan sebutan Partner Song (PS) di Cafe Diamond Labuhan Haji.
Dalam operasi tersebut, seluruh PS yang bekerja di Lombok Timur khususnya di Labuan Haji ditekankan untuk menggunakan pakaian yang lebih Islami. Yang menjadi dasarnya adalah Peraturan daerah Nomor 4 Tahun 2007, tentang Trantibum. Yang lainnya adalah bahwa karakter Lotim yang dikenal dengan budaya Islami.
Oleh sebab itulah, para PS di Cafe Diamond sebagai percontohan nantinya bagi cafe-cafe lainnya supaya mereka menggunakan baju yang sopan ketika bertugas. Pakaian tertutup itu juga bertujuan supaya mencegah PS berbuat asusila ketika melaksanakan tugasnya.
Berbicara pariwisata, seharusnya Pemerintah Daerah jangan memandang dari sudut yang sempit. Pariwisata merupakan industri jasa yang cukup menjanjikan. Dalam perkembangannya, industri pariwisata menjadi primadona tersendiri bagi daerah, nasional, maupun tatanan perekonomian global.
Data kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif tahun 2018 memaparkan bahwa Industri Pariwisata mengalami lonjakan signifikan kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Keseluruhan ekspor barang dan jasa Indonesia mengalami kenaikan, yang semula 10% meningkat 17% dan menjadi pendonor terbesar sehingga melesat pada peringkat 4 dengan meraih devisa sebesar 10 miliar USD. Lalu bagaimana dengan Lombok Timur?
Sampai saat ini sektor pariwisata hanya menyumbangkan 1,05% dari PRDB Lombok timur. Itu pun diolah dari pengelolaan makanan dan minuman. Belum murni dari sektor pariwisata. Untuk itu pondasi perencanaan pariwisata yang berkelanjutan agar mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi perekonomian Lombok Timur mutlak dilakukan dan harus mulai dari saat ini.
Secara sederhana pariwisata dapat dimaknai sebagai aktivitas perjalanan ke suatu tempat dalam periode dan untuk tujuan tertentu baik oleh perorangan maupun secara berkelompok. Dalam kamus bahasa Indonesia wisata adalah kegiatan perjalanan secara bersama-sama yang bertujuan untuk menghibur diri, melepas penat, penyegaran kembali (refreshing), menambah wawasan, piknik, dan lain-lain.
Bentuk-bentuk wisata sangat beragam, diantaranya yaitu wisata panorama (alam), wisata kebudayaan, wisata pendidikan (edu-tourism) dan sebagainya. Wisata alam merupakan destinasi yang sangat erat dengan alam sebagai pangsa utama yang ditawarkan kepada para wisatawan.
Misalnya dengan keindahannya, keunikannya, atau bahkan kebersihannya. Sedangkan wisata budaya yang ditawarkan adalah identik dengan sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas atau pun peninggalan manusia di suatu tempat tertentu.
Biasanya yang bekaitan dengan adat istiadat, tradisi, pola hidup, situs sejarah, komunikasi sosial dan lain sebagainya. Berbeda dengan keduanya, wisata pendidikan merupakan alternatif destinasi wisata yang memiliki multi peran dimana tidak hanya memberikan hiburan tapi juga memberikan informasi, pemahaman, serta ajaran kepada pengunjungnya.
Seiring perkembangan model industri pariwisata, belakangan ini sudah banyak bermunculan model-model wisata baru yang saling menjual komoditasnya agar laku di pasaran sebagai destinasi wisata unggulan.
Contohnya seperti wisata kuliner yang menjajakan jenis makanan khas daerah tetentu sebagai icon, jenis wisata alam desa konsep lama dengan muka baru misal dengan perpaduan Edu-Tourism, atau jenis wisata religi dengan konsep paket wisata kunjungan makam tokoh-tokoh agama yang sangat berkembang pesat di sebagian besar masyarakat pulau Jawa.
Diantara banyak jenis konsep pariwisata tersebut, satu hal yang juga trend dan sempat menjadi polemik terkait pola pengembangan wisata nasional, yakni konsep pariwisata syariah (Halal Tourism).
Asal mula konsep pariwisata syariah berawal saat disebutnya wisata ziarah dan religi (pilgrims tourism/spiritual tourism) dalam penyelenggaraan konferensi Organisasi Pariwisata Dunia di Cordoba, Spanyol pada tahun 1967.
Sementara itu, Kementerian Pariwisata memproyeksikan beberapa daerah yang berpotensi mempunyai peluang dalam pengembangan wisata syariah dan dapat dijadikan prototipe awal pengembangan wisata syariah nasional.
Lombok Timur merupakan salah satu daerah yang masuk dalam proyeksi pembangunan pariwisata tersebut. Melihat hal itu, seharusnya kita mulai berbenah. Dan jangan memandang pariwisata dari sudut yang sempit.
Kita harus mulai dari internal kita. Sejauh mana komitmen pemerintah daerah dalam kebijakan pembangunan pariwisata ini. jangan hanya sekedar jargon saja. Dikarenakan berdasarkan analisa dari penulis bahwa, komitmen ini belum ditunjukkan secara nyata.
Dalam tiga tahun terakhir ini, anggaran untuk dinas pariwisata di Lombok Timur tidak pernah mencapai 5 persen dari total belanja daerah. Bagaimana kita mau membangun. Dari komitmen penganggaran saja tidak pernah serius. Atau jangan-jangan dari internal Dinas Pariwisata tidak mampu memberikan konsep pembangunan pariwisata yang jelas, sehingga legislatif tidak memberikan persetujuan anggaran.
Dikarenakan sektor Pariwisata di Lombok Timur merupakan salah satu program penunjang sektor ekonomi daerah. Pariwisata di Lombok Timur memiliki prospek ekonomi yang baik sebagai bagian dari industri pariwisata nasional dalam menghadapi berbagai tantangan di era industri 4.0.
Industri wisata ini bertujuan bukan hanya memberikan aspek material, spiritual dan psikologis bagi wisatawan itu sendiri, melainkan juga memiliki kontribusi dalam peningkatan pendapatan pemerintah. Konsep wisata yang mengedepankan budaya lokal Lombok Timur menekankan prinsip-prinsip budaya dalam pengelolaan pariwisata, pelayanan yang santun dan ramah bagi seluruh wisatawan dan lingkungan sekitarnya.
Dalam prakteknya wisata berbasis budaya lokal memilih destinasi wisata yang menjunjung tinggi kaidah sopan santun daerah dan ini menjadi pertimbangan utama. Setiap destinasi wisata di Lombok Timur yang akan menjadi tujuan harus sesuai dengan kaidah-kaidah budaya setempat.
Karena itu, kerjasama antara pemangku, peneliti, praktisis sebagai pemeta masalah dan membuat strategi pengengembangan yang konkret dengan pemerintah dalam mengembangkan dan mempromosikan destinasi wisata di Lombok Timur. Antara lain melakukan pembenahan infrastruktur, promosi, penyiapan sumber daya manusia, khususnya peningkatan kapasitas pelaku usaha pariwisata dan menjadikan pariwisata sebagai salah satu program prioritas kepemimpinan Sukiman Azmi.
Untuk itu mari kita sama sama bangun konsep pariwisata di Lombok Timur yang betul-betul sesuai dengan budaya kita. Jangan kita hanya sekedar latah dan hanya ikut-ikutan saja. Libatkan masyarakat setempat sebagai pelaku, dan pemerintah daerah harus mampu merangkul semua pihak. Jangan pemerintah daerah jalan sendiri, dengan egonya. Sehingga ketimpangan antar pelaku, masyarakat dan pemerintah tidak tampak ke permukaan seperti saat ini. Lombok Timur adalah rumah besar kita bersama, mari kita bangun dan jaga untuk generasi berikutnya.
Penulis adalah Peneliti Lombok Research Center (LRC)