HomeOpiniSyariah Micro Banking

Syariah Micro Banking

barbareto.com | Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern.

UMKM hadir sebagai suatu solusi dari sistem perekonomian yang sehat. UMKM merupakan salah satu sektor industri yang sedikit bahkan tidak sama sekali terkena dampak krisis global yang melanda dunia. Dengan bukti ini, jelas bahwa Peran UMKM Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dapat diperhitungkan.

Peranan UMKM yang tak kalah pentingnya dengan upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja yang tinggi adalah peranan dalam upaya mewujudkan pemerataan pendapatan.

Dalam rangka meningkatkan peran UMKM di Indonesia berbagai kebijakan dari aspek makroekonomi perlu diterapkan. Dengan memberikan stimulus ekonomi yang lebih besar kepada industri ini akan memberikan dampak yang besar dan luas terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan yang lebih merata di Indonesia. 

Dengan stimulus yang dimaksud dapat berupa memberikan dana kepada UMKM melalui investasi pemerintah dan investasi swasta domestik maupun investasi luar negeri. 

Perlu komitmen yang kuat dalam bentuk peraturan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengalokasikan sebagian besar dana APBD maupun APBN untuk diinvestasikan dalam usaha produktif UMKM. 

Sementara itu, untuk menciptakan dan mendorong berbagai pihak swasta maupun swasta asing menginvestasikan dananya pada UMKM perlu diberikan berbagai kemudahan dalam bentuk penyediaan database, penyediaan infrastruktur, kemudahan sistem administrasi birokrasi, dan kemudahan pajak. 

Pemanfaatan dana pinjaman luar negeri dalam bentuk loan bagi pengembangan UMKM juga dapat dilakukan, disamping mengerahkan bantuan (hibah) luar negeri untuk memperkuat dan meningkatkan peran UMKM.

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pinjaman modal berupa kredit. Untuk pelaksanaanya melibatkan pihak perbankan, baik perbankan milik pemerintah maupun swasta. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan aksesbilitas para pelaku UMKM terhadap modal yang selama ini relatif terbatas.

Dengan melihat fungsi perbankan sebagai penghimpun, penyalur dan pelayan jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat, Bank tentunya juga bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka Bank memiliki beberapa sumber antara lain dana yang bersumber dari Bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian, dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabungan.

Bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang diperoleh, akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar untuk usaha.

Tentunya dalam pelaksanaan fungsi ini diharapkan mendapatkan sumber pendapatan berupa pengenaan bunga kredit. Pemberian kredit akan menimbulkan resiko, oleh sebab itu pemberiannya harus benar-benar teliti dan memenuhi persyaratan.

Perbankan Syariah

Peranan bank sangat penting dalam proses perekonomian di Indonesia. Selain memiliki peran penting dalam proses perekonomian, bank juga mempunyai peranan dalam hal stabilitas keuangan, pengendalian inflasi, sistem pembayaran, serta otoritas moneter. 

Peran bank tersebut harus diimbangi dengan kebijakan-kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu pihak perbankan harus memberikan berbagai rangsangan dan kepercayaan sehingga minat masyarakat untuk menanamkan dananya menjadi semakin meningkat. 

Perbankan merupakan suatu sarana yang strategis dalam rangka pembangunan ekonomi, peran yang strategis tersebut terutama disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. 

Perbankan syariah kini telah menunjukkan perkembangan yang pesat seiring dengan kemajuan pembangunan di Indonesia dan perkembangan perekonomian Internasional serta sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan jasa perbankan. Perkembangan perbankan syariah saat ini telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah.

Perbankan syariah merupakan suatu alternatif sistem keuangan internasional yang memberikan peluang dalam upaya penyempurnaan sistem keuangan internasional yang belakangan dirasakan banyak sekali mengalami goncangan dan ketidakstabilan yang menyebabkan krisis perekonomian dunia.

Sistem ekonomi syariah atau biasa disebut dengan Ekonomi Islam, semakin popular bukan hanya di negara-negara Islam tetapi bahkan juga di negara-negara barat. Sebagian kalangan melihat, Islam dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya sebagai faktor penghambat pembangunan. Penganut paham liberalisme dan pragmatisme menilai bahwa kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif. 

Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 mengakibatkan munculnya beberapa permasalahan ekonomi, hal ini diduga karena terdapat beberapa masalah pada sistem ekonomi kapitalis yang digunakan pada perbankan konvensional.

Munculnya sistem ekonomi Syariah yang dapat bertahan menghadapi krisis ekonomi seolah membuka mata Indonesia dan juga negara-negara di dunia bahwa sistem ekonomi Islam mampu memperbaiki krisis ekonomi yang terjadi.Berkembangnya sistem ekonomi berbasis syariah, ditandai dengan semakin banyaknya bank yang menerapkan konsep syariah.

Di Indonesia perkembangan pemikiran tentang perlunya menerapkan prinsip Syariah dalam perekonomian muncul pada tahun 1974. Perkembangan pemikiran tentang perlunya umat Islam Indonesia memiliki lembaga keuangan Islam mulai berhembus sejak saat itu, seiring munculnya kesadaran baru kaum intelektual dan cendikiawan muslim dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. 

Baca juga : Menunggu Jurus Jitu Bank NTB Syariah Untuk Bertahan

Perbankan syariah di Indonesia menjadi lebih baik dari tahun ke tahun ditandai dengan semakin besar kepercayaan para nasabah untuk mengalokasikan dananya di bank syariah. Hal ini berpengaruh terhadap strategi yang dilakukan oleh bank konvensional dalam menarik minat para calon nasabah yaitu dengan membuka cabang syariah atau dengan melakukan konversi cabang konvensional menjadi cabang syariah.

Perkembangan yang terus mengalami peningkatan ini dikarenakan bank syariah mampu menerapkan strategi untuk masyarakat Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk mayoritas beragama Islam.

Secara bersama-sama perbankan syariah dan perbankan konvensional menghasilkan sinergi dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Karakteristik perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikian alternatif shifting yang ideal bagi masyarakat maupun bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam transaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan menghindari kegiatan yang berspekulatif dalam bertransaksi keuangan. 

Perbankan menjadi alternatif yang kredibel dan dapat dinikmati bukan hanya pada masyarakat muslim tetapi juga seluruh masyarakat dari berbagai agama maupun budaya, karena Islam sendiri adalah ajaran yang universal. 

Baca Juga :  Sebanyak 84 Orang Sembuh Covid-19 di Kota Denpasar, Prosentase Kesembuhan Pasien Capai 93,15 Persen

Yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan pada pasal 1 butir 13 UU No. 10 tahun 1998 adalah suatu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau keinginan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank bank atau pihak lain (ijarah wa iqtina). 

Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.10 tahun 1998, maka landasan hukum bank syariah telah cukup jelas dan kuat, baik dari segi kelembagaannya maupun landasan operasionalnya. Selanjutnya, dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2004, Bank Indonesia dapat menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah sehingga Bank Indonesia dapat mempengaruhi likuiditas perekonomian melalui bank syariah.

Salah satu bukti perkembangan perbankan syariah di Indonesia yaitu dengan bertambahnya jaringan kantor bank syariah meliputi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS).

Micro Banking

“Micro Banking”, mendengar kalimat ini mungkin di sebagian kalangan praktisi perbankan (banker’s) tentunya bukan hal yang baru dan asing, bahkan segemen bisnis ini dianggap sebagai segmen dengan kasta terendah dalam dunia perbankan. 

Namun, satu hal yang perlu diketahui, bahwa sejarah mencatat dan membuktikan bahwa hanya Bank Rakyat Indonesia(BRI) sebagai satu-satunya Bank yang tidak tergoyahkan pada krisis moneter 1998.

Hal ini karena bisnis BRI pondasinya adalah pembiayaan ke sektor UMKM yang notabene segmentasi micro, dan hal itulah yang membuat BRI menjadi kuat. Jadi dapat disimpulkan bahwa fondasi kuat dari BRI sesungguhnya adalah micro finance.

Segmen bisnis mikro, untuk pembiayaan kredit lebih dikenal dengan micro finance (UMKM), sedangkan dalam penghimpunan dana tetap mengacu pada istilah saving atau juga dikenal saving micro finance. 

Sedangkan Micro Banking itu sendiri merupakan sebuah model pendekatan lembaga keuangan (Bank), yang di desain unutk melakukan pelayanan keuangan mikro.

Pada dasarnya ruang lingkup garapan unit bisnis micro banking juga mencakup small scale and rural banking. Micro banking adalah suatu unit bisnis perbankan yang dibentuk dengan harapan mampu mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan jasa perbankan dari para usahawan skala mikro dan kecil yang bergerak di sektor-sektor produktif dalam semua jenis usaha.

Dari pengertian tersebut di atas dapat dikemukakan lebih lanjut bahwa :

  • Micro banking adalah salah satu unit bisnis dari sekian banyak unit bisnis yang ditawarkan perbankan, seperti corporate banking, investment banking, private banking dan sebagainya yang telah ada selama ini.
  • Micro banking sengaja dibentuk agar para usahawan dalam skala kecil dan mikro dapat juga memiliki akses ke perbankan, sehingga diharapkan dapat pula berkembang dan mengembangkan volume usahanya.

Micro banking setidaknya dibangun dengan dua tujuan utama, yaitu :

  • Pertama, mengembangkan usaha kecil dan mikro dalam rangka membangun ekonomi kerakyatan.
  • Kedua, menggali pasar potensial bagi perbankan dalam rangka memperbaiki kinerjanya yang selama ini telah anjlok.

Artinya secara keselurahan Micro Banking itu sendiri tak lepas dari pengertian Bank itu sendiri yakni sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana masyarakat dan meyalurkannya kepada masyarakat. Yang mana Bisnis Mikro ini merupakan salah satu bagian dari bisnis perbankan.

Undang-undang di Negara ini tak ada yang mengatur secara general tentang micro banking, namun Undang-Undang Negara ini lebih menjelaskan secara spesifik pada inti usaha micro itu sendiri. 

Sehingga menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1, ayat :

Usaha Mikro adalah usaha Produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak lansung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang undang ini.

Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Undang-Undang ini juga mengatur tentang kriteria usaha-usaha yang dimaksud, yang mana pada Bab IV Kriteria, Pasal 6.

  • Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut :

Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (Tiga Ratus Juta Rupiah)

  • Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut :

Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 ( Lima Ratus Juta Rupiah ) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (Tiga Ratus Juta Rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (Dua Miliar Lima Ratus Juta Rupiah)

  • Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: 

Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan temapt usaha; atau Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (Dua Miliar Lima Ratus Juta Rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (Lima Puluh Miliar Rupiah)

Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) huruf a, huruf b, serta ayat (3) huruf a, huruf b nila nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.

Bisnis Model Micro Banking

Micro Banking pada dasarnya telah banyak dipraktikkan oleh beberapa bank, di antaranya yang begitu dikenal adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Bukopin, BTPN, CIMB Niaga dan Bank Pembangunan Daerah (BPD). 

Dengan demikian, struktur micro banking tidak selalu harus dimulai dengan lembaga keuangan mikro, seperti Koperasi Simpan Pinjam, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Desa atau apapun namanya. Yang penting adalah, bagaimana suatu lembaga keuangan (bank) mempunyai keinginan untuk dapat melayani kebutuhan-kebutuhan perbankan dari para usahawan skala kecil dan mikro. Baik dari segi pembiayaan usahanya, pengelolaan keuangannya sampai pada pembinaan manajemen dan usahanya termasuk bagaimana berinteraksi dengan unsur-unsur yang berada di luar struktur perusahaannya.

Baca Juga :  Dapat Sokongan Tokoh Sentral, Mi6 Yakini Pasangan Ganjar-Mahfud Unggul di NTB

Micro Banking, idealnya tidak saja menyangkut masalah pemberian kredit dan penggalian dana masyarakat, namun lebih dari itu, perbankan yang menangani micro banking ini diharapkan pula mampu menjadi mediator dalam mengaktifkan para usahawan kecil dan mikro untuk saling berinteraksi dan bertransaksi satu sama lain. 

Sehingga di antara mereka terjadi saling membutuhkan satu sama lain. Dari sini diharapkan juga akan berdampak pada peningkatan volume transaksi dan perputaran uang yang pada akhirnya akan menggerakkan pula perekonomian.

Oleh karenanya, di samping sisi bisnisnya, micro banking juga memiliki sisi ideal sosial ekonomi/kemasyarakatan, yaitu menggerakkan sektor rill dan membangun ekonomi kerakyatan. Untuk itu diperlukan penanganan yang serius, mengingat begitu banyak contoh yang telah lewat mengenai kegagalan-kegagalan dalam upaya meningkatkan hidup dan kehidupan sektor usaha kecil yang pernah dikenal dengan istilah ekonomi lemah.

Jika kita berbicara mengenai Model Mikro Banking sudah tentu akan banyak model. Hal ini karena setiap lembaga keuangan bank yang menjalankan Bisnis Mikro, mempunyai model layanan yang berbeda-beda. BRI yang sudah berusia ratusan tahun mempunyai layanan micronya dengan BRI Unit atau Teras BRI, Bank Mandiri dengan Mandiri Mitra Usaha, Bank Danamon dengan Danamon Simpan Pinjam (DSP), Bank BTPN dengan BTPN Mitra Usaha Rakyat (MUR),CIMB Niaga dengan Mikro Laju Mandiri, Bank BRISyariah dengan Unit Micro Syariah, Bank Mega Syariah dengan Mega Mitra Syariah, Bank Sinarmas dengan Simas Micro, dll.

Secara umum model layanan micro banking adalah sebagi berikut :

  • Saving Lead Microfinance, Model pendekatan ini bertumpu pada mobilisasi tabungan, yang mana lembaga keuangan bank melakukan fungsi pengumpulan dana pihak ketiga baik itu berupa tabungan dan deposito dari kalangan usahawan UMKM.
  • Credit Lead Micofinance, Model pendekatan ini bertumpu dari dana hasil mobilisasi dari para usahawan UMKM yang terhimpun yang kemudian di salurkan lagi kepada semua pelaku usahan UMKM dalam bentuk redit dengan tujuan unutk peningkatan usaha UMKM itu sendiri.

Kedua model diatas merupakan model umum yang terjadi pada micro banking. Seperti uraian diatas setiap lembaga keuangan bank mempunyai model bisnis mikro masing-masing, sudah tentu akan berbeda dalam struktur organisasi dan juga misi bisnis mikronya. 

Dalam pelaksanaan Saving Lead Microfinance juga berbeda-beda. Ada pola saving yang berbentuk kelompok atau yang lebih dikenal Membership Based atau yang sangat bertumpu pada anggota. 

Sedangkan dalam Credit Lead Microfinance, lembaga keuangan lebih cenderung melihat kebutuhan masyarakat akan kredit, sehingga penyaluran kredit lebih diutamakan, ketersediaan dana yang berasal dari Lembaga Keuangan itu sendiri atau dari Investor.

Model Syariah Micro Banking

Berikut penulis ingin memberikan salah satu Contoh Model Bisnis Mikro yang di punya oleh BRISyariah, tentunya penulis mempunyai alasan tersendiri mengapa penulis mengangkat Jaringan Bisnis Mikro BRISyariah sebagai contoh, tidak bermaksud apapun, tapi karna penulis melihat bisnis micro Syariah yg masih eksis saat ini adalah BRISyariah Micro yg saat ini sudah konversi ke BSI.

Adapun alasan lainnya adalah karna BRISyariah sebagai salah satu embrio bisnis mikro Syariah di Indonesia merupakan bagian dari jaringan bisnis Mikro BRI yang merupakan Bank yang tertua di Indonesia dan BRI adalah Barometer Bisnis Mikro perbankan lainnya.

Unit Micro Syariah

Dari struktur diatas kita dapat melihat bahwa Unit Micro Syariah (UMS) itu melekat utuh pada BRI Syariah Cabang atau Cabang Pembantu yang ada di wilayah kerjanya. Ini agak berbeda jika kita bandingkan dengan struktur unit mikro dari Lembaga Keuangan Bank lain, yang mana unit mikronya tidak bertanggung jawab terhadap Cabang Bank Konvensional yang di dalam wilayah kerjanya tetapi bisnis mikro tersebut membentuk sendiri suatu dareah bisnis yang di sebut Cluster. Sehingga para unit manager bertanggung jawab terhadap Cluster Manager.

Secara keseluruhan Unit Mikro Syariah yang dipimpin oleh Unit Head akan bertanggung jawab terhadap Manager Marketing Mikro di Kantor Cabang, jika Cabang tersebut tidak memiliki Manager Marketing Mikro. Break Down Target bisnis tahunan Unit Mikro Syariah akan diterima dari Pimpinan Cabang atau Pimpinan Cabang Pembantu.

Jika kita melihat formasi pada Unit Mikro Syariah (UMS) BRISyariah, terlihat formasinya ramping, kebutuhan Sales Officer bisa ditambahkan seiring pertumbuhan Bisnis UMS tersebut. Untuk analisa pembiyaan, ada fungsi Financing Officer yang bertanggung jawab menganalisa berkas pembiyaan yang sudah di terima dari Sales Officer.

Dalam UMS juga ada Relationship Officer yang bertugas untuk melakukan penagihan dan mencari tabungan, sehingga diharapkan tercipta keseimbangan fungsi landing dan funding di UMS. Berbanding terbalik jika kita membandingkan dengan unit mikro pada lembaga keuangan bank lainnya, yang sejak awal pembentukkan merekrut AO Mikro bisa sampai 6 atau 7 orang, sudah tentu man power plan setiap bank berbeda.

Masih dengan pembahasan pada Unit Mikro Syariah. Dalam menjalankan Bisnis Mikro BRISyariah mengidentifikasikan bisnis mikronya dengan sistim Full Branch Mikro atau secara umum disebut Comercial Microfinance.

Tentunya jika kita melihat model Micro Banking BRISyariah berbeda dengan Micro Banking pada Lembaga Keuangan Bank lainnya jauh berbeda. Yang mana pada unit mikro diluar model Micro Banking BRISyariah lebih memfokuskan bisnis mikronya hanya pada sentra lending. Kredit sangat gencar dilakukan, dengan banyaknya tenaga Marketing (AO, SO), kredit banyak disalurkan.

Kesimpulan

Pasar keuangan Mikro di Indonesia tidak akan pernah senyap dan tidak akan pernah mati, hal ini terlihat dari banyaknya Lembaga Keuangan Bank maupun Lembaga Keuangan Non Bank yang semakin banyak menggarap Bisnis ini. 

BRISyariah adalah Bank yang sesungguhnya menerapkan model Syariah Micro Banking, karena semua segmen bisnis perbankan hadir didalam unit Mikro, baik Landing dan Funding. Jika ada bank yang menjalankan bisnis mikro dan hanya berfokus pada segmen kredit mikro saja maka hemat penulis lebih tepatnya itu disebut Microfinance dan bukan Micro Banking. 

Saran

Dengan masih minimnya penyaluran pembiayaan Bank NTB Syariah untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan masih kecilnya market share Bank Syariah, penulis menyarankan untuk membuat unit kerja pembiayaan mikro dengan konsep syariah di Bank NTB Syariah yang khusus fokus untuk membiayai segementasi bisnis usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan konsep syariah. 

Hal ini penulis menyarankan karena melihat potensi untuk bisnis pembiayaan mikro ini masih sangat menguntungkan dan provinsi NTB yang mayoritas muslim merupakan pangsa pasar yang masih sangat potensial untuk meningkatkan market share perbankan syariah, sehingga ke depannya Bank NTB berpeluang besar untuk bisa menjadi raja di negerinya sendiri untuk bisnis mikro ini.

Penulis : Redaksi BARBARETO.COM

Barbareto
Barbareto
Informatif dan Menginspirasi
RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments