Lombok Tengah, Barbareto.com – Beredarnya surat panitia perayaan peringatan HUT RI tahun 2025 tentang permintaan dana sebesar 50 ribu rupiah untuk seluruh guru ternasuk PPPK mendapatkan kecamatan dari beberapa pihak.
Gerakan Juang Pendidikan Indonesia (GJPI) DPW NTB bersama Gerakan Mahasiswa (GEMA) Pujut bahkan memberikan peringatan keras terkait dugaan pungutan wajib sebesar 50.000 rupiah yang dibebankan kepada seluruh guru, termasuk P3K tersebut.
Ketua GJPI DPW NTB, Lalu Amir Hamzah, menyebut tindakan ini sebagai bentuk pungutan liar (pungli) dan penyalahgunaan wewenang oleh aparatur pemerintah.
“Kami menilai surat panitia HUT RI Kecamatan Pujut yang mematok Rp50 ribu per guru jelas melanggar hukum. Ini bukan sekadar tidak etis, tapi berpotensi sebagai pungutan liar yang merugikan tenaga pendidik. Perayaan kemerdekaan harusnya lahir dari gotong royong sukarela, bukan paksaan,” tegas Lalu Amir Hamzah di keterangan tertulis nya melalui media, Sabtu (2/8).
GJPI menilai, pemaksaan iuran kepada ASN dan P3K tanpa dasar hukum resmi bertentangan dengan Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Saber Pungli, yang mengategorikan pungutan tanpa dasar hukum sebagai pungli.
Selain hal tersebut melanggar PP 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, yang melindungi ASN dari pemaksaan iuran di luar ketentuan resmi.
“Ini juga termasuk penyalahgunaan wewenang sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, terkait larangan penyalahgunaan wewenang,” ucapnya.
Sementara itu, perwakilan GEMA (Gerakan Mahasiswa) Pujut menyatakan akan menggelar aksi simbolik di depan Kantor Camat Pujut jika surat pungutan tersebut tidak segera diatensi.
“Kami beri peringatan tegas kepada dane kepala Camat Pujut. Jika pungutan ini tidak dibatalkan, kami akan mendesak Inspektorat, Ombudsman, dan Satgas Saber Pungli turun tangan. Camat sebagai pejabat publik harus memberi teladan, bukan memaksa guru-guru menyetor uang,” ujar Andi Perwakilan Gema Pujut.
GJPI DPW NTB dan GEMA Pujut juga menuntut bahkan menuntut agar melakukan pencabutan resmi surat pungutan wajib guru & p3k se-Kecamatan Pujut dan meminta maaf secata terbuka dari Camat Pujut kepada seluruh guru dan P3K.
GJPI NTB dan Gema Pujut juga meminta agar dilakukan investigasi dari Inspektorat Lombok Tengah dan Satgas Saber Pungli untuk menindak dugaan pelanggaran ini dan pemberian sanksi tegas jika terbukti ada penyalahgunaan wewenang.
Kedua organisasi ini dalam keterangan tertulis nya menegaskan bahwa mereka mendukung peringatan HUT RI ke-80, namun dengan partisipasi sukarela yang transparan, bukan melalui pemaksaan finansial terhadap guru dan tenaga pendidik.
” Kami sangat menyangkan hal ini terjadi di kecamatan Pujut,ini memalukan dan harus diatensi tegas oleh pihak terkait maupun pemerintah yg memiliki wewenang” tutup Lalu Hamzah.
Sementara itu, Camat Pujut, Jumahir menjelaskan bahwa
memang pernah melaksanakan rapat penyelenggaraan HUT RI dengan mengundang semua instansi termasuk Forkopimcam UPT Pendidikan, para kepala desa dan lainnya.
Selang beberapa hari kemudian rapat tersebut ditindak lanjuti kembali dalam rapat yang diadakan korwil Dikbud Kecamatan Pujut dengan mengundang camat.
“Saat itu saya diundang selaku camat, namun berhalangan hadir karena kesibukan di Praya dan diwakilkan oleh sekcam selaku peninjau,”
Ia mengatakan, rapat yang dipimpin korwil Dikbud tersebut dihadiri oleh guru olahraga dan beberapa kepala sekolah yang membahas rencana kegiatan dan pembiayaan.
“Dalam rapat tersebut ada kesimpulan dari mereka akan mengenakan biaya 50 ribu bagi para guru untuk pelaksanaan kegiatan,” jelasnya.
Ia membantah jika pihak kecamatan yang mematok urunan yang akan dibebankan kepada guru dan PPPK. “Sekcam yang mewakili saat itu tidak berbicara angka, dia hanya memntau saja,” sambungnya.
Terkait surat pantia yang Ia tandatangani, Jumahir mengatakan dirinya selaku camat hanya diminta oleh panitia untuk menandatangani hasil rapat.
“Posisi saya tidak berbicara angka, tidak menentukan, namanya kita camat hanya diminta untuk menandatangani surat hasil rapat yang akan ditujukan kepada sekolah yang mungkin tidak hadir atau sebagai dasar Kepsek menyampaikan kepada guru,” ujarnya.
Ia menyebut, permintaan iuran tersebut merupakan inisiatif Koorwil Dikbud beserta kepala sekolah. “Saya hanya diminta menandatangi surat saja,” tutupnya.