Lombok Tengah, Barbareto.com – Beredar surat hasil sangkep agung Forum Kadus (Forka) Lombok Tengah (Loteng) ramai dibahas di medsos dan WA group.
Surat tersebut pun dinilai beberapa pihak merupakan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh Kepala Dusun (Kadus) dan cukup membebani masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Forka Loteng, Lalu Welly Viddi Hamid menjelaskan, surat tersebut merupakan notulensi hasil kesepakatan para kadus yang hadir dalam sangkep (rapat) tersebut.Â
Adapun terkait sangkep tersebut dijelaskan Welly dilatarbelakangi oleh kejadian yang dialami oleh salah satu anggotanya ketika melakukan sejati di kecamatan lain dan dimintai biaya hingga mencapai 1,5 juta rupiah atas dasar pertimbangan kesepakatan di wilayah tersebut.
“Sementara itu, berdasarkan perdes dari kadus tersebut hanya dipatok biaya maksimal hingga 350 ribu rupiah. Sehingga muncullah inisiatif untuk menyeragamkan biaya korjiwe ini,” ungkapnya.
Welly meluruskan, yang dimaksud dalam surat tersebut bukan biaya NA melainkan korjiwe. Dijelaskannya korjiwe merupakan tatanan adat dimana setiap manusia terlahir, mempunyai nilai lebih yang diterapkan di lingkungan masyarakat dan keluarga.
“Dan itu adalah krame (aturan) gubuq (kampung) atau yg sudah ada sejak dulu dan sebelum kami jadi kadus, dan nilainya berbeda-beda, bahkan saat ini ada yang dikenakan biaya sampai dengan 2 juta rupiah” sambungnya.
Ia menjelaskan, tujuan dalam pertemuan tersebut diniatkan untuk dapat mengatur besaran biaya korjiwe dan ajikrame karena karena memang belum memiliki dasar aturan.
“Malah kami berniat mengatur karena hal tersebut belum ada aturan yang dapat menjadi rujukan. Kalau tidak ada aturan nanti jangan sampai ada yang memasang biaya semau-maunya dan malah nanti bisa jadi ladang pungli,” ujarnya.
Ia melanjutkan, dalam sangkep itu disepakati batas tertinggi korjiwe antat desa dalam satu kecamatan sebersar 500.000 rupiah, antar desa beda kecamatan dipatok sebesar 750.000 rupiah.
Sementara untuk biaya antar kabupaten Ia mengatakan belum ada patokan karena harus urun rembuk terlebih dahulu dengan kadus kabupaten lain.
Ia menegaskan, surat yang beredar merupakan hasil notulensi pertemuan yang bersifat belim final dan memerlukan perbaikan beberapa redaksi. “Itu draf saja dan perlu di perbaiki, namun keburu tersebar di group-group WA,” ucapnya.
Selain itu, hasil dari pertemuan tersebut memerlupakan pembahasan kembali dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Majlis Adat Sasak dan Forum Kepala Desa (FKD) Loteng.