
barbareto.com | Lombok Timur – Program INOVASI bersama pemerintah Kabupaten Lombok Timur menggelar acara lokakarya Eksplorasi Masalah Pendidikan Inklusif khususnya pada layanan pendidikan dasar. Kegiatan ini digelar untuk menemukan berbagai persoalan terkait penyediaan layanan pendidikan inklusi dan kemudian menemukan solusi untuk itu.
Lokakarya ini dilaksanakan secara online melalui zoom meeting dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah, akademisi, penyedia layanan pendidikan serta lembaga penggiat isu disabilitas yang ada di Lotim.
Provincial Manager INOVASI NTB, Sri Widuri, mengatakan bahwa pendidikan yang inklusif sangat dibutuhkan, karena itu menjadi salah satu instrumen untuk meningkatan kapasitas literasi bagi anak-anak di NTB. Saat ini, tingkat literasi di NTB masih tergolong rendah. Secara nasional, NTB berada pada peringkat 31 dari 34 provinsi di Indonesia. Kondisi ini memerlukan solusi yang komprehensif dan melibatkan semua pihak.
“Maka dari itu kita harus bisa memberikan solusi yang real berbasis data, supaya bisa memecahkan persoalan literasi yang ada di NTB saat ini,” ucapnya ketika sambutan di acara tersebut. (10/6/21)
Sri Widuri melanjutkan, pendidikan inklusif itu ialah pendidikan yang memberikan akses pembelajaran yang berkeadilan dan bermutu bagi semua peserta didik, tanpa membeda-bedakan tingkat kelemahan.
Dia mengharapkan para pemangku kepentingan yang terlibat dipertemuan ini mampu memberikan solusi untuk menjawab persoalan literasi di Lotim dan provinsi NTB secara keseluruhan.
“Kami berharap proses pemecahan masalah literasi ini bisa dicarikan solusinya, sehingga bisa meraih NTB yang benar-benar gemilang,” tandasnya.
Program INOVASI sendiri adalah salah satu program kemitraan pemerintah Indonesia dengan pemerintah Australia yang berfokus pada upaya peningkatan capaian literasi anak-anak Indonesia. Salah satu fokus program ini adalah mendukung pengembangan pembelajaran yang inklusif semua anak termasuk bagi mereka yang berkebutuhan khusus (ABK).
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Lombok Timur As’ad sangat mengapresiasi penerapan sistem pembelajaran yang inklusif. Sebab menurutnya atas nama apapun seseorang tidak diperbolehkan mendeskiriminasi anak-anak berkebutuhan khusus.
Saat ini terdapat beberapa Sekolah Luar Biasa (SLB) di Lotim, contohnya ada yang di Kecamatan Masbagik dan ada juga yang di Kecamatan Selong. Itu membuktikan komitmen Pemerintah Lotim untuk terus mendukung pendidikan yang inklusif.
“Sekolah-sekolah lain yang ada ABK-nya, kita akan terus dorong supaya sarana dan prasarana bagi anak-anak kita itu bisa dihadirkan dengan sebaik mungkin,” tuturnya.
Untuk ke depannya, As’ad berharap sinergitas yang dibangun oleh Inovasi akan terus ditingkatan untuk memperoleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.
“Tentu mensosialisasikan inkulsi ini mempunyai tantangan tersendiri, namun kita akan terus-menerus ikhtiar bersama untuk menyelesaikan permasalahan ini,” jelasnya.
Sementera itu, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Hamzwandi Dr. Abdullah Muzakar memaparkan, pada dasarnya tidak ada perbedaan dalam hal penciptaan manusia, karena hal itu juga tertuang dalam Al-Qur’an.
“Normal maupun tidak normal itu sebetulnya sama saja, mereka mempunyai kemampuan yang sama. Intinya pendidikan inklusif ini tergantung bagaimana cara kita memberikan pendidikan yang sama rata,” paparnya.
Selain itu, Muzakar juga menyebut pendidikan inklusif tersebut memiliki beberapa tujuan, antara lain untuk memberikan keluasan bagi ABK, membantu proses pembelajaran, meningkatkan mutu belajar, serta untuk menciptakan ramah belajar.
“Semua hal ini bisa berjalan dengan baik tentu dengan adanya kolaborasi atau kemitraan yang baik dari semua Lembaga Pendidikan,” imbuhnya.
Salah satu Dosen di Universitas Hamzanwadi Abdul Aziz, M.Pd juga menyampaikan, untuk menerapkan pendidikan yang inkulsif di sekolah, hal pokok yang harus diperhatikan yakni bagaimana cara guru mengidentifikasi kemampuan siswa dan siswi.
Dia menjelaskan, seorang guru minimal harus bisa mengidentifikasi masalah siswanya. Karena peserta didik untuk menerapkan sekolah inklusif tersebut ada yang tunanetra (tidak bisa melihat), tunarungu (tidak bisa mendengar), tunagragita (keterbelakangan mental), tunadaksa (cacat), autis (ganggung interaksi), kesulitan belajar, lamban belajar dan cerdas istimewa.
“banyak yang menganggap remeh hal-hal yang berkaitan dengan perilaku anak, sebetulnya itu sangat penting,” peringat Aziz. (gok)