Mataram, Barbareto News – Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, H Rachmat Hidayat mengingatkan Penjabat Gubernur NTB HL Gita Ariadi yang kini sudah didampingi Pj Sekretaris Daerah untuk tancap gas dan segera membenahi tata kelola birokrasi dan tata kelola keuangan daerah.
Kepemimpinan efektif Pj Gubernur yang hanya 18 bulan bukanlah waktu yang panjang sehingga tak ada waktu buat berleha-leha.
“Delapan belas bulan itu waktu yang sangat pendek. Apalagi dengan adanya sejumlah persoalan krusial peninggalan masa kepemimpinan Gubernur NTB sebelumnya Zul-Rohmi. Itu akan jadi persoalan yang secara mendasar akan cukup mengganggu,” kata Rachmat, Rabu (4/9/2023).
Politisi kharismatik Bumi Gora ini mengatakan, sejumlah isu krusial sudah menunggu Pj Gubernur di depan mata. Antara lain kondisi birokrasi yang sedang tidak baik-baik saja dan belanja anggaran pembangunan dalam APBD NTB yang jauh dari kata tertib. Termasuk juga penyelenggaraan kontestasi politik, pemilu dan pilkada, hingga perlehatan program pembangunan nasional di NTB. Termasuk persoalan mendasar bagi NTB yakni isu kemiskinan.
Rachmat menegaskan, birokrasi dalam skema pemerintahan daerah adalah entitas pelayanan paling utama, karena hampir semua bentuk pelayanan publik ada di daerah. Karena itu, kata dia, dibutuhkan birokrasi yang sehat secara struktur dan kuat dalam kinerja.
Masa Kepemimpian Zul-Rohmi
Politisi lintas zaman ini lantas mengungkapkan bagaimana dalam masa kepemimpinan Gubernur NTB H Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur Hj Sitti Rohmi Djalilah lima tahun terakhir, birokrasi terjebak dalam praktik tata kelola yang buruk.
“Bayangkan, dalam masa lima tahun kepemimpinan Zul-Rohmi, proses mutasi di laksanakan sedikitnya 40 kali. Artinya ada delapan hingga sembilan kali mutasi setiap tahun,” ungkapnya.
Secara struktur, Ketua DPD PDIP NTB ini melanjutkan, rentetan mutasi yang terjadi pada era Zul-Rohmi tersebut telah menyebabkan kultur dan psikologi birokrasi menjadi tidak baik. Alih-alih meningkatkan kinerja, mutasi yang sering seperti itu malah sangat mengganggu kinerja birokrasi.
“Bandingkan dengan kepemimpinan Gubernur NTB sebelumnya yakni TGB. Mutasi dalam 10 tahun kepemimpinan TGB hanya 37 kali, yakni 20 kali dalam periode pertama, dan hanya 17 kali dalam periode kedua,” beber Rachmat.
Akibatnya, di era pemerintahan Zul-Rohmi, kinerja birokrasi pun ia tidak efektif. Cara paling mudah untuk melihat bagaimana tidak efektifnya birokrasi di era Zul-Rohmi adalah dalam kemampuan birokrasi Pemprov NTB mengatasi kemiskinan.
Rachmat memberi contoh, saat periode pertama kepemimpinan TGB tahun 2008, angka kemiskinan bertengger pada angka 23,81 persen. Angka ini mampu di tekan saat TGB mengakhiri masa kepemimpinannya tahun 2018 pada angka 14,63 persen atau turun 9,18 persen. Sehingga kalau secara rata-rata, kemiskinan NTB di era TGB turun 0,918 persen setiap tahun atau turun 4,59 persen setiap lima tahun.
“Bandingkan dengan kinerja birokrasi Zul-Rohmi yang saat megakhiri masa jabatannya, angka kemiskinan NTB 13,85 persen dari angka kemiskinan saat pertama menjabat yakni 14,63 persen. Artinya rata-rata pertahun hanya mampu turun 0,156 persen,” tegas Rachmat.