Birokrasi NTB Era Zul-Rohmi
Contoh lain tidak efektifnya kinerja birokrasi di era kepemimpinan Zul-Rohmi juga di ungkapkan mantan Wakil Ketua DPRD NTB ini. Hal tersebut terlihat dari kemampuan birokrasi dalam menyelesaikan proyek. Rachmat membeberkan data E-Monev Provinsi NTB dimana dari 82 proyek strategis tahun 2023. Sampai menjelang akhir tahun ini atau memasuki Triwulan IV anggaran pada Oktober ini, masih tersisa 41 proyek yang belum dikerjakan. Dari angka 41 proyek itu, 30 proyek belum mengajukan tender dan 11 baru selesai tender.
“Tentu hal ini akan mengancam serapan belanja anggaran dan capaian sasaran pembangunan,” tandas Anggota Komisi VIII DPR RI ini.
Bagaimana dengan pengelolaan anggaran daerah? Rachmat mengungkapkan, tahun 2022 memang pendapatan daerah menembus angka Rp 2,28 triliun. Tetapi angka tersebut masih di dominasi pendapatan transfer yang mencapai 56,28 persen, dan PAD hanya 43,11%. Hal ini belum termasuk karut marut belanja APBD NTB. Misalnya soal utang Pemprov NTB ke rekanan yang per Mei 2023 masih tercatat sekitar Rp 223 miliar yang tersebar di 10 OPD.
“Bagaimana dengan isu transparansi dan anti korupsi? Sami mawon itu. Kepala Dinas ESDM dan kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan harus masuk penjara. Ini belum termasuk kalau kita bicara pola penetapan pejabat yang lebih banyak beraroma kepentingan poitik dan isu nepotisme,” ucap Rachmat.
Dengan potret yang sama sekali tidak membanggakan tersebut, artinya, kata Rachmat, ada perkerjaan rumah yang sangat besar di tangan Pj Gubernur NTB yang harus diselesaikan dalam konteks perbaikan birokrasi. Karena itu, duet Pj Gubernur NTB dan Pj Sekretaris Daerah NTB H Fathurrahman yang kini sedang menunggu hari pelantikan, harus di lakukan secara serius dan penuh kerja keras.
“Psikologi birokrasi yang telah rusak harus diperbaiki. Pola penentuan pejabat harus berbasis pada merit system, berbasis pada kapasitas dan kapabelitas ASN yang ada,” tandasnya.
Birokrasi Pelangi
Rachmat menekankan, bagaimana komposisi birokrasi haruslah berupa “birokrasi pelangi” yakni dari berbagai suku yang ada di NTB. Tidak peduli apa sukunya, jika ASN tersebut memiliki kapasitas dan kapabilitas, maka kata Rachmat, harus diberikan kesempatan.
“Prinsip-prinsip cleant goverment and good governance dengan basis merit system harus mutlak menjadi acuan penataan birokrasi,” katanya menekankan.
Pada kesempatan yang sama, Rachmat juga menjelaskan bahwa Pj Gubernur bukanlah jabatan bebas nilai, sehingga setiap saat di evaluasi. Hal ini sesuai ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 yang menegaskan setiap tiga bulan kinerja Pj Gubernur akan di evaluasi.
“Karena itu saya mengingatkan, Pj Gubernur tidak main-main dalam menjalankan tugasnya. Pj Gubenur harus menjauhkan kepentingan politik dan pribadi dalam menjalankan tugasnya,” tandasnya.
Dalam isu ekonomi misalnya, Rachmat menjelaskan bagaimana inflasi yang cukup tinggi kini terjadi, harus mampu juga dikendalikan Pj Gubernur. Termasuk dalam menjalankan tugas dan kewenangan mengawal Pemilu dan Pilkada di NTB, harus membangun koordinasi dengan Kemendagri, dengan Pj Sekda, dan semua Organisasi Perangkat Daerah serta masyarakat. Sebab, jika di anggap tidak mampu, bisa saja Pj Gubernur di copot di tengah jalan.
“PDIP akan memberikan dukungan, tapi juga tidak akan pernah lupa dengan pengawasan yang kritis, konstruktif, dan objektif terhadap Pj Gubenur NTB demi pembangunan daerah,” pungkas Rachmat.
Follow kami di Google News