barbareto.com | Tuan Guru Bajang (TGB) Dr. TGKH. Muhammad Zainul Majdi, M.A., merespon surat edaran dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut mengenai pengeras suara.
TGB yakin niat dari Menteri Agama adalah baik. TGB menilai, sosok Gus Yaqut sebagai seorang tokoh dari organisasi Islam yang terbesar di Indonesia.
“Niat beliau pasti baik, karena beliau juga seorang tokoh dari organisasi Islam terbesar dan juga putra dari seorang ulama besar Almagfurlah KH. Cholil Bisri. Jadi, niat beliau pasti baik,” kata TGB dalam video yang di unggah melalui akun Youtube @NWDIMEDIACENTER, Jumat (25/2/2022).
TGB menyampaikan, dari surat edaran Menteri Agama RI itu memang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Sebagai bahan untuk mengkoreksi yang pertama salah satu kaidah paling mendasar di dalam membuat suatu kebijakan publik itu adalah Imparsialitas.
“Imparsialitas itu artinya rata, seimbang, adil, tidak memihak. Karena itu kalau ingin menciptakan pengaturan maka seharusnya yang diatur itu bukan hanya Masjid dan Musala,” ucap TGB.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) dan Wakil Komisaris Utama Bank Syariah Indonesia itu juga mengungkapkan, pengeras suara tak hanya digunakan di Masjid dan Musala.
Baca juga : TGB Sebut Warga Indonesia Adalah Cerminan dari Ajaran Rasulullah
Karena pengeras suara juga dipakai di tempat ibadah yang lain. Ada momen-momen di mana acara ritual keagamaan itu juga mengeluarkan suara yang cukup besar.
“Pengeras suara tidak hanya di pakai di Masjid dan Musala, tetapi rumah dibadah yang lain juga menggunakan pengeras suara. Sehingga menurut saya kalau memang mau membuat satu surat edaran untuk mengatur penggunaan pengeras suara di rumah ibadah jauh lebih baik tidak hanya menyangkut Masjid dan Musala,” lanjutnya.
Hal tersebut, lanjut Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Indonesia itu, supaya tidak kemudian menciptakan kesan bahwa seakan-akan yang berpotensial mengganggu ketenangan atau ketentraman itu hanya suara yang keluar dari Masjid dan Musala.
“Sedangkan kita tahu, rumah ibadah non Islam itu juga mengeluarkan suara kidung-kidung, lagu-lagu pujian, lagu-lagu keagamaan,” ujar TGB.
Di banyak tempat di Indonesia ini sesungguhnya Masjid itu tidak hanya tempat berkumpul untuk salat, Masjid itu tempat sentral kegiatan.
“Pengeras suara masjid itu juga tidak hanya fungsinya untuk digunakan azan dan iqamat saja atau mengaji, pengeras suara di Masjid juga digunakan untuk mengumumkan adanya kematian, kemudian kalau ada kegiatan gotong royong, dan ada kegiatan kemasyarakatan lainnya,” lanjut TGB.
Pengeras suara Masjid atau Musala memiliki juga fungsi sosial budaya. Jadi, menurut TGB di daerah-daerah seperti misalnya di NTB, justru pengeras suara Masjid itu bukan mengganggu sebaliknya malah menjadi rujukan dari masyarakat di desa.
“Karena di situ sekali lagi bisa juga digunakan untuk banyak pengumuman-pengumuman yang menjadi perhatian dari masyarakat,” ujarnya.
Lanjut TGB, yang justru bermasalah adalah di masyarakat perkotaan. Di perkotaan tidak hanya satu agama. Seperti di Mataram, penduduknya heterogen memungkinkan untuk diatur.
Meski begitu, ujar TGB, pengaturan ini lebih baik diserahkan kepada kearifan bersama. Di Indonesia ada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), sesuai namanya forum ini kerjasama umat beragama.
Untuk daerah-daerah tertentu dimana masyarakatnya sangat heterogen diatur. Penggunaan pengeras suara di rumah ibadah itu disesuaikan tak terlalu besar.
“Diserahkan kepada FKUB untuk kemudian membuat kesepakatan bersama. Menurut saya, kesepakatan itu lahir dan dibicarakan di tingkat masyarakat dan disepakati itu akan jauh lebih mudah diterima, dibanding surat edaran yang istilahnya berlaku untuk semua, padahal situasi masing-masing daerah itu beda-beda,” imbuh TGB.
TGB juga menyampaikan bahwa di NTB, suara dari Masjid adalah suara yang dirindukan, suara yang justru menjadi penyejuk, tidak ada yang merasa terganggu.
“Bila hal ini berkenan dikoreksi menjadi hal bagus, sehingga tidak terkesan hanya menyasar kepada Masjid dan Mushala,” tutup TGB, menanggapi surat edaran dari Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas mengenai pengeras suara.