Lombok Tengah, Barbareto.com – Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus dugaan korupsi proyek Sintung Park dipertanyakan oleh pembina Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Rakyat Indonesia (GMPRI) Lombok Tengah.
Dalam Hering yang dilakukan Ampes bersama GMPRI ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Pembina GMPRI Lombok Tengah, Lalu Eko Mihardi menyinggung penanganan dugaan tindak pidana korupsi yang di lakukan oleh Kejaksaan Tinggi NTB terkait Sintung Park yang disebut tidak terdengar kabarnya lagi.Â
“Kasus tersebut yang seharusnya kini sudah bergulir ke persidangan namun kenyataannya di kembalikan ke pihak Inspektorat Lombok Tengah,” ungkapnya.
Sepengetahuannya, Eko menyebut bahwa penyidik Kejati NTB telah mengantongi hasil pemeriksaan ahli kontruksi dari Politeknik Semarang dan mendapatkan penjelasan terkait hasil fisik yang tertuang di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Lalu Eko mengatakan, setelah mendapatkan hasil pemeriksaan ahli, penyidik Kejati semestinya berkoordinasi dengan auditor dalam menghitung kerugian keuangan negara seperti BPK dan BPKP untuk kemudian ke tahap selanjutnya yakni penetapan tersangka.
Namun, Ia mengaku heran karena pihak penyidik Kejati NTB malah menyerahkan hasil pemeriksaan ahli yakni hitungan kekurangan volume pekerjaan dari Ahli Politeknik Semarang tersebut kepada inspektorat untuk dilakukan penagihan.
Tak hanya itu, perusahaan pemenang tender hanya di berikan sanksi administratif bukan sanksi hukum pidana tipikor sesuai tugas dan fungsi kejaksaan dalam undang undang 16 tahun 2004 dan malah menghentikan (SP3) penanganan Kasus Dugaan Korupsi Sintung Park tersebut.
“Siapa yang bisa memastikan kerugian keuangan negaranya secara nyata,nilainya besar atau Kecil jika koordinasi dengan Auditor BPK dan BPKP belum di lakukan oleh penyidik,” ujar pria yang kerap disapa Banjang Eko ini.
Ia mengaku paham jika penyidik mempunyai kewenangan untuk menghentikan suatu tindak pidana korupsi. Namun hal tersebut tidak sesuai dengan pasal 109 ayat (2) KUHAP. Terlebih lahi Ia menganggap di-SP3nya kasus tersebut dilakukan secara diam-diam tanpa disampaikan ke Publik.
Eko menerangkan, berdasarkan keterangan Penyidik Kejati NTB, telah di temukan kekurangan volume pada 10 item pekerjaan dengan nominal jika gabungkan sebesar 330 JT.
“Siapa yang berani jamin temuan itu sah jika hasil hitung Politeknik Semarang tersebut belum di koordinasikan kepada BPK atau BPKP sebagai lembaga yg memiliki otoritas menentukan kerugian keuangan Negara secara sah,”.
Menurutnya, Kalau sudah masuk ke ranah hukum terlebih sudah sampai tahap penyidikan, maka penyidiklah yang bertugas mengamankan jika terdapat kerugian negara sebagai bahan pertimbangan untuk meringankan didalam persidangan, bukan malah mundur seribu langkah kebelakang seperti sekarang ini.
“Sebagai penggiat Anti korupsi berapa kali saya sampaikan di media dalam pemberantasan tindak korupsi sangat erat kaitannya dengan penegakkan hukum,tentunya dalam memberikan Efek jera agar kasus korupsi tidak berulang ulang,semua seolah olah tidak jera demi memburu rente, cetusnya.
Apalagi Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan seluruh aparat penegak hukum jangan ragunbahkan harus bertindak tegas dalam pemberantasan korupsi di tanah air.
“Kami sedang berkoordinasi dengan Pimpinan pusat GMPRI Raja agung Nusantara di Jakarta untuk menyampaikan terkait SP3 yang dilakukan Kejati NTB yang mengabaikan pasal 4 UU 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi dan pasal 109 ayat (2) KUHAP terkait perkara Sintung Park ke Kejagung RI,” tutupnya.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati NTB, Efrie Saputera saat dimintai keterangan melalui pesan whatsapp belum memberikan jawaban hingga berita ini dimuat.