BARBARETO.com | Dengan sejak diberlakukannya otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, termasuk dalam mencari potensi dan memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Tujuannya adalah untuk memberikan pelayanan yang lebih kepada masyarakat. Disamping itu mayarakat diberikan kemudahan untuk memantau dan mengontrol mulai dari perencanaan sampai dengan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Kemandirian fiskal merupakan indikator utama dalam mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk membiayai sendiri kegiatan pemerintah daerah, tanpa tergantung bantuan dari pihak luar, termasuk dari pemerintah pusat (BPK, 2020).
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih luas untuk mengumpulkan PAD melalui perluasan objek
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta adanya pemberian diskresi didalam penentuan tarif pajak.
Tercapainya kemandirian fiskal akan menjadikan pemerintah daerah memiliki kesempatan yang lebih besar dalam memajukan wilayahnya. Selain itu, penguatan pendapatan asli daerah juga membuat keuangan daerah lebih stabil.
Derajat desentralisasi fiskal atau otonomi fiskal adalah kemampuan pemerintah dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah guna membiayai pembangunan.
Baca juga: Utang dan Strategi Fiskal Lombok Timur di Masa Pandemi
Derajat desentralisasi fiskal menunjukkan derajat kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap total penerimaan daerah.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari terselenggaranya desentralisasi fiskal antara lain untuk memperkecil kesenjangan antara keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik Rasio dirumuskan Desentralisasi Fiskal dengan membagi antara Pendapatan Asli Daerah dengan Total Penerimaan Daerah.
Dilihat dari Target PAD Lombok Tengah tahun 2022 ini sekitar 315 Milyar, sampai saat ini masih jauh dari kata yang memuaskan.
Sehingga diperlukan sebuah strategi yang matang untuk mengefektifkan penerimaan PAD dan mengurangi menguapnya PAD atau kebocoran PAD ini.
Sebagai contoh, kita mendapatkan dana bagi hasil pajak dari Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 91 miliar, namun yang realisasi 84 miliar.
Selanjutnya sumbangan PAD dari BLUD tahun 2020 mencapai 61,8 miliar terus tahun 2021 mencapai 62,9 miliar.
Juka dianalisa lebih detail, realisasi yang ada masih sangat jauh dari kata memuaskan. Untuk sumbangan PAD dari beberapa badan yang mendapatkan kucuran penyertaan modal dari Pemerintah Daerah juga masih belum bisa maksimal dimana tahun 2020 baru 10 miliar tapi tahun 2021 cuma 8,4 miliar.
Sektor lain yang memiliki potensi sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah cukup besar adalah sektor perdagangan yaitu Pasar, pajak restoran dan yang sangat terbuka lebar yaitu MBLB (mineral bukan logam dan batuan).
Dari uraian di atas, bisa dikatakan kita memiliki permasalahan sebagai berikut:
KOMPONEN | KONDISI SETIAP KOMPONEN | KONDISI YANG PERLU DIINTERVENSI | DAMPAK PERUBAHAN |
Struktur | Belum optimalnya pendapatan pajak daerah di Kabupaten Lombok tengah melalui system aplikasi online | Integrasi data dari database dalam rangka meningkatan pendapatan pajak daerah di Lombok Tengah melalui system aplikasi online | Meningkatnya pendapatan Lombok Tengah |
People | Belum optimalnya kualitas Sumber daya Aparatur dan Penempatan pegawai belum merata sesuai dengan kebutuhan | Perlu pelatihan Sumber Daya Aparatur dalam bidang teknologi informasi | Terpenuhinya kualitas Sumber daya Aparatur dan Penempatan pegawai belum merata sesuai dengan kebutuhan |
Technology | Belum tersedianya sarana aplikasi yang memudahkan pengelolaan pajak daerah | Penyediaan sarana aplikasi yang memudahkan Wajib Pajak dalam membayar pajak | Tersedianya sarana aplikasi yang memudahkan pengelolaan pemungutan pajak daerah |
Task | Belum tersedianya Perbub yang mengatur tentang pajak daerah (masih belum fokus dan detail) | Perumusan Perbub yang kemudian untuk diundangkan | Tersedianya Perbub yang mengatur tentang pajak daerah secara online/Perbub lebih detail sesuai dengan potensi daerah |
Berdasarkan analisa tersebut diatas pajak dan retribusi daerah merupakan unsur/komponen Pendapatan Asli Daerah yang penting karena memberikan dukungan anggaran yang signifikan.
Kontribusi retribusi daerah yang tergolong masih relatif kecil dalam total penerimaan daerah, hal ini disebabkan antara lain :
- Basis data potensi pajak dan retribusi daerah yang belum valid.
- Kurangnya dukungan sarana dan prasarana yang berbasis teknologi informasi
- Masih rendahnya kemampuan dalam pengelolaan potensi pajak dan retribusi daerah.
- Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan pungutan lainnya
- Belum adanya payung hukum berupa peraturan perundangan di daerah yang perlu di buat, disesuaikan dan disempurnakan yang menyangkut tata cara peningkatan pendapatan
- Adanya kebijakan pemerintah yang berakibat menghapus atau mengurangi penerimaan PAD
Sedangkan pendapatan dari retribusi dirasa juga masih belum optimal hal ini dikarenakan :
- OPD pengelola pendapatan belum memaksimalkan dalam pendataan obyek-obyek retribusi
- OPD pengelola pendapatan kurang berkoordinasi dengan instansi terkait dan kurang berinovasi dalam penggalian potensi retribusi
Strategi kebijakan yang harus dilakukan yaitu :
- Jangka Pendek
- Pembentukan Tim Kerja.
- Penyusunan Perbub.
- Pendataan dan pendaftaran serta input data pada sistem .
- Perancangan dan Pembuatan Sistem.
- Sosialisasi Peraturan bupati
- Launching sistem online dan talkshow, Uji coba pembayaran e-hotel, e-restoran, e-hiburan, e-PBB dan e-BPHTB.
- Monitoring dan Evaluasi kegiatan.
- Jangka menengah dan
- Melanjutkan input data dari basis data manual ke basis data system
- Penyusunan Sistem Informasi Pengelolaan Potensi Pajak Daerah.
- Jangka panjang
- Menyusun data potensi pajak daerah berbasis IT.
Penulis: Maharani adalah Peneliti Lombok Research Center (LRC)