Barbareto News – Anggota Komisi I DPRD NTB, TGH Najamudin Moestafa mengingatkan Penjabat Gubernur NTB, HL Gita Ariadi untuk segera merombak jajaran pejabat lingkup Pemprov NTB sebagai perwujudan normalisasi tata kelola birokrasi.
Rekam jejak birokrasi Pemprov NTB dalam lima tahun terakhir menunjukkan betapa tidak sehat dari sisi struktur dan lemah dalam kinerja.
”Penjabat Gubernur tidak mungkin akan bisa membawa ”NTB Maju dan Melaju” jika tetap mempertahankan jajaran pejabat yang merupakan warisan pemerintahan Zul-Rohmi ini,” kata TGH Najam kepada awak media, Ahad (22/10/2023).
Politisi asal Lombok Timur ini kemudian mengurai bagaimana lemahnya kinerja birokrasi Pemprov NTB dalam lima tahun terakhir kepemimpinan Gubernur H Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur Hj Sitti Rohmi Djalilah.
Antara lain bisa di lihat dari angka stunting di NTB yang masih tertinggi di Indonesia mencapai 14 persen. Juga penurunan angka kemiskinan. Saat di lantik pada tahun 2018, angka kemiskinan di NTB kata TGH Najam mencapai 14,63 persen. Lima tahun kemudian, saat Zul-Rohmi mengakhiri masa jabatannya, angka kemiskinan NTB sebesar 13,85 persen.
”Itu berarti dalam lima tahun, birokrasi NTB di bawah Zul-Rohmi hanya mampu menurunkan angka kemiskinan cuma 0,78 persen, atau rata-rata cuma 0,156 persen tiap tahun,” tandas TGH Najam.
Birokrasi Tidak Sehat
Secara struktur, birokrasi Pemprov NTB juga sangat tidak sehat lantaran terlalu banyak rentetan mutasi yang mencapai 40 kali, sehingga menyebabkan kultur dan psikologi birokrasi menjadi sangat tidak baik.
TGH Najam menyebut, Zul-Rohmi terlalu banyak melakukan ”Naturalisasi Pegawai” dari kabupaten/kota.
Politisi Partai Amanat Nasional ini mengemukakan, banyak di antara para pegawai tersebut yang hanya staf di kabupaten/kota, namun tiba-tiba malah menjadi pejabat eselon III di Provinsi NTB.
”Birokrasi juga jadi kacau balau, tidak kredibel dan profesional,” tandas TGH Najam.
Dia dengan terang-terangan memberi contoh bagaimana istri kedua Gubernur Zul yang semula hanya staf biasa. Tiba-tiba di lantik menjadi pejabat eselon III tanpa pernah menjabat eselon IV dan mengikuti proses asesmen selayaknya.
TGH Najam menegaskan, dirinya tidak anti dengan pindahnya pegawai dari kabupaten/kota ke Pemprov NTB. Namun, apa yang dilakukan pemerintahan Zul-Rohmi dinilainya sudah di luar nalar. Lantaran ”Naturalisasi Pegawai” yang sudah terlalu banyak dan dengan terang benderang di sebut TGH Najam mengabaikan Sistem Merit yang merupakan salah satu prasyarat terwujudnya reformasi birokrasi.
Banyak pula kata TGH Najam, pegawai-pegawai yang merupakan bagian dari ”Naturalisasi” tersebut sudah teramat biasa bekerja dengan pola pikir lingkup dan skala kabupaten.
Sehingga, ketika mereka pindah untuk menjalankan tugas dengan level dan skala provinsi, kadang mereka keteteran. Atau paling tidak memerlukan waktu yang cukup lama untuk adaptasi dan menyesuaikan diri.
Akibatnya, ada pejabat yang akhirnya hanya duduk di jabatannya tak lebih dari umur jagung.
TGH Najam mencontohkan bagaimana H Amry Rakhman yang di tarik Gubernur Zul dari Sumbawa Barat, menduduki sejumlah jabatan eselon II yang boleh di sebut hanya ”numpang lewat”.
Mulai dari Kepala Bappeda, Kepala Bappenda, Kepala Badan Riset Daerah, dan kini malah mengajukan pengunduran diri.
Berkinerja Lemah
Struktur birokrasi yang tidak sehat dan berkinerja lemah tersebut, kata TGH Najam, akhirnya berdampak pula terhadap tata kelola keuangan daerah.
Antara lain terlihat dari munculnya utang Pemprov NTB yang nilainya ratusan miliar kepada kontraktor yang telah menuntaskan pengerjaan proyek milik Pemprov NTB. Sebuah sejarah buruk yang belum pernah terjadi di pemerintahan sebelumnya.
Hingga Zul-Rohmi meletakkan jabatan pada 19 September 2023. Masalah utang kepada kontraktor tersebut ternyata belum juga tuntas dan harus diselesaikan oleh Penjabat Gubernur NTB. Belum lagi defisit APBD yang nilainya mencapai Rp 650 miliar.
”Data-data dan angka-angka itu jelas menunjukkan bahwa birokrasi Pemprov NTB dalam lima tahun terakhir telah gagal total. Oleh karena itu, untuk bisa NTB Maju dan Melaju, mutasi pejabat Pemprov NTB adalah sebuah keharusan. SDM di pemerintahan ini harus di rombak,” tandas TGH Najam.
Di sisi lain, ulama kharismatik ini mengungkapkan, mutasi dan perombakan jajaran pejabat Pemprov NTB ini menjadi cara terbaik bagi Penjabat Gubernur NTB untuk lepas dari berbagai tudingan miring yang dialamatkan kepada dirinya.
Sebab, kata TGH Najam, banyak selentingan yang mengaitkan posisi Penjabat Gubernur NTB yang sebelumnya merupakan Sekretaris Daerah NTB. Sehingga di sebut merupakan bagian dari masalah dan ikut andil terhadap birokrasi sebelumnya yang tidak bekerja optimal.
Banyak juga kata TGH Najam yang menyebut dengan terang-terangan, bahwa Penjabat Gubernur tidak akan berani melakukan mutasi pejabat. Sebab merupakan bagian dari rezim pemerintahan sebelumnya.
”Semakin lama mutasi di ulur dan di gelar, maka tudingan-tudingan itu akan semakin menemukan pembenarannya. Kami juga di DPRD NTB patut curiga, jika mutasi tak kunjung di lakukan. Maka jangan-jangan Penjabat Gubernur memang bagian dari masalah dan bagian dari rezim pemerintahan sebelumnya,” tandas TGH Najam.