BARBARETO.com | Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Aptika Kominfo) menggelar ngobrol bareng legislator membahas literasi digital pada Sabtu, 21 Mei 2022. Pelaksanaan giat itu secara Hybrid via zoom dan live YouTube, Bravo Aksara.
Mengangkat tema, “Mempersiapkan Generasi Kreatif Digital” Dirjen Aptika Kominfo menghadirkan narasumber handal dari berbagai latar belakang.
Di antaranya Kresna Dewanata Prosakh (Anggota DPR RI Komisi I), Pater Paskalis Nores, CP selaku Sekjen STKIP Pamane Talino dan DR. (Cand) Lidya Natalia sartono, S.PD., M.PD dosen universitas Indraprasta PGRI Jakarta.
Adapun tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan pemahaman kesadaran dan kecakapan digital di tingkat dasar dengan mendorong peningkatan produktivitas pemanfaatan untuk tujuan positif dalam kehidupan sehari-hari. Dan, Legilatif menjadi aktor penting dalam berjalan atau tidaknya suatu lembaga eksekutif dalam menjalankan sebuah pemerintahan. Sama halnya dibutuhkan legislator untuk menerapkan generasi kreatif digital.
Dirjen Aptika Kominfo RI, Semuel A. Pangerapan, B.Sc., M.M, dalam sambutannya menyampaikan Kehadiran Teknologi digital sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat yang kian mempertegas kita sedang berada di Era percepatan Transformasi Digital.
“Namun masifnya pengguna internet di Indonesia membawa berbagai resiko seperti penipuan Online, Hoax, Cyber bullying dan Konten-konten negatif lainnya,” kata Samuel, Sabtu (21/5).
Kementerian Kominfo mengemban mandat dari Presiden Jokowi sebagai garda terdepan dalam memimpin upaya percepatan Transformasi Digital bangsa Indonesia. Dalam mencapai visi dan misi tersebut Kementerian Kominfo memiliki peran sebagai Regulator, Fasilitator, dan Akselerator di bidang digital di Indonesia.
“Dalam rangka menjalankan salah satu hal tersebut terkait pengembangan SDM digital Kementerian Kominfo bersama gerakan nasional literasi digital Siber Kreasi serta mitra dan jejaringnya hadir untuk memberikan pelatihan literasi digital yang menjadi kemampuan digital tingkat dasar bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Berbagai pelatihan literasi digital yang kami berikan berbasis empat pilar utama yaitu, kecakapan digital, budaya digital, etika digital dan keamanan digital,” ujarnya.
Hingga tahun 2021 lalu program literasi digital ini telah berhasil menjangkau lebih dari 12 juta masyarakat di 515 kota, pada 34 Provinsi di seluruh Indonesia. Peningkatan literasi digital masyarakat adalah pekerjaan besar oleh karena itu, kami tidak bisa bekerja sendiri diperlukan kolaborasi yang baik agar tidak ada masyarakat yang tertinggal dalam proses percepatan digital ini.
Kresna Dewanata Prosakh dalam pemaparannya menyampaikan selalu mendukung kegiatan-kegiatan kominfo terkait pengembangan literasi digital di seluruh indonesia.
Karenanya, Ia sangat mengharapkan anak-anak muda dan masyarakat seluruhnya bisa memanfaatkan fasilitas yang sudah kominfo sediakan.
“Sebagai anggota komisi satu DPR RI, kami selalu mengawasi dan memberikan sebuah anggaran yang bisa menjadi triger untuk menyelesaikan semua permasalahan jaringan,” ucap Kresna.
Baca juga : Kisah ‘Dokter Bakar Bengkel’ Ditayangkan Eksklusif di Channel YouTube Vivi Suryanitta
Anak-anak muda bisa memanfaatkan tekhnologi digital menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah, sesuatu yang produktif. Tidak menggunakan teknologi digital sekedar tuk senang-senang tanpa mendapatkan nilai balik yang positif, tambah Anggota Dewan dapil Jatim ini.
Kresna juga menegaskan dukungan itu dalam upayanya membuat regulasi tuk memproteksi ruang digital indonesia.
Sementara itu, nara sumber lain yaitu Pater Paskalis Nores, CP menjelaskan secara rinci soal literasi digital dalam konteks lokal, kabupaten Landak, Kalimantan Barat.
Literasi digital dalam konteks kalimantan, yang berbeda dengan pulau lain di indonesia seperti pulau jawa. Perbedaan paling mencolok adalah soal ketersedian fasilitas, terutama jaringan listrik PLN.
“Menurutnya, seiring dengan berkembangnya teknologi yang pesat, khususnya dalam penggunaan internet, banyak dampak negatif dan positif kepada masyarakat terutama generasi muda,” beber pastor yang selama lima tahun belajar di Eropa ini.
Dalam konteks pendidikan, Kata Pater Paskalis, kebiasaan membaca di Indonesia sangat memprihatinkan. Bahwa minat membaca masyarakat Indonesia hanya 39 persen. Membaca secara digital juga hanya 33 persen. Lebih banyak sebagai generasi game online, artinya lebih dominan aktivitas bermainnya.
Paskalis pun memastikan bahwa Literasi sesungguhnya bagi masyarakat indonesia sangat rendah.
Lebih jauh ia menyebutkan, Literasi Digital merupakan kemampuan untuk mencari, memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital dengan bijak.
Dengan adanya kemampuan dalam literasi digital, masyarakat diharapkan tidak hanya memiliki ketrampilan baca dan tulis secara tradisional saja. Tetapi juga memiliki kemampuan komunikasi dan ketrampilan analitik yang melibatkan media digital dalam mencari dan menggunakan informasi yang didapat secara bijak untuk menunjang kehidupan sehari-harinya.
Ia mencontohkan anak-anak sekarang yang cepat membagikan konten yang sedang viral tanpa memahami soal, apa yang meyebabkan sesuatu viral. Di sana, fungsi analitik tidak berjalan juga.
Tak hanya itu, Paskalis juga memaparkan manfat literasi digital. Menurutnya, Literasi Digital sangat diperlukan di zaman sekarang karena memiliki banyak manfaat. Di antaranya bisa menghemat waktu, belajar lebih cepat dan efisien. Lalu, lebih hemat biaya, update informasi, memperluas jaringan yang ramah lingkungan, membuat keputusan yang lebih baik hingga memperkaya ketrampilan.
“Namun, beberapa faktor menjadi penyebab rendahnya literasi digital. Seperti kesadaran orang tua dan anak tentang pentingnya membaca itu sangat rendah. Kemudian, kurangnya akses media literasi yang menarik dan kreatif. Parahnya, serba instan tuk memeroleh sesuatu,” pungkas Pastor Katolik ini.
Hal ini berefek generasi muda yang belum mampu mengontrol kredibilitas informasi yang mereka peroleh.
Lebih jauh ia berharap untuk meningkatkan literasi digital memerlukan beberapa langkah yaitu peningkatan fasilitas publik yang mendukung literasi digital, pengadaan pelatihan dan kegiatan.
“Kemudian sosialisasi penggunaan internet yang benar dan sesuai UU ITE. Serta pelibatan orang tua, sekolah dan masyarakat dalam edukasi tentang pentingnya literasi digital kepada anak,” tutur Pater Paskalis.
Berbeda dengan dua nara sumber sebelumnya, DR. (Cand) Lidya Natalia sartono, S.PD., M.PD menjelaskan Pemanfaatan Literasi Digital.
Menurut Lidya, perkembangan teknologi digital secara umum ditandai dengan tiga hal. Yakni munculnya komputer pada tahun 1940 dengan perkembangannya hingga saat ini. Kemudian, adanya internet atau world Wide web (www) tahun 1989 dan munculnya situs jejaring sosial (sisial media) tahun 1997 yang makin populer penggunaannya pada tahun 2000-an.
“Namun, seiring perkembangannya, teknologi digital ini memiliki dampak buruk. Beberapa di antaranya, adanya pelanggaran hak cipta atau hak kekayaan intelektual (HKI), rendahnya ketersediaan lapangan pekerjaan karena SDM tergantikan oleh teknologi digital. Selain itu, hoax yang berseliweran, adanya budaya malas gerak (mager) dan tentunya maraknya penipuan digital yang mengatasnamakan orang lain,” Pungkas Wanita Cantik kandidat doktor itu.
Menutupi pemaparannya, Lidya menyampaikan bahwa pemanfaatan Digital dalam perkembangannya harus disadari sebagai bentuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus bergulir dan menemukan hal-hal baru dari hasil konsolidasi dan dinamika sosial.
“Perkembangan teknologi digital harus berpijak pada pemenuhan kebutuhan tanpa mengabaikan ideologi dan kodrat,” beber Lidya.
Ia juga mengingatkan bahwa percepatan pemahaman akan kemajuan teknologi Digital hendaknya tidak mendahului dan menghapus adab.(*/b)