BARBARETO.com – Dalam rangka mengatasi permasalah pernikahan dini anak-anak di Kabupaten Lombok Timur, Tim INOVASI Nusa Tenggara Barat berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur dan Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) menggelar workshop pencegahan pernikahan anak pada hari ini, Senin 19 Desember 2022.
Hadir pada kesempatan workshop kali ini, Tim dari INOVASI NTB, Tim Peneliti Universitas Indonesia (UI), Pimpinan Perguruan Tinggi IAI Hamzanwadi Pancor, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Lotim, Perwakilan Muslimat NWDI, beserta dengan 40 Kepala Madrasah yang tersebar di Kabupaten Lotim.
Dr. Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah, S.Th.I, M.Si Peneliti dari UI menjelaskan, sampai dengan saat ini Provinsi NTB masih menjadi penyumbang tertinggi angka pernikahan dini di Indonesia. Hal itu disebabkan karena beberapa faktor dari internal maupun eksternal anak.
“Ada beberapa faktor penyebab pernikahan dini pada anak-anak kita, antara lain yang pertama keterbatasan akses informasi mengenai bahaya dari pernikahan dini. Kemudian kedua ada juga faktor ekonomi yang terbatas dikarenakan sumber panghasilan hidup tidak ada, tenaga kerja keluarga yang kurang dan juga migrasi,” paparnya.
Ia melanjutkan, faktor ketiga yaitu pengaruh media sosial yang menimbulkan interaksi perkenalan sampai pendekatan sehingga mayoritas menjadi suatu hubungan yang serius. Kemudian faktor yang ke empat, adanya praktik budaya yang masih dilaksanakan oleh beberapa masyarakat seperti tradisi perjodohan, tradisi maling merarik, dan budaya-budaya pernikahan lainnya yang ada di Indonesia.
“Lalu ada yang dari faktor kekerasan, dan yang terakhir itu adanya faktor pemahaman agama yang kurang. Dan disinilah posisi tokoh atau pemuka agama untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, utamanya pada anak-anak,” terangnya.
Menjawab persoalan tersebut, Manager Provicial NTB, Sri Widuri mengatakan, salah satu dari sekian banyak untuk mencegah pernikahan pada anak yaitu memberikan pemahaman dasar bagi anak-anak supaya bisa menyerap literasi secara baik, sehingga itulah yang secara otomatis memberikan pemahaman kepada anak tentang bahaya yang ditimbulkan dari pernikahan dini.
“Syukurnya di tahun ini ada namanya Kurikulum Merdeka, yakni anak-anak diberikan pembelajaran sesuai dengan problematika yang dimiliknya. Selain itu, terbitnya kurikulum merdeka ini dberlandaskan pada persoalan di tengah masyarakat,” sebutnya.
Terlebih lagi, kata Dia, semenjak adanya pandemi Covid-19 itulah yang selalu dijadikan kambing hitam ketika angka pernikahan dini di NTB selalu meningkat tiap tahunnya. Untuk itulah, INOVASI berkolaborasi dengan seluruh pihak terkait untuk meredamkan angka pernikahan anak di Lotim.
“Yang menjadi inti dari kegiatan kita hari ini yaitu, kenapa dan apa yang mendorong anak-anak ini menikah dini dari dalam madrasah itu sendiri, ada nggk itu?. Lalu dari jawaban itu nantinya kita akan merumuskan faktor apa saja yang bisa kita jadikan sebuah solusi sesuai dengan penyebabnya dalam konteks kurikulum merdeka atau penerapan literasi ini,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Kemenag Lombok Timur Drs. H. Sirojuddin, M.M., mengapresiasi program pencegahan pernikahan anak ini. Pasalnya persoalan nikah dini ini merupakan masalah yang turun-temurun di tengah masyarakat. Dan sampai dengan saat ini belum ada tindakan yang bisa mencegah hal tersebut secara signifikan.
“Kita lihat persoalnya itu kalau dari dalam sekolah itu, saya mengira itu karena terciptanya suasana belajar yang menarik dan menyenangkan. Maka dari itu, gurunya juga harus memahami betul skema kurikulum merdeka ini supaya belajar siswa jadi asyik dan menyenangkan,” bebernya.
Faktanya, kata Kepala Kemenag Lotim, data yang didapatkan beberapa waktu yang lalu bahwa banyak anak-anak di Lotim ini yang tinggal di kakek dan neneknya, karena orang tuanya kerja jadi Pekerja Migran Indoensia (PMI), itulah salah sati faktor renta anak menikah pada usia yang masih dini.
“Pengalaman kami di madrasah yang ada di beberapa wilayah Lotim, itu pernah hampir satu kelas mereka menikah. Dari daring-daring terus karena belajar online terus-menerus, kemudian menjadi darling. Itulah yang menjadi tantangan dari dalam madrasah itu sendiri,” sebutnya.
Untuk itulah, Ia berpesan, harus ada kolaborasi dan kerjasama yang baik antar semua lini, untuk membangun persepsi di anak-anak supaya mereka jangan terjerumus ke dalam yang namanya pernikahan dini. (gok)
Baca berita lainnya di Google News