Lombok Timur-NTB. BARBARETO – Pasca dihentikan sementara ekspor benur (benih) lobster dirasakan dampaknya oleh nelayan di Lombok Timur (Lotim). Akibat penghentian sementara itu, nelayan merugi hingga ratusan juta rupiah.

Seperti disampaikan, Zulkifli, salah seorang melayan benur lobster di Desa Ketapang Raya Kecamatan Keruak Kabupaten Lotim. Ditangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan, Edy Prabowo yang diikuti dengan penghentian sementara ekspor benur, diakuinya sangat berimbas terhadap perekonomian nelayan yang menggantungkan hidupnya dari menangkap lobster.
‘’Penutupan keran tersebut sangat kami rasakan dampak buruknya selaku petani budidaya lobster dan nelayan tangkap benur lobster. Kami selaku pembudidaya maupun nelayan tangkap rugi ratusan juta rupiah,’’ ujarnya.
Padahal saat keran ekspor dibuka, masyarakat sangat terbantu. Berbeda halnya saat ini ia merugi ratusan juta rupiah karena benur yang sudah tertangkap tidak bisa dikirim.
‘’Dampak dari penghentian tersebut membuat perekonomian nelayan tangkap kembali menjadi terpuruk,’’ terangnya.
Sementara, selama kran ekspor dibuka untuk nelayan tangkap bisa berpenghasilan Rp200 ribu perhari. Sementara kondisi saat ini setelah dihentikan sementara, penghasilan mereka kembali seperti dulu yang berkisar Rp20 ribu hingga Rp25 ribu perhari. Bahkan yang terburuk banyak nelayan yang akhirnya menganggur karena tidak lagi memilik pekerjaan.
Ia menambahkan, dengan kondisi buruk seperti ini dikhawatirkan aksi kriminalitas di wilayah selatan akan kembali terjadi. Maka dari itu, ia berharap pemerintah memperhatikan nasib nelayan tangkap benur serta pembudidaya lobster dengan tetap membuka kran ekspor. Kalaupun dilarang, ia meminta pemerintah serius untuk membina petani budidaya, termasuk menyediakan pakan yang berkualitas agar mampu menyaingi petani lobster di Vietnam.
‘’Kita minta pemerintah hadir. Harus mampu menyediakan pakan untuk para petani. Jika dibiarkan seperti ini,’’ tandas Kades Ketapang Raya ini.