Mataram, barbareto.com – Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 menolak larangan atau pembubaran kesenian musik Kecimol di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Belum lama ini Kecimol yang menampilkan penari erotis beredar di media sosial sehingga memicu pro kontra dan permintaan untuk ditertibkan dan bahkan dibubarkan.
Beberapa pemerintah daerah di Lombok telah mengkaji penertiban dan bahkan pelarangan Kecimol di jalanan.
Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto menolak rencana penertiban dan pembubaran Kecimol.
Didu sapaan akrab Direktur Mi6 mengatakan wacana pembubaran Kecimol dengan alasan sering membuat keributan atau kegaduhan dinilai terlalu berlebihan.
Kecimol kata Didu merupakan kesenian rakyat yang dapat dinikmati masyarakat kelas bawah.
Sehingga tidak adil jika itu dibubarkan.
“Jadi soal kegaduhan akibat Kecimol ini yang seharusnya diperbaiki adalah kedewasaan masyarakat sebagai penikmat seni, bukan justru kesenian (Kecimol) itu yang dibubarkan,” katanya, Kamis, 6 Juni 2024.
Kegaduhan merupakan risiko dari hiburan jalanan.
Tidak hanya Kecimol, tapi kegaduhan juga dapat terjadi pada Gendang Beleq atau saat Nyongkolan.
Artinya, mindset masyarakat selaku penikmat kesenian yang mesti berubah, bukan justru menghilangkan kesenian itu sendiri.
Kemudian soal Kecimol yang kerap kali menampilkan penari erotis, Didu menggarisbawahi bahwa Kecimol merupakan kesenian kontemporer Lombok, di mana kesenian tidak bersentuhan dengan etika atau moral.
Kesenian itu adalah soal estetika bukan etika.
“Kesenian itu tidak bicara soal etika. Itu murni estetika, murni ekspresi,” ujarnya.
Analogi bisa diambil di bidang olahraga seperti renang wanita, lompat indah putri, lompat galah putri dan bahkan voli pantai yang menampilkan atlet wanita berpakaian terbuka.
Jika soal olahraga pun harus ditarik ke ranah etika, maka hampir sama dengan kasus Kecimol.
Karena cabang-cabang olahraga tersebut menampilkan perempuan dengan kostum terbuka.
“Artinya apa, ya kedewasaan masyarakat yang perlu diperbaiki. Mereka menikmati kesenian sebagai hiburan atau menikmati tontonan erotis,” ujarnya.
“Sekali lagi kesenian tidak berurusan dengan moral, yang berurusan dengan moral itu agama. Kesenian bukan ranah etik tapi estetika. Kesalahan yang fatal jika kesenian dikaitkan dengan ranah etik. Mereka yang sering kaitkan kesenian dengan ranah etik itu tidak paham budaya. Kesenian murni ekspresi,” jelasnya.