BARBARETO.com, Badung – Niat baik tidak selamanya mendapat apresiasi, buktinya Normalisasi Tukad Mati yang sedang dikerjakan oleh Dinas PUPR Badung, dihentikan oleh pihak BWS Bali – Penida.
Ego Sectoral dan Super Body sebenarnya tidak perlu terjadi antara instansi, yaitu Dinas PUPR Badung dengan BWS Bali – Penida. Imbasnya, warga siap-siap terendam banjir lagi.
Komplik yang terjadi diantara dua instansi tersebut, membuat Ketua LPM Legian, Wayan Puspa Negara meradang. Pria yang di juluki vokalis Badung ini menpertanyakan aturan yang dibuat oleh pihak BWS Bali – Penida, yaitu masalah Rekomendasi Teknis, agar Dinas PUPR Badung bisa bekerja.
“Ini aneh, masalah banjir masih terjadi di Tukad Mati, tapi antar dua institusi pemerintah kok malah tidak saling dukung ?, padahal payung hukumnya jelas,” terang Puspa Negara dengan nada heran. (5/11/2022).
Teguran dan dihentikanya kegiatan Normalisasi yang sedang dikerjakan oleh Dinas PUPR Badung di Tukad Mati, tentunya menimbulka pertanyaan, padahal Dinas PUPR Badung sudah menurunkan 3 alat berat saat terjadi banjir bulan Oktober 2022 lalu.
Puspa Negara juga heran dengan tidak harmonisnya hubungan antara dua instansi yang punya tanggung sama, yaitu penanganan banjir, tentu akan menjadi perseden buruk jika terjadi banjir lagi.
Padahal Pemerintah Kabupaten Badung sudah menyampaikan akan membantu pelaksanaan normalisasi sedimentasi yang merupakan salah satu penyebab meluapnya air di Tukad Mati.
“Hal ini menunjukkan ada sinyalemen adanya Ego Sectoral dan keangkuhan oknum staff BWS Bali – Penida yang hanya mengutamakan PROSEDUR, tetapi saat banjir berulang-ulang dari tahun ketahun di kawasan Legian dan sekitar bantaran Tukad Mati, mereka nyaris “tertidur”, terang pria yang menduduki kursi Dewan Badung ini.
Pria yang akrab di panggil Puspa Negara ini juga menjelaskan,”buktinya pengendalian banjir di Tukad Mati serta maintenancenya dilakukan sepihak oleh Dinas PUPR Badung, misalnya memasang pompa induk otomatis pengendali banjir yang ada di jembatan Naga, menyediakan 4 unit pompa portable pengendali banjir, membersihkan secara berkala seluruh saluran menuju Tukad Mati, menjaga Trashrake dan lainya.
Saat ini sesuai usulan masyarakat Legian dari Tahun ketahun melalui Musrenbangkel, melalui LPM Legian dan telah tertuang dlm APBD Badung Tahun 2022,” jelasnya.
Puspa Negara juga menjelaskan, ada nomenclature Normalisasi Sungai di Kabupaten Badung yang menyasar Tukad Mati, sebagai payung hukum pekerjaan, dan hal ini sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Seperti yang dijelaskan, “sejak Tahun 2020, 2021 dan 2022 kok tiba tiba kini dimasalahkan hanya karena prosedur ?, selama ini BWS Bali – Penida kemana ?, kami masyarakat Legian sangat kecewa dengan pihak BWS Bali – Penida”. Sejak kami tahu bahwa kewenangan Tukad Mati ada dibawah BWS Bali – Penida, di tahun 2017 dan 2018, ada proyek Penataan Tukad Mati. Yaitu perbaikan penanggulan dan beautifikasi, dengan harapan bisa menjadi destinasi wisata, tetapi hasil proyeknya malah jauh panggang dari api alias proyek tak sesuai harapan, banyak tanggul yang jebol, tidak dibangun tanggul di beberapa titik dan bahkan senderan sungai banyak yang diduga tidak sesuai bestek serta ambrol,” terang Puspa Negara.
Negara mengucurkan anggaran sebesar Rp.180 miliar, melalui APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara,red), untuk penataan Tukad Mati, agar terbebas dari banjir, namun kucuran anggaran ratusan miliaran tersebut belum sepenuh mampu mengatasi masalah banjir yang menjadi langganan Tukad Mati.
Malah disaat Pemkab Badung melalui Dinas PUPR turut serta ikut mengurai masalah yang ada di Tukad Mati, malah di ganjal dengan aturan yang menurut Puspa Negara aneh bin ganjil.
“Dengan ditegur dan dihentikanya kegiatan Normalisasi Tukad Mati oleh pihak BWS Bali – Penida, ditengah upaya Pemkab Badung mengendalikan banjir yang sudah terjadi dua kali dalam satu bulan, yaitu Oktober akibat sedimentasi yang sangat luarbiasa tebal, karena tidak pernah dikeruk, yang katanya punya kewenangan, tapi tidak melakukan apa-apa,” jelasnya.
Puspa Negara juga menyoroti pihak BWS Bali – Penida dilapangan yang hanya bisa menyalahkan.
“Seharusnya atas dasar prosedur dalam mensupervisi Tukad Mati. Oleh karena itu kami meminta kepada pihak Kementrian PUPR untuk melakukan perbaikan di internal instansi terkait, selanjutnya meminta kepada BWS – Bali Penida untuk segera menormalisasi Tukad Mati, karena saat ini sudah musim hujan, serta memperbaiki dinding sungai, memasang tanggul yang tak dipasang saat proyek 3 tahun lalu, dan menata ulang Penampang berganda yang merusak estitika dan tidak elok dipandang karena dikerjakan setengah hati serta melebarkan botle neck tukad mati di jl Patih Jelantik,” pintanya.
Dijelaskan juga, jika Dinas PUPR Badung lah yang menjaga dan merawat serta memberi teknologi, sedangkan kami dimasyarakat secara partisipatif setiap hari jumat melakukan gerakan PROKASIH (Program Kali Bersih Tiada Henti Berkelanjutan). Puspa Negara juga menceritakan saat banjir.
“Kami merana saat banjir, dan saat dinormalisasi dihentikan, lalu maunya mereka (BWS Bali – Penida) apa sih ?, dan sejauh ini mereka jarang melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pemerintahan terbawah bahkan para petugas BWS Bali – Penida dilapangan nyaris tak pernah terlihat batang hidungnya melakukan supervisi, monitoring, komunikasi dan sosialisasi, ternyata bisanya hanya menegur,” pungkas Puspa Negara. (*/ans).
Baca berita lainnya di Google News