Lombok Tengah, Barbareto.com – Rencana penataan pantai Tanjung Aan akhir-akhir ini menuai polemik dari berbagai pihak. Aktivis Senior, Hasan Masat mengungkapkan ada beberapa soal yang sebenarnya harus diketahui soal penataan pantai tersebut, dari soal aturan hukum, kekeliruan, sampai fakta di lapangan.
Dari hasil investigasi yang dilakukannya, Hasan mengakui, memang terjadi kesenjangan usaha antara masyarakat yang punya modal apalagi back up modal dan jaringan, dengan masyarakat yang ada atau berasal dari warga setempat.
“Kita miris melihat kesenjangan itu, usaha mereka apa adanya, dan tentu sangat perlu diperhatikan pemerintah maupun ITDC sebagai coorporate terdekat, CSR nya bisa digunakan untuk itu, bagi pengusaha pengusaha yang kuat modalnya, mampu mempermak usahanya, dan ketimpangan itu sangat jelas,” ungkapnya.
Soal roi pantai, menurutnya memang ada kekeliruan. tidak hanya persepsi, namun perbup Kabupaten Lombok Tengah tahun 2022 diatur hanya 35 meter dari saat pasang air tertinggi.
“Padahal dalam Perpres no 15 yang diperbaharui menjadi no 51 tahun 2016 tentang Garis Sepadan Pantai, itu jaraknya 100 meter dari air laut pada saat pasang menuju darat,” jelasnya.
Ia mengatakan, semestinya Pemda Loteng sudah menyesuaikannya dengan mempertimbangkan kataristik topografi, biofisik, hidro oseanografi serta ekonomi dan budaya masyarakat.
Demikian pula dengan Roi pantai, tentunya tidak boleh masuk dalam HPL karena sifat dan tujuannya beda. ROI (Right of Entry/Entry Right) pantai, adalah hak yang diberikan pemerintah untuk mengakses area pantai penggunaan area pantai untuk kepentingan umum atau khusus, sedangkan HPL lebih luas, pemberian pengolahan lahan oleh negara, pada instansi atau badan hukum tertentu. intinya ROI pantai tidak bisa masuk dalam HPL.
Dengan pandangan dan realitas demikian, Hasan menekankan kepada Pemda Loteng sebaiknya bisa menyelamatkan warganya dengan menata penggunaan roi pantai yang ada, termasuk di Tanjung Aan dengan mengosongkan roi pantai tersebut dan menata ulang regulasi, infrastruktur dan model pengelolaanya oleh warga sesuai dengan aturan dan kebutuhan sosial budaya masyarakat setempat.
“Pemda jangan mau didekte oleh ITDC, karena ROI pantai adalah akses publik, tidak dibebankan oleh hak tanah apapunoleh negara, kecuali untuk kepentingan publik,” tegasnya.